Berita Viral

Akhir Nasib Abdul Muis dan Rasnal Guru SMAN 1 Luwu Utara, Kemendagri Batalkan Pemecatan dari PNS

Akhirnya, dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, Abdul Muis dan Rasnal, bisa bernapas lega. 

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
Kompas Muhammad Amran Amir
Dua guru di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Rasnal dan Abdul Muis, yang di-PTDH karena memperjuangkan hak honorer melalui sumbangan dana komite sekolah, Selasa (11/11/2025) 

Menurut Muis, saat itu sekolah menghadapi kekurangan tenaga pendidik karena banyak guru yang pensiun, mutasi, atau meninggal dunia.

“Tenaga pengajar itu kan dinamis. Ada yang meninggal, ada yang mutasi, ada yang pensiun. Jadi itu bisa terjadi setiap tahun,” ucapnya.

Proses administrasi agar guru honor baru masuk ke sistem Dapodik bisa memakan waktu hingga dua tahun.

“Kalau guru honor baru itu, butuh dua tahun untuk bisa masuk ke Dapodik. Nah, sementara itu, kegiatan belajar tetap harus jalan,” tambahnya.

Jumlah guru honor di sekolah itu mencapai 22 orang, sebagian besar bekerja dengan penghasilan minim.

“Ada guru honor namanya Armand, tinggal di Bakka. Kadang saya kasih Rp 150.000 sampai Rp 200.000 karena dia sering tidak hadir, tidak punya uang bensin,” kenangnya.

Dituduh Pungli

Masalah muncul pada 2021, ketika seorang pemuda yang mengaku aktivis LSM datang ke rumahnya menanyakan soal dana sumbangan.

“Anak itu datang, langsung bilang: ‘Benarkah sekolah menarik sumbangan?’ Saya jawab benar, itu hasil keputusan rapat. Tapi saya kaget, dia mau periksa buku keuangan,” tutur Muis.

Tak lama setelah itu, Muis mendapat panggilan dari pihak kepolisian.

Ia didakwa melakukan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan kepada siswa.

Pengadilan kemudian menjatuhkan hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 50 juta, subsider tiga bulan kurungan.

“Total saya jalani enam bulan 29 hari karena ada potongan masa tahanan. Denda saya bayar,” ujarnya.

Menurutnya, proses hukum berjalan panjang dan penuh kejanggalan. “Lalu entah bagaimana, polisi bekerja sama dengan Inspektorat. Maka lahirlah testimoni dari Inspektorat yang menyatakan bahwa Komite SMA 1 itu merugikan keuangan negara,” kata Muis.

Inspektorat Kabupaten Luwu Utara hadir sebagai saksi dalam sidang Tipikor tingkat pertama.

Meski menerima putusan hukum, Muis tetap yakin dirinya tidak bersalah. Ia menilai kasus ini muncul karena salah tafsir terhadap fungsi komite sekolah.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved