Peleceh Santriwati Divonis 12 Tahun, Kasusnya Nodai Bangkalan Sebagai Kota Dzikir dan Shalawat

Dan dalam persidangan, antara terdakwa dan orangtua korban telah terjadi perdamaian yang mana pihak terdakwa meminta maaf dan khilaf

Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Deddy Humana
Surya/Ahmad Faisol (Ahmad Faisol)
WARGA TUNTUT KEADILAN -Puluhan warga mendatangi Ponpes Raudlatul Ulum’, Kampung Kaseman, Desa Parseh, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan sambil membentangkan poster kecaman atas dugaan pencabulan terhadap santriwati, pada 31 Oktober 2024 silam. 


SURYA.CO.ID, BANGKALAN – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bangkalan telah menjatuhkan vonis 12 tahun pada SF (45), terdakwa kasus pelecehan seksual terhadap siswi atau santriwati di Desa Parseh, Kecamatan Socah, Selasa (10/6/2025) lalu.

Vonis itu tidak sesuai tuntutan awal yaitu 15 tahun tetapi penasehat hukum dan keluarga korban menyatakan puas. Karena itu seolah menjadi pesan tegas bahwa tidak ada ‘ruang’ bagi pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. 

Terlebih SF merupakan pengasuh pesantren yang semestinya memberikan rasa aman dan nyaman kepada para santri/santriwati.

“Pada hakekatnya, putusan pengadilan dalam kasus ini untuk membawa efek jera, pembelajaran, dan manfaat bagi korban, terdakwa, dan masyarakat. Termasuk bagi lembaga-lembaga pendidikan yang siswanya menginap seperti kasus ini,” ungkap penasehat hukum korban, Rizang Bima Wijaya saat ditemui di rumahnya, Rabu (11/6/2025).

Sebagai perwakilan pihak korban, ia menilai vonis atas pencabulan dan pelecehan seksual di salah satu pesantren di Desa Parseh, Kecamatan Socah itu sudah memenuhi rasa keadilan.

“Keluarga korban sudah mengatakan bahwa putusan 12 tahun penjara sudah setimpal, yakin itulah putusan yang adil menurut majelis hakim, dan sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan,” jelas Rizang.

Seperti diketahui, perkara pencabulan itu berawal munculnya screenshot atau tangkapan layar percakapan lewat WhatsApp (WA) antara SF dan korban yang beredar luas di masyarakat. 

Keluarga korban kemudian membawa perkara tersebut ke meja penyidik Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Satreskrim Polres Bangkalan pada 24 Oktober 2024 silam.  

Sepekan kemudian atau 31 Oktober 2024, puluhan warga mendatangi rumah SF sekaligus Pondok Pesantren (Ponpes) Raudlatul Ulum’ di Kampung Kaseman, Desa Parseh, Kecamatan Socah. 

Dalam aksinya, massa membentangkan empat buah poster dengan tulisan bernada kecaman atas dugaan pencabulan terhadap siswi atau santriwati.

Empat buah poster masing-masing bertuliskan, ‘Kyai Cabul Meresahkan Masyarakat’, Jangan Bela Kyai Cabul, ‘Tangkap Kyao Cabul Secepatnya’, Kami Minta Keadilan’. Tulisan itu ditujukan kepada pengasuh ponpes berinisial SF.

SF yang kala itu masih berstatus terduga pelaku, dua kali mangkir panggilan pemeriksaan. Personel gabungan Unit Opsnal dan Unit (PPA Satreskrim Polres Bangkalan langsung melakukan pemetaan dan menangkap anggota DPRD Bangkalan periode 2009-2014 itu di Kabupaten Probolinggo pada 6 November 2024.

Rizang memaparkan, majelis hakim dalam proses persidangan sudah memberikan kesempatan yang sama kepada jaksa penuntut umum untuk membuktikan dakwaan dan tuntutannya.

Begitu juga kepada pihak terdakwa diberi kesempatan yang sama untuk membuktikan hal-hal yang meringankan terdakwa.

Seandainya terdakwa bukanlah pengasuh ponpes, lanjut Rizang, dimungkinkan tuntutannya antara 7 tahun hingga 8 tahun. Namun karena SF adalah seorang pengasuh ponpes, ada pemberatan hukuman yang tidak mungkin di bawah 11 tahun.

Halaman
12
Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved