Kudeta di Myanmar

Militer Myanmar Makin Brutal, Tembaki Demonstran, 249 Orang Tewas, Duduki Gereja, Sekolah dan Rumah

Kebrutalan junta militer Myanmar terhadap rakyat yang melakukan demonstrasi menjadi-jadi, hingga kini sudah ada 249 orang tewas, terbaru ada 2 korban.

Editor: Iksan Fauzi
AFP PHOTO/STR
Para pengunjuk rasa memegang perisai buatan sendiri saat mereka berlari selama demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon pada Tabu (3/3/2021). 

SURYA.co.id| YANGON - Kebrutalan junta militer Myanmar terhadap rakyat yang melakukan demonstrasi menjadi-jadi, hingga kini sudah ada 249 orang tewas. 

Militer Myanmar juga dikabarkan telah menduduki tempat-tempat orang sipil, yakni rumah penduduk, gereja dan sekolah-sekolah. 

Sejak kudeta Myanmar terjadi pada 1 Pebruari 2021 oleh junta militer terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi, aksi demonstrasi terus menerus dilakukan.

Kudeta Myanmar tersebut mengakhiri reformasi demokrasi yang terjadi di negara itu sejak 10 tahun lalu.  

Baca juga: Ratusan Polisi Membelot Lawan Junta Militer Myanmar, Komandannya Bingung, Pilih Gabung Demonstran

Baca juga: Junta Militer Myanmar Gerebek Kantor Media, 35 Jurnalis Ditangkap, Media: Ini Suram, Ini Mengerikan

Para pengunjuk rasa berlari setelah gas air mata ditembakkan oleh polisi yang mencoba membubarkan mereka selama demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar, Minggu (28/2/2021). Sedikitnya 18 orang tewas dan 30 lainnya terluka dalam aksi demonstrasi di Myanmar pada 28 Februari, serta disebut sebagai hari paling berdarah dalam serentetan aksi protes menentang kudeta militer. Foto kanan : Warga mengikuti aksi protes menolak kudeta militer di Yangon, Myanmar, Selasa (2/3/2021). Gambar diambil dari balik jendela.
Para pengunjuk rasa berlari setelah gas air mata ditembakkan oleh polisi yang mencoba membubarkan mereka selama demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar, Minggu (28/2/2021). Sedikitnya 18 orang tewas dan 30 lainnya terluka dalam aksi demonstrasi di Myanmar pada 28 Februari, serta disebut sebagai hari paling berdarah dalam serentetan aksi protes menentang kudeta militer. Foto kanan : Warga mengikuti aksi protes menolak kudeta militer di Yangon, Myanmar, Selasa (2/3/2021). Gambar diambil dari balik jendela. (Kolase AFP/SAI AUNG MAIN/ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/WSJ/djo/)

Korban terus berjatuhan

Pada Minggu (21/3/2021), dua demonstran tewas ditembak polisi Myanmar.

Seperti dilansir Reuters, Senin (22/3/2021), satu orang ditembak mati dan beberapa terluka ketika polisi menembaki kelompok yang membuat barikade di kota pusat Monywa.

Seorang dokter di sana, hal itu terjadi ketika kelompok masyarakat mengeluarkan seruan di Facebook untuk donor darah.

Baca juga: Dooorr ! ! Oknum TNI Tembak Leher Driver Taksi Online lalu Dibuang di Perkebunan Sawit, Ini Motifnya

Kemudian, satu orang tewas dan beberapa terluka ketika pasukan keamanan menembaki kerumunan di kota kedua Mandalay, portal berita ‘Myanmar Now’ melaporkan.

Setidaknya 249 orang sekarang telah terbunuh sejak kudeta, menurut tokoh-tokoh dari Kelompok Aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.

Myanmar telah mengalami kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintahan terpilih yang dipimpin oleh penerima nobel perdamaian Aung San Suu Kyi pada 1 Februari lalu, mengakhiri 10 tahun reformasi demokrasi.

Tindakan brutal penuh kekerasan aparat keamanan itu telah memaksa banyak warga untuk memikirkan cara-cara baru untuk menyatakan penolakan mereka terhadap kembalinya militer ke pemerintahan sipil.

Baca juga: KLB Kubu Moeldoko Disahkan? Pengamat Soroti Wewenang Jabatan SBY Dinilai Langgar UU Partai Politik

Pengunjuk rasa di sekitar 20 tempat di seluruh Myanmar menggelar aksi protes menyalakan lilin pada malam hari selama akhir pekan, dari kota utama Yangon hingga komunitas kecil di Negara Bagian Kachin di utara, kota Hakha di barat dan kota paling selatan Kawthaung, menurut sejumlah laporan di media sosial.

Polisi Myanmar berusaha membubarkan demonstran penentang kudeta
Polisi Myanmar berusaha membubarkan demonstran penentang kudeta (kontan.co.id/reuters)

Ratusan orang di kota kedua Mandalay, termasuk banyak tenaga medis dengan mantel putih, berbaris dalam "aksi protes Fajar" sebelum matahari terbit pada hari Minggu, video yang diposting kantor berita Mizzima menunjukkan.

Para demonstran di beberapa tempat bergabung dengan para biksu Buddha yang menyalakan lilin, sementara beberapa orang membentuk lilin dengan simbol aksi protes tiga jari.

"Sniper, sniper," teriakan orang dalam video yang tersebar, tak lama setelah seorang pria ditembak di kepala dan lebih banyak lagi tembakan mendesing.

Juru bicara junta tidak bersedia untuk berkomentar tetapi sebelumnya mengatakan pasukan keamanan hanya akan menggunakan kekuatan penuh, bila perlu.

Media negara mengatakan pada hari Minggu bahwa pria dengan sepeda motor menyerang anggota pasukan keamanan yang kemudian meninggal.

Militer mengatakan dua polisi tewas dalam protes sebelumnya.

Militer balas dendam, rakyat mengungsi

Panglima AD Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing.
Panglima AD Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing. (TRIBUNNEWS.com/AFP)

Sementara itu, lebih dari 1.500 warga tiga desa di Negara Bagian Shan, Myanmar, mengungsi setelah militer berniat balas dendam buntut tewasnya empat teman mereka.

Awalnya, junta militer menyatakan mereka kehilangan kontak dengan empat prajurit pada Sabtu waktu setempat (20/3/2021).

Saat itu empat tentara, termasuk dua perwira, ditugaskan ke Kota Pekon mengurus masalah administratif ketika mereka diadang massa.

Junta kemudian berujar, mereka menemukan empat tentara itu tewas dalam keadaan terikat di lubang dekat desa Leihton.

Selain itu, kendaraan mereka juga dibakar.

Sebanyak empat warga desa ditangkap dengan empat lainnya diinterogasi.

Militer Myanmar lalu menyuarakan ancaman balas dendam terhadap pelaku yang sudah menewaskan teman mereka.

Sumber setempat mengungkapkan, sejak 17 Maret junta sudah menduduki desa yang berada di Negara Bagian Shan.

Dilansir The Irrawaddy Minggu (21/3/2021), pasukan menembaki demonstran yang menentang penempatan mereka dengan gas air mata, peluru karet, dan peluru tajam.

Tatmadaw, julukan junta, juga menduduki gereja, sekolah, dan rumah untuk mengakomodasi pasukan mereka.

Menyebabkan banyak warga mengungsi.

Ko Khun Myo Hlaing Win, anggota anti-rezim dari Negara Bagian Kayah menceritakan perlakuan bruta militer ke sipil.

Tokoh yang sempat ditahan itu mengatakan, korban disiksa hingga tuli atau tidak sadar selama proses interogasi.

Karena itu, lebih dari 1.500 warga di desa Leihton, Wari Taung Chay, dan Saungkan memutuskan melarikan diri agar tak ditangkap.

"Militer harus segera meninggalkan desa sehingga warga bisa segera kembali ke rumahnya," tegas Ko.

Di Depayin, Region Sagaing, ribuan warga di lima desa juga mengungsi setelah junta datang buntut tewasnya dua polisi pada 17 Maret.

Ribuan orang turun ke jalan sejak 1 Februari, setelah Tatmadaw melakukan kudeta pemerintahan Aung San Suu Kyi.

Ratusan warga sipil sejak itu diberitakan tewas, dengan polisi dituding bertindak brutal kepada demonstran. (Komps.com/Tribunnews.com/Reuters)

Baca berita lainnya terkait Kudeta di Myanmar Menyebabkan Puluhan Rakyat Tewas 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved