Kasus Korupsi Sahat Tua Simanjuntak

Kesaksian Kepala BPKAD Jatim dalam Sidang Korupsi Sahat Simanjuntak : Semua Proposal Diunggah Online

Kepala BPKAD Aris Mukiyono juga menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi dana hibah APBD Pemprov Jatim

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Titis Jati Permata
tribun jatim/luhur pambudi
Kepala BPKAD Aris Mukiyono di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (25/7/2023). 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Kepala BPKAD Aris Mukiyono juga menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi dana hibah APBD Pemprov Jatim, yang melibatkan terdakwa Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif Sahat Tua P Simanjuntak, di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (25/7/2023).

Aris dimintai kesaksiannya oleh Majelis Hakim Sidang, Dewa Suardita, setelah Kepala Bapenda Jatim Bobby Soemiarsono, selama hampir 1,5 jam menyampaikan kesaksian terkait kasus tersebut.

Kepada pihak JPU, Aris menyampaikan runtutan proses pencairan anggaran program kerja masing-masing OPD Pemprov Jatim, tak terkecuali soal dana hibah yang diperkarakan.

Sebelum dana dicairkan, semua OPD wajib membuat surat perintah pencairan biaya, berbentuk proposal yang dilengkapi sejumlah berkas penting seperti SK Gubernur Jatim hingga KTP.

Semua berkas tersebut harus disetorkan secara online berbentuk data perangkat lunak untuk diunggah dalam Penatausahaan Perbendaharaan Online (Sippol) yang dikelola oleh BPKAD Jatim.

Semua data anggaran yang diunggah oleh pihak OPD, merupakan tanggung jawab pihak OPD yang bersangkutan.

"Persyaratannya, setiap dinas harus membuat surat permintaan biaya. Di situ ada proposal, SK Gub, KTP semua diupload di Penatausahaan Perbendaharaan Online (Sippol). Setelah semuanya di-upload, maka akan ada jawaban, semua administrasi yang diserahkan melalui Sippol itu, adalah benar adanya. Tanggung jawab OPD-nya. Yang tanda tangan bisa PA, atau KPA dinas di OPD terkait," ujarnya.

Biasanya, lanjut Aris, anak buahnya hanya melakukan pengecekan standar pada SK dan nama proposal.

Manakala terdapat kekeliruan. Maka pihak BPKAD Jatim akan memberikan informasi revisi kepada pihak OPD yang bersangkutan.

"Tidak. Biasanya teman teman di lapangan melihat antara SK dengan nama. Kemudian misal, melihat, ini pagu sudah dipakai tidak. Memberikan informasi kalau ini salah, maka disampaikan pada OPD kalau ini salah," terangnya.

Baca juga: BREAKING NEWS Kepala BPKAD dan Bapenda Jatim Jadi Saksi Kasus Korupsi Sahat Tua Simanjuntak

Meskipun sistem berbasis online tersebut dikelola oleh pihak BPKAD Jatim,. Aris menegaskan, pihaknya tidak dapat melakukan intervensi apalagi manipulasi data anggaran milik OPD yang telah diunggah dalam sistem tersebut.

"Tidak. Karena berkas dari OPD jika telah masukkan syarat, kemudian ada pernyataan pejabat, terverifikasi benar, sudah," katanya.

Setelah berkelebatannya kasus tersebut. Ari menegaskan, pihaknya sama sekali tidak mengetahui adanya ketidaksesuaian antara bagan anggaran dengan nilai uang yang direalisasikan.

Dan semua silang-sengkarut tersebut; perbedaan data dan nilai anggaran yang cari, merupakan kewenangan dan tanggung jawab pihak OPD.

"Tidak. Harusnya, menurut pemahaman kami, OPD pengampu yang mengetahui itu. Melakukan evaluasi. Bukan BPKAD," jelasnya.

Termasuk mengenai kasus dana hibah. Setelah OTT KPK tersebut, pihaknya tidak melakukan adanya evaluasi apapun kepada pihak OPD lainnya.

"Kami enggak tahu karena itu fungsinya OPD. BPKAD tidak dilibatkan memeriksa kegiatan, salah satunya Hibah. Karena bukan fungsinya BPKAD," pungkasnya.

Sekadar diketahui, Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif Sahat Tua P Simandjuntak diduga menerima uang senilai Rp39,5 Miliar, sehingga didakwa dua pasal berlapis dalam kasus korupsi dana hibah APBD Pemerintah Provinsi Jatim.

JPU KPK Arif Suhermanto menyebutkan, Sahat terbukti telah menerima suap dana hibah dari dua terdakwa sebelumnya yaitu Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi selaku pengelola kelompok masyarakat (pokmas) tahun anggaran 2020-2022

Dakwaan pasal Sahat, pertama terkait tindak korupsi, kolusi dan nepotisme dalam Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dakwaan kedua terkait suap, Pasal 11 Jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Kemudian, dikutip dari Kompas.com, dua terdakwa kasus penyuapan pimpinan DPRD Jatim Sahat Tua Simandjuntak, Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng, telah divonis dua tahun enam bulan penjara oleh hakim Pengadilan Tipikor Surabaya.

Dalam amar putusan yang dibacakan Hakim Ketua Tongani, terbukti menyuap pimpinan dewan terkait dengan dana hibah.

Kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Hal yang memberatkan vonis terhadap keduanya. Yakni, tidak mendukung upaya pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi. Namun, ada hal yang meringankan vonis keduanya, yakni menjadi pelaku yang berkerja sama dalam pengungkapan tindak pidana korupsi.

BACA BERITA SURYA.CO.ID DI GOOGLE NEWS LAINNYA

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved