DPRD Jombang Jawab Tanggapi Mahasiswa Soal Revisi Perda PBB, Tidak Singgung Kenaikan Tunjangan Dewan
Menurutnya, isu bahwa lonjakan pajak di Jombang dipicu kebijakan dari daerah lain, seperti Kabupaten Pati, tidak benar.
Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Deddy Humana
SURYA.CO.ID, JOMBANG - Kenaikan pajak dan penambahan tunjangan wakil rakyat menjadi isu kontekstual yang tetap disuarakan para mahasiswa Jombang dari kelompok Cipayung Plus.
Dalam audensi dengan DPRD Jombang, Kamis (11/9/2025), perwakilan mahasiswa mengusung kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P-2) serta tunjangan perumahan anggota DPRD itu.
Pertemuan berlangsung di Ruang Rapat Paripurna DPRD Jombang dari siang hingga sore hari, dengan dihadiri sekitar 50 peserta.
Audiensi ini dipimpin langsung Ketua DPRD Jombang, Hadi Atmadji, bersama jajaran pimpinan dewan. Hadir pula perwakilan eksekutif, aparat keamanan dari Polres, Kodim 0814 Jombang, hingga unsur mahasiswa dari organisasi Cipayung Plus seperti GMNI, HMI, PMII, dan IMM.
Dalam pertemuan tersebut, Cipayung Plus menyampaikan dua tuntutan. Pertama, tuntutan umum yang menyinggung isu nasional, seperti reformasi partai politik, pengesahan RUU Perampasan Aset, reformasi Polri, serta penegasan fungsi TNI agar kembali ke barak.
Kedua, tuntutan regional yang lebih menyoroti persoalan lokal, yakni evaluasi kenaikan tunjangan DPRD, desakan agar dewan bekerja lebih maksimal, serta peninjauan ulang kenaikan PBB P2.
Ketua GMNI Jombang, Daffa Raihananta menekankan bahwa kenaikan PBB P-2 dinilai terburu-buru dan minim sosialisasi. Meski begitu, ia mengapresiasi langkah Bupati Jombang yang berencana menurunkan pajak pada 2026.
“Kami ingin transparansi soal dasar hukum pemberian keringanan itu, sekaligus memastikan regulasi terkait kenaikan pajak benar-benar berpihak pada rakyat,” kata Daffa.
Sementara Ketua PMII Jombang, Asrorudin menilai penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) semestinya melibatkan perangkat desa dan masyarakat, bukan hanya pihak ketiga.
Ia juga menyoroti kenaikan tunjangan perumahan DPRD yang dianggap tidak sensitif dengan kondisi ekonomi masyarakat. “Kami tidak menolak, tetapi menuntut evaluasi dan empati dari dewan,” tegas Asrorudin.
Menanggapi hal tersebut, Kabid Penetapan dan Pendataan Bapenda Jombang, Satria menjelaskan bahwa NJOP adalah harga rata-rata transaksi jual yang diakui secara umum.
Menurutnya, penetapan NJOP melalui appraisal atau pihak ketiga sudah dilakukan sebaik mungkin. Ia menambahkan, SPPT PBB P-2 yang diatur dalam Perda Nomor 13 Tahun 2023 ditetapkan oleh PJ Bupati Jombang saat itu, dengan tujuan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Namun Bapenda sejak awal sudah mengingatkan akan ada dampak lanjutan dari kebijakan tersebut.
“Sejak 2024 kami membuka layanan pengaduan terkait keberatan NJOP. Sepanjang 2024, ada sekitar 12.000 aduan baik kolektif melalui desa maupun individu, dan hingga pertengahan 2025 tercatat ada 4.000 aduan,” ungkapnya.
Satria juga menyampaikan apresiasi kepada DPRD yang telah merevisi Perda Nomor 13 Tahun 2023, sekaligus menegaskan komitmen bupati yang tidak keberatan apabila potensi pendapatan daerah berkurang hingga Rp 15 miliar demi meringankan beban masyarakat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.