Berita Viral

Terlanjur Wapres Gibran Digugat Gegara Lulusan SMA di Luar Negeri, Apa Dampaknya Jika Dikabulkan?

Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, tengah menghadapi gugatan perdata terkait syarat pendidikan. Apa dampaknya jika dikabulkan?

Kompas.com/Rahel
GIBRAN DIGUGAT - Wakil Presiden (Wapres) RI Gibran Rakabuming. Apa dampaknya jika gugatan terhadap Gibran dikabulkan? 

Ia juga menambahkan kemungkinan bahwa Gibran mendaftar menggunakan ijazah pendidikan tinggi (S1), bukan ijazah SMA.

Menurut Agus, perdebatan mengenai keabsahan ijazah Gibran seharusnya selesai sejak tahap verifikasi KPU. Pasalnya, seluruh dokumen pencalonan telah diperiksa secara resmi sebelum Pilpres 2024 digelar.

“Penilaian syarat pencalonan Gibran sudah final pada Pemilu 2025. Karena saat itu tidak ada putusan Bawaslu maupun PTUN yang membatalkan, maka pencalonan tetap sah,” tegasnya.

Kasus gugatan perdata terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memperlihatkan bagaimana dinamika politik dan hukum di Indonesia seringkali berjalan beriringan dengan opini publik.

Dari satu sisi, gugatan yang diajukan oleh warga sipil menunjukkan adanya ruang bagi masyarakat untuk menggunakan jalur hukum dalam menyampaikan kritik dan keberatan terhadap pejabat publik.

Ini mencerminkan fungsi peradilan sebagai tempat uji legitimasi, sekalipun objek gugatan adalah seorang pejabat negara setingkat wakil presiden.

Namun, di sisi lain, pendapat para ahli hukum tata negara menegaskan bahwa proses ini tidak akan mengubah posisi Gibran di pemerintahan.

Hal tersebut karena kerangka hukum Indonesia sudah menetapkan bahwa sengketa pemilu hanya dapat dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, bukan oleh pengadilan negeri. Artinya, proses perdata ini lebih bernuansa simbolik ketimbang praktis.

Polemik mengenai ijazah dan syarat pendidikan cawapres juga memperlihatkan pentingnya transparansi sejak tahap pencalonan.

KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu sejatinya telah melakukan verifikasi administratif, sehingga jika dokumen sudah dinyatakan sah, perdebatan mestinya berhenti di sana.

Secara objektif, kasus ini menyoroti dua hal penting: pertama, masih adanya ruang publik yang dipakai untuk menguji legalitas pejabat negara; kedua, perlunya pemahaman hukum yang lebih luas di masyarakat agar perdebatan tidak terjebak pada asumsi, melainkan pada aturan yang berlaku. Dengan begitu, masyarakat tetap kritis tanpa mengabaikan batas kewenangan hukum yang sudah ditentukan konstitusi.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved