Lahan Pertanian Menyusut, Ketua Komisi B DPRD Jombang Anas Burhani akan Panggil Dinas

Komisi B DPRD Jombang menyatakan akan turun langsung ke lapangan untuk menelusuri penyebab penyusutan lahan pertanian

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: irwan sy
anggit puji widodo/surya.co.id
LAHAN PERTANIAN - Anas Burhani, Ketua Komisi B DPRD Jombang saat dikonfirmasi awak media di Kantor DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jombang, Kecamatan/Kabupaten Jombang, Jawa Timur, pada Senin (17/11/2025). Mendorong pemerintah melakukan edukasi mengenai aturan pembangunan. 

Selain meminta tindak lanjut regulasi, Komisi B juga mendorong pemerintah melakukan edukasi mengenai aturan pembangunan.

Minimnya informasi membuat banyak warga mendirikan bangunan tanpa memperhatikan izin dan zonasi.

"Rumah, tempat ibadah, tempat usaha, maupun lembaga pendidikan harus mengikuti aturan. Dinas terkait perlu aktif menjelaskan hal ini," ungkapnya.

Anas mengingatkan bahwa menjaga lahan pertanian merupakan tanggung jawab bersama.

Tanpa pengendalian yang baik, keberlanjutan pangan di Jombang bisa terancam.

"Pertanian adalah penopang kehidupan. Kalau lahan terus habis karena pembangunan yang tidak terkendali, maka kita sendiri yang akan merasakan dampaknya," pungkas Anas.

Proses penyusunan draf Peraturan Bupati (Perbup) sebagai turunan dari Perda Nomor 11 Tahun 2024 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) mengungkapkan adanya perubahan mencolok dalam luasan lahan pertanian di Jombang.

Dari hasil pendataan terbaru, luas Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) diketahui mengalami penyusutan dibandingkan data tahun sebelumnya.

Pada 2023, total LP2B Jombang tercatat mencapai 36.160 hektare.

Namun dalam draf terbaru, angka tersebut berkurang menjadi sekitar 35 ribu hektare.

Artinya, ada selisih hampir seribu hektare lahan yang tidak lagi tercatat sebagai area pertanian pangan berkelanjutan.

Kepala Dinas Pertanian Jombang, M Rony, melalui Kabid Sarana dan Prasarana Pertanian Eko Purwanto, menjelaskan bahwa penurunan tersebut bukan disebabkan oleh pengalihan besar-besaran lahan pertanian, melainkan hasil dari pembaruan sistem pemetaan dan verifikasi lapangan.

"Sekarang metode pemetaan yang digunakan sudah disesuaikan dengan sistem dari Kantor Pertanahan Jombang. Akurasinya jauh lebih tinggi. Jadi, kalau dulu satu bidang terbaca lebih luas, sekarang hasilnya lebih presisi," ucap Eko.

Selain pembaruan metode, tim lapangan juga menemukan sejumlah area yang secara administrasi masih terdaftar sebagai sawah, tetapi kondisinya di lapangan telah berubah menjadi kawasan permukiman.

"Ada beberapa lokasi yang di data SPPT PBB masih tertulis sawah, padahal di lapangan sudah jadi perumahan. Data seperti itu kami koreksi supaya hasilnya valid," jelasnya.

Sumber: Surya
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved