Berita Viral

Viral Aqua Usai Disidak Dedi Mulyadi, MUI Ingatkan Pemerintah Hukum Komersialisasi Air dalam Islam

Begini tanggapan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam kasus dugaan aqua menggunakan air bor untuk diproduksi dan dijual.

Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: Musahadah
Youtube Dedi Mulyadi
TANGGAPAN MUI - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, saat sidak ke pabrik Aqua di Kabupaten Subang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut mengingatkan pemerintah tentang hukum komersialisasi air menurut pandangan Islam. 

SURYA.CO.ID - Isu penggunaan sumber air bawah tanah oleh air minum kemasan merek AQUA usai sidak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi masih jadi sorotan.

Hal ini membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara soal hukum pemanfaatan air dalam Islam.

Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI, KH Cholil Nafis, menegaskan bahwa air merupakan milik bersama umat manusia.

Dalam ajaran Islam, air tidak boleh dimiliki atau dieksploitasi secara pribadi tanpa izin dan aturan sah dari pemerintah.

“Air itu termasuk milik umum. Disebutkan dalam hadis *al-muslimu syuraka’u fi tsalatsin: al-maa’, wal-kala’, wan-naar, orang-orang Islam berserikat dalam tiga hal, yaitu air, rumput, dan api. Ini dimaknai nanti energi dan seterusnya,” ujar KH Cholil Nafis,  Sabtu (25/10/2025) dikutip dari Kompas.com.

Menurutnya, hadis tersebut menjadi dasar bahwa air bukan milik individu atau kelompok tertentu, melainkan milik bersama.

Karena itu, pengelolaannya harus berada di tangan negara agar tidak menimbulkan ketimpangan atau kerusakan lingkungan.

“Karena milik bersama, maka diatur oleh kita bersama. Siapa kita bersama? Ya pemerintah. Pemerintah harus menjaga kapasitas masyarakat dalam menggunakan air, termasuk soal pengeboran air. Kebutuhan pribadi tentu berbeda dengan kebutuhan komersial,” jelasnya.

Cholil menambahkan, jika pengambilan air bawah tanah dilakukan untuk kepentingan bisnis namun menyalahi aturan atau menimbulkan dampak lingkungan, maka hal itu bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam.

“Kalau itu merugikan terhadap air atau pergerakan tanah, berarti melanggar kesepakatan kita sebagai warga negara. Kesepakatan itu ya aturan perundang-undangan,” ujarnya.

Ia juga mengutip kaidah fikih “Al-muslimuna ‘ala syuruthihim” yang berarti umat Islam wajib memenuhi komitmen bersama, termasuk dalam hal mematuhi aturan negara.

“Karena air sudah menjadi milik bersama, maka penggunaannya untuk kepentingan bersama sudah diatur pemerintah. Begitu juga ketika ada orang yang mengambil air untuk bisnis, itu juga diatur oleh pemerintah. Apa yang diatur pemerintah mendapat legitimasi dari hukum Islam karena masyarakat sudah menyerahkan kewenangan itu,” terang dia.

Menurut Cholil, komersialisasi air bukan hal yang dilarang sepenuhnya dalam Islam, selama dilakukan sesuai ketentuan pemerintah dan tidak merugikan hak publik atas sumber daya air.

“Maka ketika ada pebisnis mengambil air bawah tanah, kalau itu melanggar undang-undang, maka pemerintah wajib memberikan sanksi,” tegasnya.

Baca juga: Dedi Mulyadi Datangi Aqua Lagi Usai Heboh Dugaan Pakai Air Sumur Bor, KDM Sebut Iklannya Keliru

Pernyataan Resmi Danone-AQUA

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved