Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal

ALASAN Hakim Tak Vonis Bebas Bharada E tapi 1,5 Tahun Penjara, Bisakah Richard Kembali ke Polri?

Terungkap alasan majelis hakim tidak memberikan vonis bebas terhadap Bharada E (Richard Eliezer Pudihang Lumiu) di perkara pembunuhan Brigadir J. 

Editor: Musahadah
youtube kompas TV
Bharada E menangis seusai divonis 1 tahun 6 bulan dalam perkara pembunuhan Brigadir J di PN Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023). 

Menurutnya. Bharada E berkeinginan untuk kembali ke Polri. 

"Dia bangga menjadi anggota brimob, Icad tulang punggung keluarga.

Harapan kami icad kembali menjadi anggota polri," katanya. 

Hal serupa juga diungkapkan Edwin Partogi, Wakil Ketua LPSK.

Namun, apakah Bharada E bisa kembali ke Polri, Edwin tidak mengetahuinya.   

"Silakan tanyakan ke Polri. kita sepenuhnya serahkan ke polri," kata Edwin dikutip dari tayangan CNN. 

Visum ke-2 Tak Dipertimbangkan

Bharada E mendengar vonis dari majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (15/2/2023).
Bharada E mendengar vonis dari majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (15/2/2023). (kolase kompas TV)

Terkait bukti surat visum et repertum pemeriksaan jenazah Brigadir J, majelis hakim menguraikan ada dua bukti surat yang diajukan di persidangan, yakni surat tertanggal 14 Juli 2022 yang ditandatangani dr Farah dari RS Bhayangkara Psdokkes Polri serta hasil otopsi ulang yang dilakukan pada 27 Juli 2022. 

Dari visum tertanggal 14 Juli 2022 itu menyebutkan ada 7 peluru masuk dan 6 peluru keluar yang ditemukan dari jenazah Brigadir J. 

Sementara hasil visu kedua menyebutkan ada 5 luka tembak masuk dan 4 luka tembak keluar. 

Visum yang dilakukan dr Farah dkk dilakukan langsung setelah kejadian pada tanggal 8 Juli 2022 malam sampai selesai.

Sementara visum kedua dilakukan setelah 17 hari jenazah diawetkan. 

Hakim lalu merujuk pada keterangan dokter Ade Firmansyah yang menyebutkan pemeriksaan yang sudah dilakukan beberapa hari setelah meninggal lebih sulit daripada yang awal dan kondisi jenazah sudah berubah. 

Karena itu, majelis hakim mengesampingkan keterangan ahli hasil ekshumasi.

"Visum et repertum tanggal 14 Juli 2022 yang ditandatangani Dokter Farah P Karouw yang menyebutkan adanya 7 peluru masuk dan 6 peluru keluar, dijadikan dasar pertimbangan dalam perkara ini," kata hakim majelis hakim Alimin Ribut Sujono saat menguraikan pertimbangan putusan. 

Barang Bukti Peluru Milik Ferdy Sambo 

Majelis hakim juga mengurai terkait barang bukti senjata yang digunakan untuk menembak Brigadir J. 

Dikatakan, barang bukti perkara ini berupa 10 selongsong peluru, dua diantaranya dari senjata HS dan 8 lainnya dari senjata glock. 

Menurut hakim, keterangan ahli balistik Arif Sumirat yang menyebut bahwa 8 selongsong peluru itu milik BHarada E adalah tidak benar. 

Hal ini dilandasi fakta bahwa senjata Glock 17 hanya berisikan 17 peluru. Dan setelah dicek ternyata dalam senjata Bharada E masih ada sisa 12 peluru. 

Itu artinya maksimal peluru yang ditembakkan Bharada E hanya lima peluru, yang berarti ada 3 selongsong peluru yang bukan berasal dari dsenjata glock milik Bharada E. 

Lalu milik siapa 3 peluru dari senjara glock 17? 

Diterangan hakim Alimin, bertitik tolak dari keterangan Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf bahwa di lokasi hanya ada dua orang yang menembak yakni BHarada E dan Ferdy Sambo, akhirnya hakim bisa menyimpulkan.

"Disimpulkan ada 2 tembakan yang dilakukan Ferdy Sambo ke tubuh Yosua," katanya. 

Selain itu, mengingat skenario yang dibuat Ferdy Sambo adalah tembak menembak, maka tidak mungkin suami Putri Candrawathi itu menembakkan senjata HS milik Yosua. 

Hakim kemudian mengungkap adanya barang bukti lain berupa satu pucuk senjata glock 17 warna hitam milik Ferdy Sambo yang disita dari rumah Saguling berdasarkan surat penetapan PN Jakarta Selatan yaitu surat penyitaan penggeledahan tanggal 9 Agustus 2022.

Hal ini juga merujuk pada keterangans aksi Rifaizal Samuel yang melihat ada senjata di pinggang Ferdy Sambo saat melakukan olah TKP. 

Ini selaras dengan keterangan Bharada E yang melihat Ferdy Sambo menembak menggunakan senjata glock warna hitam. 

Perintah Hajar Tak Selaras

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo menjalani sidang di ruang sidang PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (13/2/2023). Ketua Majelis Hakim Wahyu Imam Santoso memvonis mantan Kadiv Propam tersebut hukuman mati karena terbukti sebagai dalang pembunuhan berencana Brigadir J.
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo menjalani sidang di ruang sidang PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (13/2/2023). Ketua Majelis Hakim Wahyu Imam Santoso memvonis mantan Kadiv Propam tersebut hukuman mati karena terbukti sebagai dalang pembunuhan berencana Brigadir J. (Tribunnews/Jeprima)

Hakim juga mempertimbangkan kesaksian Ferdy Sambo yang menyangkal memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J, melainkan hanya memintanya menghajar.

Menurut hakim, hal itu tidak selaras dengan apa yang dikatakan Ferdy Sambo di rumah Saguling baik kepada Bripka RIcky Rizal maupun ke Bharada E. 

Kepada Bripka Ricky, Ferdy Sambo meminta dia untuk memback up jika BRigadir J melawannya. 

Sedangkan kepada Bharada E, Ferdy Sambo memerintahkan untuk menembak mati Brigadir J dengan mengatakan: Memang harus dikasih mati anak ini, kamu yang tembak, maka saya jagain kamu, kalau saya yang tembak, gak ada yang jaga kita"

Lalu, berkaitan dengan pernyataan Ferdy Sambo yang mengaku tidak menembak Brigadir J, haim kembali merujuk pada hasil visum dikaitkan dengan jumlah peluru yang menjadi barang bukti. 

"Berkaitan dengan visum et repertum yang mengatakan adanya 7 peluru masuk dan 6 peluru keluar, sementara senjata glock milik terdakwa berisi 17 peluru, ditembakkan ada 5 peluru. Oleh karena itu, yang jadi 2 peluru ditembakkan oleh siapa? Di pertimbangan sebelumnya tembakan tidak lain dan tidak bukan, dilakukan oleh Ferdy Sambo," tegas hakim. 

>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved