Eksklusif Berebut Ranjang Pasien
News Analysis : Perbaiki Sistem dan Standarkan RS
Setelah BPJS berlaku, antrean semakin parah. Jumlah peserta sangat besar. Sebab, peserta Jamkesmas dan Jamkesda dialihkan ke sini.
SURYA.co.id | SURABAYA - Layanan BPJS kesehatan yang timpang sebenarnya sudah bisa diprediksi sejak awal program ini dijalankan.
Kelemahan ada pada sistem layanan yang tidak sempurna. Di sisi lain, infrastruktur pendukung sistem tidak sepenuhnya siap.
Jika sistem tidak dibenahi, dampaknya bukan hanya berupa layanan yang tidak maksimal.
Lebih dari itu, BPJS sendiri bisa gulung tikar, bangkrut karena besarnya klaim yang harus ditanggung.
Berdasarkan data yang saya miliki, pada 2014, dana yang terkumpul dari peserta BPJS kelompok PBI (penerima bantuan iuran) ada Rp 198,9 triliun. Ditambah peserta non-PBI sebesar Rp 20 triliun.
Baru pertengahan Juli 2014 saja, ternyata klaim sudah melebihi ambang batas. Lebih dari 90 persen dana BPJS secara nasional terpakai.
Masuk bulan Oktober, klaim sudah mencapai 105 persen atau kelebihan 5 persen.
Artinya, neraca defisit karena uang itu habis untuk meng-cover sekitar 126 juta jiwa. Itu data sampai akhir Desember lalu.
Soal infrastruktur pendukung, masalah utama muncul karena belum adanya fasilitas yang terstandar.
Misalnya, rumah sakit kelas C di Jakarta atau Surabaya apakah sama dengan rumah sakit kelas yang sama di Aceh dan Jayapura?
Apakah rumah sakit-rumah sakit di kota-kota besar sama dengan di kabupaten kecil?
Begitu juga dengan puskesmas. Apakah puskesmas kita sudah terstandardisasi?
Saya tahu di Surabaya puskesmasnya bagus. Ada dokter spesialis kandungan dan gigi.
Bahkan layananannya mendekati klinik. Tetapi, bagaimana di kabupaten sekitar Surabaya? Apakah di kabupaten itu puskesmasnya sama dengan di Surabaya?
Setahu saya, puskesmas di desa-desa hanya diisi dokter umum dan itupun tidak setiap hari. Petugas medis yang rutin malah sekelas mantri saja.