DPRD Jombang Jawab Tanggapi Mahasiswa Soal Revisi Perda PBB, Tidak Singgung Kenaikan Tunjangan Dewan

Menurutnya, isu bahwa lonjakan pajak di Jombang dipicu kebijakan dari daerah lain, seperti Kabupaten Pati, tidak benar.

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Deddy Humana
surya/Anggit Puji Widodo (anggitkecap)
EVALUASI TUNJANGAN - Mahasiswa dari Kelompok Cipayung Jombang bertemu Ketua DPRD Jombang beserta jajarandi Ruang Rapat Paripurna, Kamis (11/9/2025). Mahasiswa meminta evaluasi kenaikan tunjangan dewan serta desakan agar bekerja lebih maksimal dan peninjauan ulang kenaikan PBB P2. 

Ia menambahkan, Bapenda kini menjalankan program Jempol atau Jemput Bola untuk menerima langsung aduan warga dan melakukan pendataan massal di desa-desa.

Ketua DPRD Jombang, Hadi Atmadji menegaskan bahwa pihaknya sudah mengambil langkah preventif sebelum isu pajak merebak secara nasional.

"Revisi Perda terkait pajak daerah menjadi bukti komitmen DPRD untuk mendengarkan keluhan masyarakat," beber Atmadji.

Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Jombang, Kartiyono juga pernah angkat bicara terkait keresahan masyarakat soal naiknya pajak bumi dan bangunan (PBB). 

Menurutnya, isu bahwa lonjakan pajak di Jombang dipicu kebijakan dari daerah lain, seperti Kabupaten Pati, adalah tidak benar. 

“Kalau ada yang menyebut kenaikan pajak ini akibat pengaruh luar, itu keliru besar,” tegas Kartiyono sebelumnya.

Kartiyono mengungkapkan, keluhan warga sebenarnya sudah banyak diterima DPRD sejak 2024 lalu. Menyikapi hal itu, legislatif memanggil Bapenda serta sejumlah pihak terkait untuk membahas solusi. 

Salah satu rekomendasinya adalah melakukan pendataan ulang dengan melibatkan perangkat desa. Selain itu, DPRD mendorong perubahan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2023 agar lebih sesuai dengan kondisi riil di lapangan. 

Proses revisi perda tersebut dimulai pada Oktober 2024 dan resmi disahkan pada 13 Agustus 2025.

Kartiyono menambahkan, DPRD sebenarnya telah meminta PJ Bupati saat itu agar mempercepat pembahasan revisi, namun langkah itu menunggu evaluasi Kementerian Dalam Negeri. Situasi semakin kompleks setelah Maret 2025, saat bupati definitif dilantik.

“Pada masa itu, ada banyak agenda transisi pemerintahan, termasuk program retreat kepala daerah. Karena itu, DPRD memilih menunggu hasil evaluasi Kemendagri sambil pendataan ulang berjalan,” ungkapnya.

Dengan demikian, ia menegaskan bahwa proses kenaikan maupun penyesuaian pajak di Jombang murni bersumber dari dinamika regulasi di daerah sendiri, bukan karena intervensi atau pengaruh kabupaten lain.

Pemkab Jombang yang dipimpin Bupati Warsubi telah menetapkan empat tarif baru PBB P2, mulai 0,1 persen hingga 0,2 persen, yang mengacu pada NJOP sesuai harga pasar. Aturan baru ini akan berlaku mulai 2026. 

“Warga yang merasa keberatan silakan berkoordinasi dengan Bapenda agar penyesuaian bisa dilakukan,” ungkap politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini. 

Hadi mengakui, penurunan tarif PBB P2 tahun depan akan berdampak berkurangnya PAD dari sektor pajak. Namun ia menegaskan, DPRD dan pemda mengutamakan keadilan bagi warga.

“itu pasti. Kami di pemerintahan sudah berupaya sedemikian rupa untuk menjawab keresahan masyarakat," pungkasnya.

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan atas Perda Nomor 13 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) resmi disetujui dalam rapat paripurna DPRD Jombang pada Rabu (13/8/2025). ****

 

Sumber: Surya
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved