Saat Warga Berebut Gunungan Hasil Bumi di Atas Sumber Ubalan Kediri

Upacara adat Kebur Ubalan ini rutin digelar setiap bulan Suro, menjadi ajang pelestarian budaya sekaligus sarana promosi wisata alam dan spiritual.

Penulis: Isya Anshori | Editor: Titis Jati Permata
SURYA.co.id/Isya Anshori
BEREBUT GUNUNGAN - Warga tumpah ruah di kawasan wisata Sumber Ubalan Desa Jarak Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri Jawa Timur, Sabtu (19/7/2025) untuk mengikuti upacara adat Kebur Ubalan. Tradisi yang digelar setiap bulan Suro dalam penanggalan Jawa ini menjadi ajang pelestarian budaya sekaligus sarana promosi wisata alam dan spiritual. 

SURYA.CO.ID, KEDIRI - Kawasan wisata Sumber Ubalan Desa Jarak Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri Jawa Timur, ramai didatangi ratusan warga, Sabtu (19/7/2025).

Mereka bukan hendak berwisata, namun mengikuti upacara adat Kebur Ubalan di kawasan wisata Sumber Ubalan Desa Jarak Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri Jawa Timur.

Upacara adat Kebur Ubalan ini rutin digelar setiap bulan Suro, dan menjadi ajang pelestarian budaya sekaligus sarana promosi wisata alam dan spiritual.

Tak ketinggalan keberadaan gunungan hasil bumi sebagai simbol kesejahteraan dan rasa syukur kepada Tuhan atas berkah alam.

Baca juga: Sosok Empat Kepala Dinas yang Berebut Posisi Sekda Kota Surabaya

Tahun ini, ada lima gunungan yang disiapkan, empat berukuran sedang dan satu gunungan utama setinggi lima meter.

Masing-masing dihias dengan hasil pertanian seperti kacang panjang, terong, jagung, kubis, nanas, cabai, hingga bawang merah, yang semuanya merupakan produk lokal hasil panen warga Desa Jarak.

Keempat gunungan kecil terlebih dahulu diarak keliling desa.

Warga tampak antusias mengikuti prosesi kirab, lengkap dengan iringan musik tradisional dan pakaian adat.

Rombongan berakhir di tengah kawasan sumber air Ubalan dimana lokasi sakral yang menjadi jantung dari ritual ini.

Setelah prosesi arak-arakan, para sesepuh desa memimpin doa bersama.

Suasana menjadi khidmat ketika tujuh kendi yang berisi air dari sumber Ubalan dituangkan ke kolam sebagai simbol permohonan hujan dan berkah untuk tanah pertanian warga.

Seketika setelah doa selesai, warga langsung menyerbu ke tengah sumber untuk berebut gunungan.

"Gunungan ini ada empat dari kelompok tani dan satu dari lembaga desa. Maknanya mewakili empat penjuru mata angin dan satu sebagai punjer (pusat-red) simbol bahwa hasil bumi ini untuk semua warga," kata Kepala Desa Jarak, Mohamad Toha usai acara. 

Toha menjelaskan bahwa tradisi ini juga menjadi wujud syukur atas debit air Ubalan yang hingga kini masih menjadi sumber utama irigasi, tidak hanya bagi warga Desa Jarak Plosoklaten tetapi juga masyarakat di Kecamatan Gurah. 

"Kami juga menyiratkan air dari kendi ke atas, seperti hujan, harapannya petani bisa segera mendapatkan hujan dan hasil panen lebih melimpah," jelasnya.

Prosesi berlanjut ke lokasi wisata utama Sumber Ubalan. Di depan panggung utama, gunungan raksasa setinggi lima meter menjadi pusat perhatian warga.

Setelah pembacaan doa kembali dilakukan, panitia mulai membagikan hasil bumi kepada pengunjung, disambut antusiasme warga yang berdesak-desakan mengulurkan tangan.

Rangkaian acara tidak hanya bersifat ritual, tetapi juga menjadi ajang kebersamaan antarwarga.

Mulai dari pemuda desa, kelompok tani, hingga pelajar dan tokoh masyarakat turut dilibatkan. 

"Ini menjadi bentuk pelestarian budaya sekaligus sarana pendidikan nilai-nilai kearifan lokal kepada generasi muda," ungkap Toha. 

Di tempat yang sama, Kepala Bidang Museum dan Purbakala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri, Eko Priyatno memberikan apresiasi atas pelaksanaan tradisi ini.

Menurutnya, upacara Kebur Ubalan adalah kekayaan budaya yang memiliki nilai historis dan spiritual tinggi.

"Tradisi ini bukan hanya soal berebut hasil bumi, tapi menggambarkan gotong royong dan kesadaran akan pentingnya air sebagai sumber kehidupan," katanya. 

"Ubalan sendiri sejak zaman Belanda sudah dimanfaatkan untuk irigasi pabrik gula Jengkol yang berada tak jauh dari sini dan sekarang menjadi warisan budaya sekaligus destinasi wisata yang terus berkembang," imbuh Eko.

Dia menambahkan, pelestarian budaya seperti ini sejalan dengan misi pariwisata berkelanjutan.

Apalagi jika dikemas dengan baik, potensi Sumber Ubalan bisa mendongkrak kunjungan wisatawan dari luar daerah. 

"Ini aset budaya sekaligus ekonomi. Harapan kami, kegiatan ini bisa menjadi agenda tahunan yang lebih besar dan terpromosikan dengan baik," tuturnya.

Selain upacara adat, masyarakat juga memanfaatkan momen ini untuk menggelar bazar UMKM dan pameran hasil pertanian.

Pengunjung yang datang tak hanya mendapat pengalaman spiritual, tetapi juga bisa mencicipi berbagai produk unggulan desa setempat. 

BACA BERITA SURYA.CO.ID LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved