Berita Viral

Kisah Perjuangan Aul, Gadis Mojokerto Merantau ke Surabaya untuk Kuliah Sambil Kerja, Ayah Meninggal

Kisah perjuangan Aulyafillah, seorang gadis asal Mojokerto, Jawa Timur, sangat menyentuh sekaligus menginspirasi. Kuliah Sambil Kerja.

Kompas.com/Azwa Safrina
PERJUANGAN GADIS MOJOKERTO - Aulyafillah, Gadis Mojokerto Merantau ke Surabaya untuk Kuliah Sambil Kerja. 

SURYA.co.id - Kisah perjuangan Aulyafillah, seorang gadis asal Mojokerto, Jawa Timur, sangat menyentuh sekaligus menginspirasi.

Aul, panggilan akrabnya, harus merantau ke Kota Surabaya untuk kuliah.

Tak cuma kuliah, Aul juga harus melakoni kerja sampingan untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluargnya.

Hal ini lantaran sang ayah telah meninggal dunia. Sehingga tak ada yang mencari nafkah.

Berangkat dari suatu desa sederhana di Mojokerto, dia merantau ke Surabaya untuk berkuliah sekaligus menjadi kepala keluarga dengan bekerja sampingan demi menggantikan sang ayah yang meninggal dunia pada 2023.

Sembari berkuliah, Aulyafillah melakoni tiga hingga empat pekerjaan sampingan meski pendapatannya tak seberapa.

Ditambah lagi, perempuan yang disapa Aul itu harus menghadapi kondisi ekonomi Indonesia yang berimbas pada kenaikan harga bahan pokok.  

Hal yang paling dirasakannya, yakni kenaikan bahan-bahan pokok, seperti beras, telur, ayam, dan sembako sejak awal tahun hingga saat ini.

“Telur itu biasanya setengah kilo dengan harga antara Rp 16.000 sampai Rp 18.000 bisa dapat 10 atau 12 biji, sekarang cuma 6-8 biji. Beras beli lima kilogram dulu sekitar Rp 70.000 sekarang bisa sampai Rp 100.000 lebih,” ungkapnya, Sabtu (12/4/2025), melansir dari Kompas.com.

Ia juga mengeluhkan semakin susahnya mendapatkan gas elpiji 3 kilogram di toko pengecer.

“Kalaupun ada, itu adanya di agen atau calo yang harganya sudah dinaikkan sekitar Rp 5.000 sampai Rp 10.000, kan lumayan banget. 

Jadi ibuku selalu muter-muter nyarinya dan nyari pun juga butuh bensin,” ujarnya.

Sebagai anak pertama dan satu-satunya anggota keluarga yang bekerja, Aul juga harus menanggung biaya hidup kedua adiknya yang masih duduk di bangku SMA. Ada juga ibu dan neneknya.  

Dengan gaji yang pas-pasan, pengeluaran yang dihabiskan per bulan sekitar Rp 2,5 juta untuk kebutuhan keluarganya di Mojokerto, serta sekitar Rp 2 juta untuk pengeluaran pribadi, seperti biaya kos, uang bensin, bahan-bahan sembako.

“Apalagi sekarang semua barang, terutamanya sembako naik itu yang semakin mencekik banget sih karena banyak habis untuk kebutuhan bertahan hidup,” tuturnya.

Perempuan kelahiran tahun 2003 itu juga mengatakan adanya perubahan gaya hidup yang dia rasakan karena situasi ekonomi yang semakin pelik ini.

Kini, dia tidak lagi mengonsumsi segala kebutuhan tersier seperti belanja, nongkrong di kafe, membeli makanan fast food, dan belanja online.

Bahkan, Aul juga membatasi pengeluaran skincare per bulannya yang awalnya sekitar Rp 200.000-Rp 300.000 menjadi Rp 100.000.

“Kemarin lebaran saja keluargaku enggak beli baju baru sama sekali, sudah enggak kuat. Sekarang lebih memprioritaskan kebutuhan yang kalau aku enggak beli bakal mati atau sakit,” ujarnya.

Hal yang paling menyedihkan, ketika Aul harus mendengar kabar bahwa keluarganya tidak bisa membeli beras atau gas elpiji untuk berbuka puasa saat Ramadhan karena harga bahan pokok yang melonjak.

Alhasil, keluarganya hanya mengandalkan berbuka dari masjid terdekat serta bantuan sembako dari kepala desa. 

“Waktu itu ibuku cerita ke aku ‘gak isok tumbas beras, mek isok tumbas air minum’ (gabisa beli beras, hanya bisa beli air minum),” tuturnya.

Tak berhenti disitu, salah satu adiknya yang akan memasuki bangku perkuliahan juga terancam tidak bisa mendapatkan beasiswa KIPK sebab sempat beredar rumor terkait efesisensi anggaran yang akan menghapuskan beasiswa KIPK, serta adanya kemungkinan kenaikan UKT.

“Makanya secara adekku sudah ku educate kalau kamu sepertinya enggak bisa mengharapkan KIPK lagi, karena aku baca-baca di Twitter juga banyak teman-teman KIPK yang beasiswanya enggak cair.

Jadi mungkin bisa diusahakan lewat jalur beasiswa hafal Al Quran atau lainnya, cuma sangat disayangkan saja,” tuturnya.

Menurutnya, melihat keadaan ekonomi saat ini, sangatlah tidak masuk akal karena harga sembako dan kebutuhan hidup lainnya yang semakin mahal, sedangkan pendapatan yang didapatkan masyarakat tidak berubah.

Hal tersebut seakan memaksa rakyat untuk terus bekerja hanya demi bertahan hidup, padahal setiap orang juga berhak menikmati hidup seperti mengembangkan hobi atau menabung.

“Kita jadinya hanya berfokus untuk cari kerja saja seakan kita ‘diperbudak’, jadinya enggak bisa enjoy hidup, hanya mencari cara bagaimana untuk bertahan hidup dan itu snagat menyedihkan,” tuturnya.  

Kisah Aul mungkin hanya satu di antara sekian banyak perempuan di luar sana yang harus berjuang menghadapi keadaan serupa di tengah kondisi ekonomi yang semakin mencekik.

Namun, tidak ada pilihan selain tetap bertahan dan berjuang, setidaknya demi keluarga dan orang tersayang.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved