Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal
BIODATA Mantan Hakim Asep Iwan Iriawan yang Tantang Jaksa Agung ST Burhanuddin Debat Soal JC Eliezer
Asep Iwan Iriawan, pakar hukum pidana sekaligus mantan hakim menantang jaksa agung ST Burhanuddin debat terbuka.
Sebelumnya, ia juga telah mengirim dua terdakwa sejenis untuk dihadapkan ke depan regu tembak.
Mereka adalah Nar Bahadur Tamang dan Bala Tamang, dua lelaki berkebangsaan Nepal yang dicokok aparat dengan 1.750 gram heroin di tangan.
Sikap tanpa kompromi ini bukannya tanpa pertimbangan. Menurut alumni Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, ini, majelis telah memikirkannya masak-masak.
"Karena kesalahannya berat, hukumannya juga harus berat. Hukuman maksimal yang bisa dijatuhkan adalah hukuman mati. Karena itu, kami menjatuhkan hukuman mati sesuai dengan kehendak masyarakat yang ingin para pengedar narkotik dihukum seberat-beratnya," katanya, dikutip dari Tempo.
Tak lama setelah vonis fenomenalnya itu, pada tahun 2000, ia ditarik masuk Jakarta menjadi hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sekaligus di pengadilan niaga.
Di PN Jakarta Pusat, setidaknya dia menyidangkan dua kasus besar, yakni dugaan korupsi Cessie Bank Bali yang melibatkan mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Sjahril Sabirin.
Sjahril divonis tiga tahun penjara.
Kasus besar lain adalah Hendra Rahardja yang terlibat dalam dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Bank Harapan Sentosa (BHS) senilai Rp 305 miliar. Kakak kandung buron Edi Tansil itu pun divonis seumur hidup.
Tahun 2006, Asep mengambil keputusan penting, dia mundur dari profesi hakim yang telah digeluti belasan tahun.
Saat itu dia menjabat sebagai wakil ketua Pengadilan Negeri Pemalang, Jateng.
Sebagai hakim, prestasi pria kelahiran Bandung itu juga terbilang gemilang. Sebab, jabatan itu diraih saat usianya masih terbilang muda, yakni 44 tahun. Hakim-hakim lain biasanya meraih posisi itu pada usia sekitar 50 tahun.
Namun, karena tak kerasan dengan lingkungan peradilan yang disebutnya selalu bertentangan dengan hati nurani, Asep memutuskan keluar.
Asep memilih jalan hidupnya sendiri dengan mengajar di berbagai universitas swasta di Jakarta dan Bandung.
Dari Senin hingga Kamis, Asep mengajar di Universitas Trisakti, Jakarta.
Pada akhir pekan dia harus ke Bandung. Di sana dia mengajar di beberapa universitas. Selain Universitas Parahyangan dan Universitas Padjajaran, dia mengajar di Unikom dan beberapa universitas swasta lain.
Di situs mappifhui.org, Asep juga menjadi dewan pakar Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia. (berbagai sumber)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.