Liputan Khusus

Mobil Listrik Tetap Aman saat Hujan dan Banjir di Surabaya

Sejumlah pengguna mobil listrik di Surabaya mengaku tetap merasa aman dan nyaman menggunakan mobil listrik, kendati musim hujan dan menerjang banjir

Penulis: Fikri Firmansyah | Editor: Fatkhul Alami
Fikri Firmansyah/TribunJatim.com
MOBIL LISTRIK - Pengunjung antusias melihat langsung BYD ATTO 1, city car listrik terbaru yang diperkenalkan di ajang GIIAS Surabaya 2025 di Grand City Convex, Rabu (27/8/2025) silam. 

Meski mencatat pertumbuhan positif, Kukuh menegaskan bahwa data penjualan belum dapat diurai secara spesifik per provinsi. “Kami belum memiliki data detail per daerah, termasuk Jawa Timur. Sumber daya kami belum mencukupi untuk menghimpun data sampai ke level itu. Mungkin pihak kepolisian, khususnya Ditlantas Polda, yang memiliki data lebih lengkap,” ujarnya.

Kukuh menjelaskan, pembeli mobil listrik di Indonesia saat ini sebagian besar bukanlah pembeli pertama, melainkan pemilik mobil kedua atau lebih. “Mayoritas pengguna mobil listrik adalah mereka yang sudah punya kendaraan sebelumnya. Tren ini paling banyak terjadi di Jakarta,” katanya.

Menurut Kukuh, faktor utama yang mendorong pembelian mobil listrik di ibu kota adalah kebijakan ganjil-genap. “Orang membeli mobil listrik di Jakarta karena ingin menghindari aturan ganjil-genap. Sementara untuk ke luar kota, seperti mudik, mereka tetap menggunakan mobil konvensional karena infrastruktur pengisian daya di daerah belum merata,” jelasnya.

*Tantangan terbesar dalam mempercepat adopsi mobil listrik, kata Kukuh, adalah kesiapan infrastruktur pendukung. “Infrastruktur pengisian daya masih belum siap di seluruh wilayah Indonesia. Hanya kota-kota besar yang saat ini mulai memiliki fasilitas memadai,” ujarnya.

Di sisi lain, Kukuh menilai Jawa Timur memiliki potensi besar dalam pengembangan kendaraan ramah lingkungan alternatif, seperti bahan bakar campuran etanol. 

“Jawa Timur merupakan salah satu penghasil gula terbesar di Indonesia, dan dari produk sampingannya berupa molase bisa diolah menjadi etanol. Bahkan, Jawa Timur sudah mulai menerapkan E10, yakni bahan bakar dengan campuran 10 persen etanol. Ini langkah bagus dan realistis,” tambahnya.

Terkait percepatan transisi kendaraan ramah lingkungan, GAIKINDO menilai langkah bertahap adalah strategi yang paling masuk akal. 

“Transisi menuju kendaraan listrik murni tidak bisa dilakukan sekaligus. Kita harus melalui tahapan—mulai dari hybrid, plug-in hybrid, hingga electric vehicle (EV). Banyak faktor yang harus diperhitungkan, seperti harga, ketersediaan baterai, dan kesiapan infrastruktur,” kata Kukuh.

Ia menambahkan, kendaraan hybrid menjadi opsi paling realistis untuk saat ini. “Hybrid bisa dikombinasikan dengan bahan bakar etanol, sehingga lebih ramah lingkungan dan efisien tanpa memerlukan perubahan teknologi besar,” tutupnya.

 

Sumber: Surya Cetak
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved