Pahlawan Nasional

Rekam Jejak Prof Dadang Kahmad Ketua PP Muhammadiyah yang Dukung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

Inilah sosok Prof Dadang Kahmad, Ketua PP Muhammadiyah yang mendukung usulan Presiden ke-2 RI Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional.

Editor: Musahadah
kolase muhammadiyah.or.id/tribunnews/istimewa
DUKUNG - Prof Dadang Kahmad, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mendukung pengusulan Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional. 
Ringkasan Berita:
  • Kementerian Sosial mengusulkan 40 tokoh sebagai calon penerima gelar Pahlawan Nasional, Presiden ke-2 RI Soehrato, salah satunya. 
  • Banyak pro kontra di balik usulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. 
  • Ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahman menyatakan mendukung usulan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional.  

 

SURYA.CO.ID - Inilah sosok Prof Dadang Kahmad, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang mendukung pengusulan Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional.

Seperti diketahui, pengusulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional menjadi pro kontra di masyarakat. 

Prof Dadang Kahmad setuju karena menilai Soeharto ebagai tokoh penting dalam sejarah Indonesia yang layak memperoleh penghargaan atas pengabdian dan kontribusinya selama masa perjuangan maupun kepemimpinan nasional.

“Kami mendukung Bapak Soeharto sebagai pahlawan nasional karena beliau sangat berjasa kepada Republik Indonesia, sejak masa revolusi kemerdekaan hingga masa pembangunan,” katanya dikutip dari kompas.com, Kamis (6/11/2025).

Dikatakan Dadang, Soeharto turut berjuang dalam perang gerilya dan memainkan peran penting dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, yang menjadi momentum strategis bagi pengakuan kedaulatan Indonesia di mata dunia.

Baca juga: Rekam Jejak Bonnie Triyana yang Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Ciderai Cita-cita Reformasi

Selama menjabat sebagai presiden, lanjutnya, Soeharto juga dinilai berhasil melaksanakan berbagai program pembangunan terencana melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Dadang lalu mengurai keberhasilan kepemimpinan Soeharto antara lain tercermin dari:

  • Swasembada beras pada dekade 1980-an.
  • Program Keluarga Berencana (KB) yang berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk.
  • Stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan yang terjaga selama masa pemerintahannya.

“Ketika kita menghargai jasa kepahlawanan seseorang, jangan dilihat dari perbedaan politik atau kepentingan apapun, kecuali kepentingan bangsa dan negara, terlepas dari kekurangan dan kesalahan seseorang,” ujarnya.

Sebelumnya,  Kementerian Sosial (Kemensos) pada tahun ini telah mengajukan 40 nama tokoh nasional kepada Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) untuk dipertimbangkan menjadi pahlawan nasional.

Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf memastikan sebagian besar nama tersebut merupakan hasil pembahasan dari tahun-tahun sebelumnya dan proses penetapan calon itu dilakukan melalui seleksi berlapis yang melibatkan berbagai unsur, mulai dari masyarakat hingga tim ahli tingkat pusat.

Selain Soeharto, ini lah 40 tokoh yang diusulkan sebagai Pahlawan Nasional: 

Berikut daftarnya: 

  1. KH. Muhammad Yusuf Hasyim
  2. Demmatande
  3. Abbas Abdul Jamil
  4. Marsinah
  5. Hajjah Rahmah El Yunusiyyah
  6. Abdoel Moethalib Sangadji
  7. Jenderal TNI (Purn) Ali Sadikin
  8. Letnan Kolonel (Anumerta) Charles Choesj Taulu
  9. Gele Harun
  10. Letkol Moch. Sroedji
  11. Dr. Aloei Saboe
  12. Letjen TNI (Purn) Bambang Sugeng
  13. Mahmud Marzuki
  14. Letkol TNI (Purn) Teuku Abdul Hamid Azwar
  15. Franciscus Xaverius Seda
  16. Andi Makkasau Parenrengi Lawawo
  17. Tuan Rondahaim Saragih
  18. Marsekal TNI (Purn) R. Suryadi Suryadarma
  19. Wasyid
  20. Mayjen TNI (Purn) dr. Roebiono Kertopati
  21. Syaikhona Muhammad Kholil
  22. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
  23. Soeharto
  24. Bisri Syansuri
  25. Sultan Muhammad Salahuddin
  26. Jenderal TNI (Purn) M. Jusuf
  27. B. Jassin
  28. Dr. Mochtar Kusumaatmadja
  29. Ali Sastroamidjojo
  30. Kariadi
  31. M. Bambang Soeprapto Dipokoesoemo
  32. Basoeki Probowinoto
  33. Raden Soeprapto
  34. Mochamad Moeffreni Moe’min
  35. Sholeh Iskandar
  36. Syekh Sulaiman Ar-Rasuli
  37. Zainal Abidin Syah
  38. Dr. Gerrit Augustinus Siwabessy
  39. Chatib Sulaiman
  40. Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri

Sosok Dadang Kahmad

Dikutip dari muhammadiyah.or,id, Dadang Kahmad lagir di Garut  5 Oktober 1952.

Dia menyelesaikan pendidikan Sarjana di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung. 

Kemudia program S-2 di Univesitas Pajajaran Bandung dan S-3 di Univesitas Pajajaran Bandung. 

Dadang juga pernah menempuh pendidikan Management Course di Mc Gill Univesity, Montreal Canada.

Dadang Kahmad berkarier sebagai seorang akademisi.

Ia menempati jabatan-jabatan penting di UIN Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung.

Jabatan yang telah ia emban di Sunan Gunung Djati Bandung adalah Dekan Fakultas Ushuluddin dan Direktur Program Pascasarjana.

Selain itu, ia juga menjadi salah satu guru besar di kampus tersebut.

Sementara di Muhammadiyah dia pernah menjabat sebagai Ketua PWM Jawa Barat 2003-2010, Ketua PCM Ujung berung 1990-2000, dan kini menjadi Ketua PP Muhammadiyah.

Di luar Muhammadiyah, Dadang tercatat sebagai Sekretaris Dewan Perimbangan MUI 2020-2025.

Profil Dadang diulas lebih dalam dalam buku ”Memilih Langkah Jalan Tengah: Biografi dan Pemikiran Prof Dadang Kahmad.”

“Buku ini merupakan pengembangan dari buku sebelumnya yang ditulis dalam bahasa Sunda berjudul ‘Milih Polah Siger Tengah’. Sebagai warisan ilmu kepada anak cucu juga menambah khazanah dakwah,” ujar Prof Dadang dalam peluncuran buku yang digelar di Aula Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) Jawa Barat, Jalan Diponegoro Nomor 21 Kota Bandung, Sabtu (15/02/2025).

Dikutip dari tajdid.id, buku biografi dan pemikiran ini tidak hanya dokumen perjalanan hidup. Gambaran realitas sosial di masa kecil Prof Dadang serta kiprahnya di Muhammadiyah menjadi salah satu rujukan tentang siklus hidup yang berulang-ulang, tentang apa yang diperjuangkan oleh Muhammadiyah dari awal berdiri hingga kini, yaitu mendekatkan akses pendidikan dan kesehatan kepada masyarakat.

“Ayah saya, Haji Abdullah, seseorang yang mengerti bahwa pendidikan adalah jalan keluar dari keterbelakangan sosial dan ekonomi. Maka dengan segala keterbatasan, keluarga harus menempuh pendidikan terbaik,” kenang Prof Dadang.

Masuknya akses pendidikan ke daerah-daerah tak sebatas mengajari murid, tetapi juga mendidik masyarakat. Jika tanpa pola yang mumpuni, tentu akan banyak benturan yang justru akan menimbulkan perpecahan. (berbagai sumber)

Sebagian artikel ini dikutip dari kompas.com,berjudul: https://nasional.kompas.com/read/2025/10/25/10375281/bonnie-triyana-tolak-soeharto-jadi-pahlawan-nasional-bisa-cederai-reformasi?source=headline.

 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved