Lipsus Menguji Klaim Tembakan Polisi
Melangkah Teguh di Tengah Arus Cibiran Masyarakat
Tekad Farida melanjutkan pendampingan hukum bertambah kuat setelah mengetahui DS, ternyata ditembak kakinya.
SURYA Online, GRESIK - Perempuan berjilbab itu tetap bersikukuh menemani remaja pembunuh dan pemerkosa.
Padahal masyarakat dan orang-orang dekat mencibirnya. Ia bilang, prinsip dan kemanusiaan yang tidak boleh mati oleh peluru.
Perempuan berjilbab itu berjalan cepat menuju ruang sidang utama PN Gresik.
Tepat di depan pintu ruang, ia berhenti sejenak dan bertegur sapa dengan beberapa polisi yang sedang berjaga.
Senin (10/11/2014) pagi itu, Faridatul Bahiya, nama perempuan itu, datang ke pengadilan untuk mendampingi DS, remaja 17 tahun yang diadili karena memperkosa dan membunuh dua siswi madrasah tsanawiyah (MTs/setingkat SMP).
Kejahatan bukan saja membuat DS berhadapan dengan hukum, tapi juga menghadapi sanksi sosial.
Mayoritas masyarakat Gresik mencaci maki dan mencemoohnya. Perilaku DS dianggap jauh meninggalkan perikemanusiaan.
Terlalu biadab untuk ukuran seorang remaja dan hidup di dearah berlabel Kota Berhias Iman.
Caci maki itu pula yang kemudian mengalir deras pada Farida, penasihat hukum yang mendampingi hukum DS.
Tapi Farida tidak mau membatalkan keputusannya. Mendampingi DS, meski arus besar masyarakat menganggap DS tidak pantas dibela.
“Saya sadar dengan resiko apa yang menjadi pilihan saya. Tapi saya harus tetap maju. Ada faktor kemanusiaan yang harus dibela,” kata perempuan dua anak itu.
Bagi Farida, perbuatan pidana DS memang tidak bisa diampuni. Sama dengan arus besar pandangan masyarakat, DS harus mendapat hukuman setimpal.
Bedanya dengan arus pandangan umum, Farida punya garis tegas. Hukuman tidak boleh diterapkan dengan cara melanggar prinsip hukum.
Ada hak-hak tersangka atau terpidana yang tidak boleh dtindas. Apalagi DS masih anak-anak.