Eks Ketua PN Jombang Digugat Karena Membangun Di Tanah Milik Dokter, Sempat 3 Kali Mangkir Sidang

Perkara ini mulai disidangkan 1 Oktober 2025. Namun tiga kali pemanggilan berturut-turut 1, 8, dan 15 Oktober Sri Sutatik tak pernah hadir. 

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Deddy Humana
surya/Anggit Puji Widodo
SENGKETA TANAH - Halaman masuk Kantor Pengadilan Negeri (PN) Jombang. Mantan ketua PN digugat dokter. 

Ringkasan Berita:
  • Mantan Ketua PN Jombang digugat seorang dokter dalam kasus kepemilikan tanah karena diduga membangun tanpa izin di atas tanah yang bukan miliknya.
  • Kasus ini masuk sengketa tanah dan sudah disidangkan Oktober 2035 dan tergugat sempat tidak mengikuti persidangan sampai 3 kali.
  • Kuasa hukum tergugat menilai gugatan yang diajukan cacat formil, bahkan mengajuan gugatan balik dengan tuntutan kerugian materiil Rp 10,6 miliar.

 

SURYA.CO.ID, JOMBANG - Sengketa kepemilikan tanah di Kelurahan Kepanjen, Kabupaten Jombang, menempatkan mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jombang, Sri Sutatik, sebagai pihak tergugat dalam perkara perbuatan melawan hukum (PMH). 

Gugatan tersebut dilayangkan dr Sonny Susanto Wirawan, pensiunan Kepala Puskesmas Bandarkedungmulyo, dan telah resmi terdaftar di PN Jombang melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) pada 26 September 2025.

Dalam permohonannya ke pengadilan, Sonny menjelaskan bahwa ia adalah pemilik sah sebidang tanah seluas 300 meter persegi berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 625 tertanggal 20 Oktober 1982. Tanah itu dibeli dari Waris Suhardjo pada 1984 melalui akta jual beli No. 310/XII/1984.

Tanah tersebut tidak pernah ia bangun. Namun sekitar tahun 2010, Sonny terkejut ketika mendapati sebuah bangunan berdiri di atas lahannya tanpa pemberitahuan maupun izin dari dirinya. Setelah menelusuri, bangunan itu diketahui didirikan oleh Sri Sutatik.

Sri Sutatik melalui kuasa hukumnya menyatakan bangunan yang berdiri berada di atas tanah miliknya berdasarkan SHM No. 2092, dengan surat ukur No. 453/2002 seluas 764 meter persegi. Perbedaan klaim sertifikat inilah yang kemudian memicu sengketa di pengadilan.

Kuasa hukum dr Sonny dari Kantor Hukum Mohhan dan Mitra Eko Wahyudi, Achmad Umar Faruq, dan Soelistyowati menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk perbuatan melawan hukum. 

Mereka juga menyeret Kantor BPN Jombang sebagai turut tergugat karena terkait penerbitan sertifikat.

Perkara ini mulai disidangkan pada 1 Oktober 2025. Namun dalam tiga kali pemanggilan berturut-turut 1, 8, dan 15 Oktober Sri Sutatik tak pernah hadir. 

Pada sidang ketiga, hanya pihak BPN yang datang, sehingga majelis hakim memutuskan untuk melanjutkan ke tahapan mediasi.

Upaya mediasi pun berjalan tersendat. Mediasi pertama dan kedua dihadiri BPN tetapi tidak diikuti Sri Sutatik. Barulah pada mediasi ketiga, 29 Oktober 2025, mantan Ketua PN itu hadir bersama tim kuasa hukumnya. Meski begitu, BPN tidak menghadiri pertemuan tersebut.

Kuasa hukum Sri Sutatik dari Kantor Hukum Sumaninghati & Partner, Farid Fadjaruddin, Sumaninghati, Kasful Hidayat, Kurnia Dewi Wahyuning Putri, serta Iwan Wahyu Pujiarto pun mengajukan jawaban (eksepsi) melalui sistem e-court, sesuai kesepakatan dengan majelis.

"Hari ini jadwal sidangnya adalah jawaban dari tergugat. Tetapi jawaban tersebut disampaikan melalui e-court. Sudah kami lakukan dan itu sesuai dengan kesepakatan," ucap Farid dalam keterangan yang diterima SURYA, Rabu (19/11/2025).

Tergugat Menggugat Balik

Farid menjelaskan bahwa gugatan dr Sonny dinilai cacat formil, antara lain karena tidak mencantumkan alamat terbaru kliennya yang saat ini berdomisili di Jakarta (merujuk Pasal 118 ayat 1 HIR).

Kemudian, objek sengketa dianggap obscuur libel, atau tidak jelas dan tidak spesifik. Gugatan dianggap kadaluarsa berdasarkan Pasal 1967 KUHPerdata serta PP No. 24 Tahun 1997 Pasal 32 ayat 2.

Sumber: Surya
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved