Berita Viral 

Buntut Gebrakan Purbaya Tutup Akses Thrifting: Mendag Sentil Pedagang, Pelaku Usaha Bersuara

Inilah buntut kebijakan terbaru Menkeu Purbaya yang akan memberikan sanksi denda bagi pelaku impor pakaian bekas alias thrifting

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
KOMPAS.com/Omarali Dharmakrisna Soedirman
Baju thrifting di Pasar Baru, Jakarta 

Usaha thrifting, menurut Rifai, kebijakan menutup usaha thrifting bisa berdampak pada kelangsungan hidup masyarakat luas.

"Yang kami harapkan ini sebenarnya seperti di negara-negara maju lainnya, thrifting ini dilegalkan."

"Kenapa bisa di negara maju itu dilegalkan? Kenapa di kita tidak, Pak? Karena sebenarnya kita ini hampir meliputi 7,5 juta yang berhubungan dengan pakaian thrifting," ujar Rifai, dikutip dari Kompas.com.

Menurutnya, usaha thrifting ini telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu dan diwariskan secara turun-temurun.

Untuk itu, banyak yang menggantungkan kebutuhan sehari-hari melalui usaha thrifting.

"Jadi, usaha ini mulai dari Sabang sampai Merauke, sudah bergantung, sudah mengusahakan usaha ini turun-temurun."

"Bahkan kita sekolah pun kita memenuhi kebutuhan sehari-hari hasil dari thrifting ini."

"Jadi sebenarnya kita berharap masuknya ini, barang thrifting ini sekarang bisa dilegalkan. Kita mau bayar pajak. Yang utama itu, kita mau bayar pajak," jelas Rifai.

Mendag Sentil Pedagang Thrifting

Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso, menegaskan bahwa impor pakaian bekas tetap merupakan kegiatan yang dilarang dan tidak dapat dilegalkan hanya karena pelakunya bersedia membayar pajak.

Hal ini disampaikan Budi menanggapi permintaan sejumlah pedagang pakaian bekas (thrifting) yang berharap dagangan mereka bisa dilegalkan.

Budi menilai, permintaan tersebut tidak memiliki dasar.

"Lah tapi kan nggak ada hubungannya. Apakah kalau sudah bayar pajak terus jadi legal gitu. Ya kan nggak gitu hubungannya. Kan memang aturannya dilarang ya dilarang."

"Terus seolah-olah maksudnya, kalau membayar pajak mereka minta dilegalkan?" kata Budi kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (21/11/2025).

Ia menegaskan, larangan impor pakaian bekas tidak berkaitan dengan persoalan pajak, melainkan karena barang tersebut masuk kategori barang terlarang dalam ketentuan perdagangan.

"Kan dia dilarang bukan karena nggak bayar pajak ya. Pakaian bekas itu dilarang bukan karena nggak bayar pajak."

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved