Berita Viral 

Rekam Jejak Dadang Herli Saputra Pengacara Wapres Gibran di Kasus Ijazah Palsu, Pensiunan Polri

Inilah rekam jejak Dadang Herli Saputra, yang ditunjuk Wakil Presiden (Wapres) Gibran sebagai kuasa hukumnya.

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
Kolase Tribunnews.com Ibriza Fasti/Kompas.com
REKAM JEJAK - (kiri) Kuasa hukum Gibran Rakabuming Raka, Dadang Herli Saputra, saat ditemui usai sidang lanjutan gugatan perdata senilai Rp125 triliun terkait ijazah SMA Wakil Presiden Gibran Rakabumingraka, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025). (kanan) Wapres Gibran Rakabuming Raka 

SURYA.CO.ID - Inilah rekam jejak Dadang Herli Saputra, yang ditunjuk Wakil Presiden (Wapres) Gibran sebagai kuasa hukumnya.

Dadang Herli akan menangani gugatan perdata senilai Rp 125 triliun terkait dugaan ijazah palsu Wapres Gibran. 

Dengan penunjukkan Dadang Herli, Wapres Gibran tak lagi diwakili oeh jaksa pengacara negara dari Kejaksaan Agung (Kejagung), seperti sidang perdana, Senin (8/9/2025) lalu.

Penunjukkan jaksa pengacara negara juga menuai keberatan dari Subhan Palal sebagai pihak penggugat.

Subhan menolak keterlibatan pengacara negara dengan alasan perkara ini merupakan sengketa perdata pribadi, bukan terkait jabatan atau kepentingan negara.

Sementara Dadang Herli Saputra menegaskan, dirinya ditunjuk langsung oleh Gibran.

“Saya pengacara profesional yang ditunjuk Pak Gibran. Surat kuasa saya terima langsung dari beliau pada 9 September 2025,” ujar Dadang kepada wartawan usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025)

Dalam kesempatan tersebut, Dadang enggan memberikan komentar lebih jauh mengenai substansi gugatan.

Menurutnya, persidangan masih berada pada tahap awal dengan agenda pemeriksaan legal standing dari para pihak.

Ia juga menyebut Gibran tidak memberikan arahan khusus dalam menghadapi gugatan yang diajukan Subhan Palal itu.

Baca juga: Detik-detik Bus Rombongan RS Bina Sehat Kecelakaan di Probolinggo, Sopir Diwanti-wanti Penumpang

Siapa sosok Dadang Herli Saputra?

Dadang Herli Saputra merupakan pensiunan polri dengan pangkat terakhir Komisaris Besar (Kombes), dengan jabatan terakhir Kepala Bagian Pengawasan Penyidikan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Banten. 

Saat masih aktif sebagai Polri, Dadang pernah menjabat sebagai Kapolsek Jawilan, Banten.

Saat ini, Dadang tercatat sebagai dosen aktif di Fakultas Hukum Universitas Ageng Tirtayasa (Untirta). 

Dia juga aktif sebagai anggota Perkumpulan Advokat dan Pengacara Nusantara (Peradan). 

Dadang memperoleh gelar sarjana hukum di Untirta pada 2002, kemudian melanjutkan studi hingga meraih gelar Magister Hukum di STIH Iblam pada 2005.

Terakhir, dia mengambil program Doktoral di Universitas Padjajaran tahun 2012. 

Mantan Ketua Ikatan Alumni Universitas Terbuka Serang itu pernah menulis jurnal berjudul Analisis Yuridis Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang pada Korporasi yang terbit tahun 2022, terbaru ia menulis buku Problematika Hukum Tata Negara (Konstitusi, Pemerintahan, dan Perundang-undangan) yang diterbitkan Untirta Press pada 2023. 

Gugatan Subhan Palal

Diketahui, Subhan Palal melayangkan gugatan perdata terhadap Wapres Gibran di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Gugatan itu didaftarkan pada Jumat (29/8/2025) dan teregistrasi dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.

Dalam dokumen gugatan, Subhan meminta majelis hakim menghukum Gibran bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membayar ganti rugi fantastis, yakni Rp125 triliun serta tambahan Rp10 juta yang akan disetorkan ke kas negara.

Terkait nominal gugatan tersebut, Subhan menjelaskan, dirinya hanya meminta ganti rugi sebesar Rp10 juta sebagai pelunasan kerugian secara materiil terhadapnya.

Sementara ganti rugi sebesar Rp125 triliun merupakan bentuk kerugian imateril yang harus dibayarkan negara kepada seluruh warga negara Indonesia jika gugatannya dikabulkan.

"Dalam konsepsi gugatan perbuatan melanggar hukum itu, penggugat boleh meminta kerugian materiil dan imateriil."

"Dalam gugatan ini, kerugian materiilnya, saya sebagai penggugat hanya meminta Rp10 juta."

"Nah, (kerugian) imaterillnya, karena kerugian imateriil itu dalam terminologi, tidak ada jumlahnya dan tak terhingga."

"Karena yang dirugikan dalam gugatan ini adalah negara, sistem hukumnya yang rusak, maka kerugian itu saya bayarkan ke negara dan (dibayarkan) ke seluruh warga Indonesia," ujarnya dalam wawancara eksklusif di YouTube Tribunnews.

Subhan mengungkapkan, berdasarkan hitung-hitungan yang dilakukannya.

"Kalau dilihat dari sisi kerugian, itu kecil. Hanya Rp450 ribuan (warga negara yang menerima). Tapi kalau melihat dari Rp125 triliunnya ya gede lah," tuturnya.

Subhan juga menjelaskan terkait proses penghitungan kerugian imateril sebesar Rp125 triliun.

Ternyata, dia mengatakan hasil akhir hitungan tersebut berdasarkan tahun kemerdekaan Indonesia yaitu 1945.

Oleh karena itu, nominal uang yang diterima warga negara Indonesia yaitu sebesar Rp450 ribu berdasarkan angka tahun kemerdekaan Indonesia yakni '45'.

"Sebenarnya angkanya itu nggak matematis. Itu 450, kan kita merdeka di angka 45. Jadi ngambil-ngambil aja."

"Tapi yang jelas, saya pengin warga negara Indonesia itu kebagian ganti rugi kerusakan sistem hukum negara," jelasnya.

Subhan sempat menjelaskan terkait gugatannya kepada Gibran yakni soal riwayat pendidikan SMA dari putra sulung Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) tersebut.

Dia menilai riwayat pendidikan Gibran tidak sesuai dengan aturan di Indonesia.

Tak cuma Gibran, Subhan juga menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena dianggap melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).

"Karena di UU Pemilu itu disyaratkan, presiden dan wakil presiden itu harus minimum tamat SLTA atau sederajat," kata Subhan dalam program Sapa Malam di YouTube Kompas TV, Rabu (3/9/2025).

Subhan menganggap meski institusi pendidikan di luar negeri setara dengan SMA, tetapi hal tersebut tidak tertuang dalam UU Pemilu.

Dia menuturkan gugatannya ini merujuk pada definisi SLTA atau SMA yang disebutkan dalam UU Pemilu yang menurutnya merujuk pada sekolah di Indonesia alih-alih di luar negeri.

“Ini pure hukum, ini kita uji di pengadilan. Apakah boleh KPU menafsirkan pendidikan sederajat dengan pendidikan di luar negeri,” lanjut Subhan.

Di sisi lain, Subhan juga pernah menggugat Gibran terkait pencalonan ketika Pilpres 2024 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta pada tahun 2024 lalu.

Namun, gugatannya berujung tidak diterima karena PTUN merasa sudah kehabisan waktu untuk memproses gugatan dari Subhan tersebut.

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved