Eko Darmanto Tersangka Gratifikasi

Perjalanan Kasus Gratifikasi Eko Darmanto, Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Kerap Pamer Kekayaan

Berikut ini perjalanan kasus gratifikasi Eko Darmanto, mantan kepala bea cukai Yogyakarta yang resmi dijadikan tersangka gratifikas senilai Ro 18 M.

Penulis: Akira Tandika Paramitaningtyas | Editor: Adrianus Adhi
KOMPAS.com/Syakirun Ni'am
Eko Darmanto ditahan di KPK terkait dugaan kasus gratifikasi yang dia lakukan selama menjabat sejak 2009 hingga 2023. Eko Darmanto diduga telah menerima gratifikasi senilai Rp 18 miliar. 

Menurut Asep, Eko mulai menjadi Penyidik pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI mulai tahun 2007.

Selama 2007 hingga 2023, Eko menduduki sejumlah posisi strategis di lingkungan Ditjen Bea Cukai seperti, Kepala Bidang Penindakan, Pengawasan, Pelayanan Bea dan Cukai Kantor Bea dan Cukai Jawa Timur I (Surabaya).

Kemudian, ia juga menjabat Kepala Sub Direktorat Manajemen Risiko Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai.

Eko diduga memaksimalkan kewenangan untuk menerima gratifikasi dari para pengusaha yang berhubungan dengan Bea Cukai.

KPK mendeteksi, dugaan penerimaan aliran uang sebagai gratifikasi pada 2009 melalui transfer rekening bank.

"Menggunakan nama dari keluarga inti dan berbagai perusahaan yang terafiliasi dengan Eko,” tutur Asep.

Menurut Asep, uang Rp 18 miliar itu hanya merupakan bukti permulaan. Eko tidak melaporkan uang-uang yang diterima itu dalam waktu 30 hari kerja sehingga masuk kategori gratifikasi.

Saat ini, KPK masih terus menelusuri dan mendalami aliran dana dan perbuatan pidana lainnya dalam perkara Eko.

"KPK terbuka untuk menelusuri dan mendalami aliran uangnya,” kata Asep.

3. Diduga terima gratifikasi dari pengusaha

Dalam perkara ini, Eko Darmanto diduga memanfaatkan kewenangannya ketika duduk di sejumlah posisi strategis di lingkungan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai, Kementerian Keuangan untuk menerima gratifikasi.

Gratifikasi diterima di antaranya dari pengusaha impor dan pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) hingga dari pengusaha barang kena cukai.

4. Kejanggalan informasi LHKPN

Kasus Eko berawal dari pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diulik Kedeputian Pencegahan dan Monitoring KPK.

Menurut Asep, tim Direktorat LHKPN pada kedeputian tersebut menemukan kejanggalan informasi dan data yang dilaporkan dalam LHKPN Eko Darmanto.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved