Berita Viral 

5 Pengakuan Abdul Muis Guru SMAN 1 Luwu Utara Usai Batal Dipecat, Bantah Soal Terima Uang Rp 11 Juta

Abdul Muis meluruskan informasi yang selama ini berkembang terkait dugaan gratifikasi yang menjeratnya hingga berujung pada pemecatan

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
Kolase Tribun Timur/Kompas.com
(kiri ke kanan) Dua guru asal Luwu Utara, Abdul Muis dan Rasnal, diterima bak pahlawan oleh ratusan anggota PGRI Sulsel di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulsel. Rasnal mendapat sambutan meriah usai batal dipecat. 

Jika dihitung, kata dia, total insentif yang ia terima per triwulan adalah Rp 975.000, dikalikan empat triwulan dalam setahun, lalu dikalikan tiga setengah tahun.

“Polisi hanya memunculkan angka Rp 11.100.000 tanpa penjelasan lengkap. Jadinya seakan-akan kami menerima gratifikasi bulanan. Ini juga sudah terungkap di pengadilan,” kata Muis.

Ia menegaskan, insentif itu murni inisiatif para orang tua yang menilai guru menjalankan tugas tambahan yang menyita waktu dan tenaga.

“Orang tua siswa bilang: Yang penting anak kami diajar dengan baik, diurus dengan baik. Ini kami kasih insentif. Kami pun tidak pernah meminta,” tambahnya.

Orang Tua Mengusulkan Rp 20.000

Baca juga: Sosok Sri Sutatik Eks Ketua PN Jombang Digugat Dokter soal Kasus Kepemilikan Tanah, Kini Gugat Balik

Ia mengatakan tidak pernah ada penolakan dari orang tua siswa terkait besaran iuran komite.

Bahkan ketika perhitungan komite menetapkan iuran hanya Rp 17.000 per bulan, para orang tua justru meminta dinaikkan menjadi Rp 20.000.

“Rp 20.000 itu tidak lebih mahal dari sebungkus rokok. Orangtua malah bilang cukupkan Rp 20.000 karena itu untuk kegiatan anak-anak mereka,” ujar Sufri.

Ia mengingat kembali saat pemeriksaan di Dinas Pendidikan, seorang ibu dari Desa Radda sempat memprotes keras penyidik yang mempersoalkan iuran tersebut.

“Dia bilang: Kenapa Bapak yang sewot kepada guru? Ini uang kami untuk kegiatan anak-anak kami. Jadi menurut saya, kasus ini memang terkesan dipaksakan,” ujar Sufri.

Kejanggalan Pemeriksaan

Padahal, katanya, otoritas pengawasan terkait sekolah menengah berada pada inspektorat provinsi.

 

“Namun polisi meminta pemeriksaan ke Bawasda kabupaten yang sebenarnya tidak berwenang. Dari situ keluar pernyataan bahwa ada indikasi kerugian negara,” ujarnya.

Saya menduga langkah itu dilakukan untuk tetap melanjutkan proses hukum terhadap kedua guru.

“Saya tidak tahu apa dosanya sehingga harus dipaksakan,” kata Sufri.

Tetap Mengajar Meski Jalani Proses Hukum

Muis menegaskan bahwa selama proses hukum hingga PTDH dijatuhkan, dirinya tetap mengajar demi memenuhi kewajiban moral kepada siswa.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved