Berita Viral

Gebrakan Baru Menkeu Purbaya Tangani Sitaan Baju Bekas Impor Ilegal, Dijamin Tak Akan Rugi Lagi

Menkeu Purbaya menyiapkan skema baru agar pakaian bekas ilegal tak lagi dimusnahkan, melainkan diolah ulang menjadi bahan baku.

Tribunnews/Endrapta
IMPOR BAJU BEKAS - Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa punya gebrakan baru Tangani Sitaan Baju Bekas Impor Ilegal. 
Ringkasan Berita:
  • Pemerintah menyiapkan mekanisme baru untuk mengolah pakaian bekas ilegal agar tidak perlu lagi dimusnahkan.
  • Sepanjang 2024–2025, Bea Cukai menyita 17.200 bal balpres atau sekitar 8,6 juta potong pakaian.
  • Biaya pemusnahan dinilai terlalu besar, mencapai sekitar Rp 12 juta per kontainer.
  • Industri tekstil dan UMKM siap memanfaatkan balpres hasil sitaan yang dicacah ulang menjadi serat atau benang.

 

SURYA.co.id - Menteri keuangan Purbaya Yudhi Sadewa masih terus melakukan gebrakan baru untuk membenahi sektor ekonomi di Indonesia.

Terbaru, Menkeu Purbaya bakal melakukan gebrakan terkait penanganan barang sitaan baju bekas impor ilegal.

Karena mekanisme penanganan barang sitaan sebelumnya malah bikin negara rugi.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa pemerintah tengah menyiapkan pendekatan baru untuk menangani persoalan pakaian bekas impor ilegal atau balpres, yang selama ini terus berulang di berbagai wilayah.

Dalam paparannya, Purbaya menjelaskan bahwa sepanjang 2024–2025, Bea Cukai telah mengamankan 17.200 bal pakaian bekas.

Jumlah tersebut setara dengan 1.720 ton atau sekitar 8,6 juta potong. 

Operasi penindakan dilakukan secara masif di pesisir, perbatasan, hingga jalur laut.

“Selama kurun 2024 sampai 2025, Bea Cukai telah melakukan penindakan atas komoditas balpres sebanyak 17.200 bal, sama dengan 1.720 ton atau sekitar 8,6 juta lembar pakaian,” ujar Purbaya saat Media Briefing di Jakarta, Jumat (14/11/2025), melansir dari Kompas.com.

Meski efektif menekan peredaran ilegal, Purbaya mengakui bahwa langkah ini memunculkan konsekuensi baru, terutama soal biaya pemusnahan barang sitaan.

Proses penghancuran membutuhkan anggaran besar, sementara banyak pelaku yang tidak dapat dikenai denda secara optimal.

“Saya sering komplain soal balpres. Barangnya kita tangkap, pelakunya enggak bisa didenda, lalu barangnya harus dimusnahkan. Satu kontainer bisa makan biaya sekitar Rp 12 juta. Rugi besar,” tegasnya.

Menyikapi kondisi tersebut, pemerintah mengikuti arahan Presiden Prabowo Subianto untuk mencari solusi yang lebih produktif.

Alih-alih dimusnahkan, pakaian bekas sitaan kini dipertimbangkan untuk diolah menjadi bahan baku industri tekstil.

Baca juga: Awal Mula Terbentuk Satgas BLBI yang Ingin Dibubarkan Menkeu Purbaya, Abaikan Peringatan Mahfud MD

Pemerintah telah berdiskusi dengan Asosiasi Garmen dan Tekstil Indonesia (AGTI) serta Kementerian Koperasi dan UMKM guna merumuskan mekanisme yang aman dan efektif.

Dari hasil dialog, industri tekstil disebut siap menerima balpres untuk dicacah ulang menjadi serat atau benang.

“Kita pikirkan, apa boleh dicacah ulang? Ternyata boleh. Kami bertemu AGTI, mereka siap mencacah ulang balpres.

Sebagiannya bisa digunakan industri, sebagian lagi dijual ke UMKM sebagai bahan baku murah,” jelas Purbaya.

Ia juga menambahkan bahwa sejumlah pelaku industri telah menyampaikan kesiapan dan pembahasan lanjutan segera dijadwalkan.

Jika mekanisme baru ini mulai diterapkan, pakaian ilegal sitaan tak lagi menumpuk di gudang Bea Cukai, melainkan bertransformasi menjadi bahan baku yang mendorong efisiensi industri tekstil nasional.

“Nanti UMKM bisa memakai bahan baku itu dengan biaya lebih rendah,” pungkasnya.

Menkeu Purbaya Didatangi Bos Tekstil

Sebelumnya, Kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang melarang impor baju bekas menuai banyak sorotan.

Salah satunya dari Asosiasi Garment dan Textile Indonesia (AGTI).

AGTI menyampaikan peta jalan perlindungan industri garmen dan tekstil saat beraudiensi dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

Ketua Umum AGTI Anne Patricia Sutanto mengapresiasi keputusan pemerintah untuk membatasi peredaran barang impor produk tekstil bekas (thrifting) di pasar lokal dengan tegas, yang diyakini memberi peluang positif bagi produsen pakaian jadi berorientasi pasar lokal.

“Barang yang sudah melalui kepabeanan tidak seharusnya beredar di pasar domestik. Industri lokal harus mendapat perlindungan agar bisa tumbuh,” kata Anne dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, melansir dari ANTARA.

Untuk itu, AGTI memaparkan peta jalan penguatan daya saing dengan pendekatan analisis SWOT Peningkatan Daya Saing Industri TPT Nasional dan Ekosistemnya dalam audiensi tersebut.

Peta jalan ini bertujuan untuk memetakan peluang dan tantangan industri tekstil ke depan.

Dalam dua pekan mendatang, AGTI juga berencana untuk menyampaikan secara detail soal tantangan dan usulan solusi untuk meredam hambatan.

Anne pun mengungkapkan sejumlah anggota AGTI saat ini tengah menambah kapasitas produksi, bahkan membuka perekrutan tenaga kerja baru.

Di sisi lain, pihaknya juga tengah mengembangkan solusi berbasis daur ulang poliester agar tetap kompetitif dan ramah lingkungan.

“Tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK). Justru ada yang pensiun dan kami rekrut kembali. Bahkan salah satu anggota kami akan segera meresmikan pabrik baru. Artinya, industri ini terus tumbuh,” ujarnya.

Anne mengaku telah dijadwalkan untuk bertemu dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk membahas berbagai aspek strategis, termasuk penyederhanaan perizinan industri.

Lebih lanjut, AGTI meyakini bahwa membangun industri tekstil dan produk tekstil (TPT) bukan hanya efisien dan berdaya saing, tapi juga berkeadilan sosial.

Pendekatannya bukan sekadar bisnis, tapi menciptakan nilai tambah dan lapangan kerja baru bersama dengan pemerintah dan pekerja sebagai mitra pengusaha dan akademisi.

Maka dari itu, tanggapan dari Menkeu dianggap menjadi angin segar bagi industri garmen dan tekstil tanah air.

“Kami percaya jika seluruh elemen bersatu, maka daya saing industri tekstil nasional bisa meningkat dua kali lipat, bahkan melebihi negara pesaing,” tuturnya.

Didukung Wakabareskrim

Wakil Badan Reserse Kriminal (Wakabareskrim) Polri, Irjen Pol Nunung Syaifuddin, menyatakan pihaknya siap mendukung langkah Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya melarang impor baju bekas ilegal. 

Menkeu Purbaya berencana menindak tegas pelaku bisnis impor baju bekas ilegal (balpres) atau thrifting.

Menkeu Purbaya menilai, adanya thrifting justru bisa mematikan industri garmen dalam negeri. 

"Kalau itunya (impor pakaian bekas ilegal) mati, berarti nggak ada suplai. Suplainya ada barang-barang domestik harusnya nanti, biar industri domestik juga hidup lagi," ujar Purbaya, Senin (27/10/2025), dikutip dari Tribunnews.com.

Purbaya mengaku, saat ini pihaknya telah mengantongi nama-nama importir yang mengimpor pakaian bekas balpres ilegal.

Diharapkan saat ini pelaku importir pakaian bekas ilegal segera menghentikan kegiatannya, sebelum pemerintah menindak tegas dengaan aturan baru.

"Kan kita monitor terus di lapangan. Jadi nanti nama-namanya, saya udah punya sih siapa yang biasa tukang impor segala macam. Saya harapkan mereka mulai hentikan itu karena ke depan kita akan tindak," tegasnya.

Purbaya mengungkapkan penindakan impor pakaian bekas ilegal masih lemah dari sisi pemberian sanksi bagi pelaku sehingga tidak memberikan efek jera.

Oleh karenanya, Purbaya menyiapkan aturan baru untuk memperketat pengawasan dan penindakan bagi para importir pakaian bekas ilegal.

"Eksekusi sesuai dengan pelanggarannya. Nanti kita perketat aja peraturan yang tadi. Ada katanya kelemahan hukum di sana," kata Purbaya.

Menurut Purbaya selama ini sanksi ke pelaku hanya berupa pemusnahan barang impor ilegal dan pelaku dipenjara.

Purbaya akan menambah sanksi dengan mem-blacklist pelaku agar dilarang melakukan impor seumur hidup serta pengenaan denda ke pelaku.

Dengan sanksi yang lebih berat ini diiharapkan membuat pelaku kapok dan berhenti mengimpor pakaian bekas ilegal.

"Jadi nanti barangnya dimusnahkan, orangnya didenda, dipenjara juga, dan akan di-blacklist," katanya.

Yang terlibat menurut Purbaya akan dilarang melakukan impor seumur hidup.

Dengan adanya wacana kebijakan tersebut, sejumlah pihak pun bereaksi. 

Mengenai wacana Menkeu Purbaya, Polri siap berkoordinasi dengan berbagai instansi, terutama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, untuk melakukan penegakan hukum terhadap peredaran pakaian bekas ilegal

“Kita akan dukung seribu persen. Ini perlu kita garis bawahi, apapun yang menjadi kebijakan pemerintah, kita akan selalu mendukung," kata Irjen Pol Nunung Syaifuddin di Jakarta, Selasa (4/11/2025), dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com.

"Manakala kita temukan pelanggaran, ya biasanya ini yang kita kenal dengan pakaian bekas ya," ujarnya.

Nunung menegaskan, komitmen Polri adalah mendukung setiap kebijakan pemerintah pusat, termasuk dalam pengawasan barang impor ilegal yang berdampak pada industri dalam negeri dan kesehatan masyarakat.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved