Kasus Korupsi Sahat Tua Simanjuntak

BREAKING NEWS Sahat Tua Simanjuntak Sesegukan di Ruang Sidang Pengadilan Tipikor Surabaya, Minta Ini

Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif, Sahat Tua Simanjuntak sesegukan saat menjalani sidang lanjutan kasus korupsi dana hibah agenda pemeriksaan terdakwa

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Luhur Pambudi
Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif, Sahat Tua P Simanjuntak terdakwa kasus korupsi dana hibah pokok pikiran (Pokir) APBD Pemprov Jatim, sesenggukan nyaris menangis saat menjalani sidang lanjutan agenda pemeriksaan terdakwa, di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (29/8/2023). 

Terdakwa Rusdi mengungkapkan, dirinya memiliki tiga orang anak. Anak pertama, telah memasukki masa SMA. Anak kedua, telah memasuki masa SMP, namun sementara ini, dititipkan ke ponpes. Anak ketiga, masih memasuki masa TK.

Selama ini, ia menghidupi ketiga anak dan istrinya dari gaji sekaligus ceperan sebagai staf kantor kesekretariatan ruang faksi DPRD Jatim. Kalau ditotal, dalam kurun waktu sebulan, dirinya bisa dapat uang yang cukup memenuhi kebutuhan keluarga sekitar tiga juta rupiah.

"Dari ruang ruang sekitar 3 juta, gaji saya. Iya untuk semua kebutuhan keluarga. Biasanya juga dapat tambahan dari ceperan uang rokok dan beli makan (anggota dewan). Semua tinggal di Surabaya," jawab terdakwa Rusdi.

Sementara itu, terdakwa Sahat mengaku, dirinya memiliki seorang istri dan seorang anak semata wayang yang sedang berkuliah hukum di salah satu kampus Kota Surabaya.

Mengenai tanggungan hidup. Sahat mengaku, dirinya masih harus menanggung dan membiayai hidup dua orang adiknya yang belum berkeluarga.

"Istri saya sudah pensiun dulu kerja di perbankan. Saya masih punya tanggungan keluarga. Saya masih punya 2 adik yang belum menikah. Tidak ada usaha-usaha lain," pungkas Sahat, menjawab pertanyaan majelis hakim.

Sementara itu, JPU KPK Arif Suhermanto mengatakan, ekspresi emosional; menangis yang muncul dari terdakwa Sahat, dihadapan para majelis hakim, tidak akan merubah materi pelanggaran tindak pidana yang telah didakwakan.

Pasalnya, pembuktian atas ada dan tidak adanya pelanggaran pidana, tidak dapat disandarkan pada ragam bentuk ekspresi emosional terdakwa selama menjalani persidangan.

"Dalam konteks hukum adalah menguji kebenaran material entah itu menangis atau dengan tidak menangis karena itu adalah persoalan yang lain. Apakah itu menyesal atau tidak Itu persoalan lain dan itu adalah jenis kewenangan Hakim. Tetapi untuk pembuktian perbuatan pidananya itu tidak bergantung pada hal seperti itu," ujar Arif seusai sidang.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved