Berita Viral

Diperintah Prabowo Selidiki Kasus 2 Guru SMAN 1 Luwu Utara yang Dipecat, Ini Sosok Irjen Djuhandhani

Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Djuhandhani, diperintah Prabowo menyelidiki ulang kasus hukum guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, yang sempat dipecat.

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
Kompas.com Fitri Rachmawati/Youtube Sekretariat Presiden
(kiri ke kanan) Djuhandhani Raharjo Puro, saat masih menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri berpangkat Kombes, Kamis (10/7/2025). Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad bersama Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi serta dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yakni Rasnal dan Abdul Muis 
Ringkasan Berita:
  • Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Djuhandhani, diperintah Prabowo menyelidiki ulang kasus hukum guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, yang sempat dipecat.
  • Dua guru itu adalah Abdul Muis dan Rasnal.
  • Keduanya dipecat karena diduga melakukan pungutan liar (pungli) 

 

SURYA.CO.ID - Kapolda Sulawesi Selatan (Sulsel), Irjen Djuhandhani Rahardjo Puro, mendapat perintah dari Presiden Prabowo untuk menyelidiki ulang kasus hukum yang menimpa Abdul Muis dan Rasnal, guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, yang sempat dipecat.

Rasnal dan Abdul Muis sempat diberhentikan dari status sebagai aparatur sipil negara (ASN) buntut kasus pengumpulan dana untuk bantu guru honorer di lingkungan sekolahnya. 

Menanggapi kasus tersebut, Presiden Prabowo memberikan rehabilitasi kepada dua guru tersebut.

Ia juga meminta agar polisi sebagai penegak aparat hukum jangan sampai “tajam ke bawah, tumpul ke atas”.

“Ini akan kami laksanakan sesuai asas yang bisa diterima mayarakat,” ujar Djuhandhani dikutip dari Kompas.com, Kamis (13/11/2025).

Sosok Irjen Djuhandhani Rahardjo Puro

Irjen Djuhandhani Rahardjo Puro diketahui baru sepekan menjabat sebagai Kapolda Sulsel. 

Dia merupakan putra kelahiran Magelang, Jawa Tengah, pada 31 Mei 1969.

Ia adalah alumnus Akademi Kepolisian (Akpol) angkatan 1991, dan melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) serta Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Sespim) Polri.

Sebagai polisi yang lama bergelut difungsi reserse, Djuhandhani pastinya pernah mengemban beberapa jabatan strategis.

Dia pernah menjabat sebagai Kasubdit IV/Poldok Dittipidum Bareskrim Polri dan Analis Kebijakan Madya Bidang Pidana Umum Bareskrim Polri pada 2019.

Karier Djuhandhani terus berkembang, dan pada 2020 ia dipercaya menjadi Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bali, kemudian menjabat sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum Polda pada 2021.

Baca juga: Sosok Hakim Yohanes Priyana yang Tolak Kasasi Zarof Ricar eks Pejabat MA di Kasus Ronald Tannur

Pada Desember 2022, Djuhandhani ditunjuk menjadi Dirtipidum Bareskrim Polri, jabatan yang dipegangnya hingga akhirnya dilantik menjadi Kapolda Sulsel kini.

Saat mengemban jabatan Dirtipidum Bareskrim Polri, Djuhandhani pastinya pernah menangani sejumlah kasus besar yang menyita perhatian publik.

Salah satunya adalah kasus pagar laut di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten, yang terkait dengan dugaan pemalsuan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM).

Kasus ini melibatkan Kepala Desa Kohod, Arsin, serta Sekretaris Desa Kohod, UK, dan beberapa pihak lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka pada 24 Februari 2025.

Selain itu, pada 2021, Djuhandhani menangani kasus kematian mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Gilang Endi Saputra, yang tewas setelah mengikuti Pendidikan Dasar Resimen Mahasiswa (Menwa).

Selain itu, Djuhandhani juga pernah menangani kasus laporan ijazah palsu mantan Presiden Indonesia ke-7, Joko Widodo. Penyelidikan itu dilakukan menyusul pengaduan dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) yang melaporkan dugaan pemalsuan ijazah S1 milik Jokowi.

Dalam kasus itu, Djuhandhani melakukan pemeriksaan mendalam terhadap 39 orang saksi, termasuk pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Jokowi sendiri.

Saat itu dia menyampaikan bahwa laporan tersebut mencantumkan dugaan pelanggaran terhadap Pasal 263, 264, dan 266 KUHP, serta Pasal 68 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Namun dari hasil pendalaman, tidak ditemukan indikasi tindak pidana.

Dalam penyelidikan yang mencakup 13 lokasi, termasuk SMA Negeri 6 Surakarta dan Universitas Gadjah Mada, ditemukan sejumlah dokumen pendukung mulai dari STTB, formulir pendaftaran, Kartu Hasil Studi, surat keterangan praktek, hingga ijazah asli. Semua dokumen tersebut telah diuji secara forensik dan dinyatakan identik serta valid.

“Ijazah asli S1 dengan nomor 1120 telah diuji secara forensik, dan dinyatakan identik dengan dokumen pembanding. Skripsi juga ditemukan dan terbukti dibuat dengan mesin ketik serta teknik cetak sesuai periode 1985,” jelas Djuhandhani.

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved