Koperasi Merah Putih dan Asta Cita

Bentuk CooSAE Jadi Induk Koperasi Merah Putih, Pemkot Batu: Bikin Ekosistem Pertanian Terintegrasi

Pemkot Batu membentuk CooSAE atau Cooperative Smart Agriculture Ecosystem untuk menjadi induk seluruh Koperasi Merah Putih.

Penulis: Dya Ayu | Editor: irwan sy
Pemkot Batu
PANEN KENTANG - Wali Kota Batu saat panen kentang bersama petani di Jurang Kuali Desa Sumber Brantas Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Kentang hasil dari Desa Sumber Brantas menjadi salah satu produk yang dipasarkan CooSAE. 

Ringkasan Berita:
  • Pemkot Batu bentuk CooSAE (Cooperative Smart Agriculture Ecosystem) sebagai induk Koperasi Merah Putih di Kota Batu.
  • CooSAE menerapkan "demand-driven supply chain" dan "shared service" oleh CooSAE.
  • Usaha ditentukan berbasis potensi wilayah dan kebutuhan pasar regional (cth: suplai sayur/buah ke Kalimantan Timur). Produk unggulan: sayur, buah, dan olahan, omzet agregat mencapai Rp 1,5–2 M/bulan.
  • Kendala utama sinkronisasi manajemen antar-koperasi anggota.

 

SURYA.co.id | BATU - Pemerintah Kota Batu membentuk CooSAE atau Cooperative Smart Agriculture Ecosystem.

CooSAE menjadi induk seluruh Koperasi Merah Putih yang ada di 24 desa/kelurahan di Kota Batu untuk menciptakan ekosistem pertanian terintegrasi dengan menghubungkan petani, pengolah, pemasar, dan mitra pendukung lainnya.

Baca juga: Kelurahan Polagan Jadi Contoh Koperasi Merah Putih di Sampang Madura, Fokus Fasilitasi Petani Garam

Tujuannya untuk memberdayakan petani, meningkatkan produktivitas dan kualitas produk, serta membangun rantai nilai pertanian yang modern, efisien dan berkelanjutan. 

CEO CooSAE, Rakhmad Hardiyanto, mengatakan strategi dalam mengelola CooSAE sebagai induk koperasi di Kota Batu yakni berangkat dari konsep demand-driven supply chain.

“Kami membangun usaha koperasi bukan dari sisi produksi dulu, tetapi dari kebutuhan pasar. Dengan begitu setiap kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh Kopdes maupun Kophan anggota CooSAE memiliki kepastian pasar. Kami juga menerapkan model shared service, di mana CooSAE menjadi pusat layanan bersama mulai dari pembiayaan, logistik, digital marketing, hingga pencatatan keuangan,” kata Rakhmad Hardiyanto, Sabtu (1/11/2025).

Dengan sistem ini menurut Hardi, anggota koperasi bisa fokus di sektor hulu seperti budidaya dan produksi, sementara CooSAE membantu di hilir, termasuk dalam distribusi ke konsumen modern dan grosir antar daerah.

“Dampak positifnya anggota koperasi lebih efisien, memiliki jaminan penyerapan hasil, dan masyarakat sekitar pun mendapat peluang kerja dan usaha baru,” ujarnya.

Sedangkan terkait usaha yang ditentukan untuk masing-masing Koperasi Merah Putih di Desa dan Kelurahan,

Hardi menjelaskan hal itu ditentukan berdasarkan pendekatan berbasis potensi wilayah dan rantai nilai.

Masing-masing desa/kelurahan dipetakan komoditas unggulannya, baik hortikultura, peternakan, maupun olahan pangan. Setelah itu nantinya disandingkan dengan kebutuhan pasar regional.

“Misalnya permintaan dari Kalimantan Timur yang sudah menjadi mitra tetap kami. Selain itu, kami juga mempertimbangkan kesiapan SDM, ketersediaan lahan dan infrastruktur lokal. Dari situ, muncul peta usaha unggulan tiap koperasi anggota yang saling melengkapi dalam ekosistem CooSAE,” jelasnya.

Produk Pertanian Jadi Unggulan

Sejauh ini menurut Hardi, usaha Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) naungan CooSAE yang menjadi unggulan dan telah berjalan di antaranya sayuran segar seperti kubis, wortel, kentang, dan sawi dari petani mitra di lereng Arjuno dan Panderman.

Buah-buahan lokal seperti apel dan jeruk, yang saat ini mulai dikembangkan untuk produk olahan seperti apple cider vinegar dan minuman sehat.

Tidak hanya itu, ada juga produk olahan pangan dari UMKM anggota, misalnya sambal, keripik, dan minuman herbal, hingga pakan ternak dan pupuk organik, yang menjadi bagian dari sistem sirkular pertanian di CooSAE.

Sumber: Surya
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved