Berita Viral 

Buntut Gebrakan Purbaya Tutup Akses Thrifting: Mendag Sentil Pedagang, Pelaku Usaha Bersuara

Inilah buntut kebijakan terbaru Menkeu Purbaya yang akan memberikan sanksi denda bagi pelaku impor pakaian bekas alias thrifting

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
KOMPAS.com/Omarali Dharmakrisna Soedirman
Baju thrifting di Pasar Baru, Jakarta 

"Terus apakah kalau membayar pajak nggak dilarang? kan nggak juga," jelasnya.

Budi bahkan mencontohkan dengan analogi yang lebih tegas terkait barang terlarang lain.

"Memang itu dilarang, karena pakaian bekas. Ya pakaian bekas adalah barang yang dilarang."

"Seperti halnya kayak narkoba, kita impor narkoba kan dilarang. Terus kalau membayar pajak apa terus jadi boleh? Kan nggak bisa."

"Ya memang aturannya dilarang kan? Misalnya ya misalnya," ucap dia.

Ia kembali menegaskan, dasar hukum atas larangan impor pakaian bekas sudah sangat jelas.

"Nah kalau pakaian bekas ya sudah dilarang ya memang aturannya dilarang. Bukan nggak ada kaitan dengan pajak."

"Ya aturannya kan juga gitu. Yang di undang-undang perdagangan itu kan barang bekas tidak boleh diimpor," tegasnya.

Pedagang Nilai Mustahil

Terpisah, pedagang thrift di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Roy (47), menilai rencana pemerintah tidak akan berhasil.

Ia menyebut, perbedaan kualitas dan harga sebagai alasan utama.

"Enggak mungkin. Dari kualitas barangnya pun sudah beda. Dari harga pun juga sudah beda," ujar Roy di Pasar Baru,  Jumat (21/11/2025).

Pria yang telah berjualan pakaian bekas selama 33 tahun itu mengatakan, konsumen thrift datang justru karena barang yang unik, variatif, dan sering kali berkualitas tinggi dengan harga murah.

“Enaknya di thrifting ini kan hampir rata-rata dia terbaik. Jadi sudah terbaik, murah, walaupun itu sebenarnya hitungannya bekas atau second dari sana,” ujar dia.

Sementara itu, menurut dia, produk lokal cenderung seragam dan sulit memenuhi permintaan model yang beragam.

“Rata-rata kan dia satu (model) item, enam pieces (model) . Kalau ini kan hampir semuanya beda-beda (model),” katanya.

Ia juga menyinggung bahwa tren fashion lokal sering kali mengacu pada barang thrifting.

“Dari (brand) lokal-lokal yang sekarang ini dia ngambilnya rata-rata dari thrifting, entar mereka liat modelnya,” ujar dia.

Roy menegaskan, skala besar ekosistem thrifting tidak bisa dihapus begitu saja mengingat cukup banyak warga yang bergantung dengan menjadi pedagang baju second.

“Berapa persen yang menjual thrifting? Andai kata 40 persen, nanggung enggak pemerintah 40 persen itu akan jadi makmur?” imbuh dia.

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

 

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved