Berita Pamekasan

300 Koperasi di Pamekasan Sudah Mati, LP3M Soroti Penghargaan Pembina Koperasi Terbaik Untuk Bupati

Jika bupati sebagai tokoh pembina koperasi terbaik, dari sisi mana? Apa indikatornya untuk menentukan dapat penghargaan tersebut?

Penulis: Muchsin | Editor: Deddy Humana
surya/muchsin
Setiap hari, sejak sore hingga malam hari, di sekitar area monumen Arek Lancor, Pamekasan penuh dengan PKL. Kondisi ini sering dikeluhkan pengendara bermotor yang melintas di lokasi itu karena membuat macet. 

SURYA.CO.ID, PAMEKASAN – Penghargaan yang diterima Bupati Pamekasan, Baddrut Tamam, sebagai pembina koperasi terbaik dari Dewan Koperasi Nasional (Dekopin) RI beberapa waktu lalu mendapat sorotan. Pemerhati sosial di Pamekasan menilai penghargaan itu terlihat kontradiktif dengan kondisi di lapangan.

Ketua Lembaga Pusat Penelitian dan Pengembangan Madura (LP3M), Suroso mengatakan, pihaknya kaget ketika mendengar Bupati Pamekasan yang mendapat penghargaan.

“Jika bupati sebagai tokoh pembina koperasi terbaik, dari sisi mana? Apa indikatornya untuk menentukan dapat penghargaan tersebut? Sebelum diberi penghargaan, apa sudah ada tim yang mengecek langsung ke lapangan dan disesuaikan dengan indikator yang ditentukan pemberi penghargaan itu,” kata Suroso kepada SURYA, Minggu (16/7/2023).

Suroso yang mengaku sebagai perintis Klinik Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM) di Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jatim, sekaligus mantan Ketua Klinik UMKM Jatim, menyatakan, selama ini bupati dikenal sebagai bupati hebat. Peraih banyak penghargaan di berbagai bidang. Tetapi penghargaan yang diterima beberapa hari lalu itu, tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

Mantan Ketua Asosiasi Business Development Services (ABDS) Provinsi Jatim itu menjelaskan, keberadaan koperasi di Pamekasan malah miris. Pada awal Januari 2023 saja, hampir 300 koperasi di Pamekasan non aktif alias mati dan menanggung banyak utang.

Begitu juga kondisi sentra PKL Food Colony di Jalan Kesehatan yang diresmikan bupati pada Februari 2023, sampai sekarang sebagian besar kios kosong tidak ditempati. Padahal PKL yang akan menempati lokasi itu disediakan untuk 200 PKL.

Namun PKL tidak mau menempati kios-kios yang sudah ada karena dinilai lebih cocok untuk berjualan jual ikan dan desainnya kurang pas untuk PKL. Akibatnya, sebagian PKL memilih kembali berjualan di jalanan.

Kemudian Suroso, mencontohkan, jalan protokol di kota Pamekasan, terutama di area Taman Arek Lancor yang penuh dengan PKL dan mirip pasar. Begitu juga dengan Warung Milik Rakyat (Wamira) yang bertebaran di sejumlah kecamatan di Pamekasan, ternyata banyak yang tutup.

“Bisa jadi nanti, Food Colony dan Wamira yang sudah tutup akan menjadi monumen alias jadi museum. Nah dengan kondisi ini, artinya tidak mampu dan gagal dalam membina koperasi dan menata PKL di Pamekasan dengan baik," kata Suroso.

"Kami menghendaki agar pembangunan sentra PKL Food Colony itu diaudit. Bagaimana desainnya, lalu peruntukannya,” tambah mantan Konsultan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemprov Jatim selama 13 tahun itu.

Ditambahkan, pada 2022 lalu penataan PKL ini sudah dibentuk dengan melibatkan beberapa instansi dan dinas koperasi dan UMKM Pamekasan sebagai Sekretaris dari tim tersebut.

Begitu juga Suroso dan UNIRA berada di dalamnya, hingga terbit surat keputusan (SK). Hanya saja, sejak dibentuknya tim penataan PKL hingga saat ini belum pernah mengadakan pertemuan dan tidak ada kegiatan.

“Kan jadi aneh, sekarang tiba-tiba bupati mendapat penghargaan. Seandainya proses pengajuan untuk mendapatkan penghargaan itu dilakukan Dinas Koperasi dan UKM dan Badan lain, sungguh kasihan. Karena sudah membuat malu bupati,” imbuh Suroso. *****

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved