Berita Viral
Akhirnya Dokter Priguna Tak Bisa Buka Praktek Seumur Hidup Usai Rudapaksa Keluarga Pasien di RSHS
Akhirnya Priguna Anugerah Pratama (31), dokter residen anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat tak bisa buka praktek lagi.
SURYA.CO.ID - Akhirnya Priguna Anugerah Pratama alias PAP (31), dokter residen anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat tak akan bisa buka praktek seumur hidup.
Hal ini setelah Surat Izin Praktik (SIP) dicabut oleh Konsil Kesehatan Indonesia (KKI).
Tak hanya itu, Surat Tanda Registrasi (STR) milik dokter Priguna juga dinonaktifkan.
Pencabutan ini diungkapkan Ketua Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) drg Arianti Anaya, MKM pada keterangan resmi, Jumat (11/5/2025).
"KKI secara resmi menonaktifkan Surat Tanda Registrasi (STR) milik yang bersangkutan pada Kamis (10/4/2025), segera setelah status tersangka ditetapkan oleh aparat penegak hukum," tegas drg Arianti Anaya.
• Korban Rudapaksa Priguna Dokter PPDS Anestesi Unpad Bertambah, Motifnya Suka Lihat Korbannya Pingsan
Langkah ini diikuti dengan koordinasi bersama Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat untuk mencabut Surat Izin Praktik (SIP) atas nama Priguna Anugerah Pratama.
Drg Arianti menegaskan pencabutan STR dan SIP merupakan sanksi administratif tertinggi dalam profesi kedokteran di Indonesia.
“Dengan demikian, setelah SIP dicabut, yang bersangkutan tidak dapat lagi berpraktik sebagai dokter seumur hidup,” tegasnya.
Sebagai langkah lanjutan, Kementerian Kesehatan juga telah memerintahkan penghentian sementara Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSUP Hasan Sadikin Bandung, Jawa Barat.
Penghentian ini bertujuan memberikan ruang untuk evaluasi menyeluruh terhadap sistem tata kelola dan pengawasan dalam pelaksanaan program PPDS di RSHS.
“Evaluasi yang dilakukan diharapkan mampu menghasilkan sistem pengawasan yang lebih ketat, transparan, dan responsif terhadap potensi pelanggaran hukum maupun etika oleh peserta program pendidikan dokter spesialis,” tutup drg Arianti.
Terpisah, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin kini membuat kebijakan baru usai munculnya kasus rudapaksa yang dilakukan dokter Priguna Anugerah.
Budi kini mewajibkan seluruh peserta PPDS untuk menjalani pemeriksaan kesehatan mental.
Hal ini merupakan upaya pencegahan dari Kemenkes agar tak terjadi kejadian serupa.
"Ini kan bisa dicegah, masalah mental, masalah kejiwaan. Sekarang Kementerian Kesehatan akan mewajibkan semua peserta PPDS yang mau masuk harus tes mental dulu dan setiap tahun," kata Budi dilansir Kompas TV, Jumat (11/4/2025).
Lebih lanjut Budi mengakui, tekanan psikologis yang dihadapi peserta PPDS selama masa pendidikan sangat berat.
Untuk itu diperlukan pemantauan berkala pada kesehatan mental para peserta PPDS ini.
"Jadi setiap tahun harus tes mental, sehingga kita bisa lihat kalau ada yang cemas atau depresi bisa ketahuan lebih dini sehingga bisa diperbaiki," terang Budi.
Sementara itu, atas adanya kasus rudapaksa ini, Kemenkes memutuskan untuk membekukan sementara program spesialis anestesiologi di FK Unpad dan RSHS Bandung.
Langkah pembekuan sementara ini diambil agar nantinya bisa dilakukan evaluasi menyeluruh pada PPDS FK Unpad, khususnya di RSHS Bandung.
"Perbaikan yang pertama kami akan membekukan dulu anestesi di Unpad dan RSHS Bandung, untuk melihat kekurangan mana yang harus diperbaiki."
"Maka di-freeze dulu satu bulan, diperbaiki seperti apa," ungkap Budi.
Tak hanya itu, Kemenkes juga akan memberikan sanksi berat kepada pelaku pelanggaran etik, termasuk pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP).
"Jadi kami tetap pastikan STR, SIP dicabut, karena kewenangan ada di Kemenkes pada undang-undang yang baru, sehingga dia nggak bisa praktik lagi," tegas Budi.
Menteri PPA Minta Hukuman Diperberat
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPA) Arifah Fauzi memberikan tanggapannya terkait hukuman yang pantas diberikan kepada Priguna Anugerah Pratama.
Menurut Arifah, Priguna bisa diberi hukuman pidana lebih berat dari pelaku kekerasan seksual lainnya.
Hal ini dikarenakan status Priguna sebagai tenaga medis, dan aksi rudapaksa ini dilakukannya dalam situasi relasi kuasa, atau ketika ia sedang bertugas sebagai dokter di RSHS Bandung.
Selain itu aksi rudapaksa Priguna juga mengakibatkan dampak berat bagi korban.
Di antaranya bisa mengakibatkan trauma psikis, luka berat, atau bahkan kematian.
Mengingat Priguna melangsungkan aksinya dengan cara membius korban, sehingga korban tak berdaya saat Priguna melakukan rudapaksa tersebut.
"Ancaman pidana tersangka dapat ditambah sepertiga karena dilakukan oleh tenaga medis atau profesional dalam situasi relasi kuasa, atau mengakibatkan dampak berat bagi korban, termasuk trauma psikis, luka berat, atau bahkan kematian," kata Arifah dilansir Kompas.com, Jumat (11/4/2025).
Arifah menilai Priguna dapat dijerat dengan Pasal 6 jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan pidana penjara hingga 12 tahun dan atau denda hingga Rp300 juta.
Selain itu, Arifah juga mengecam keras terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap korban tersebut yang dilakukan dengan menyalahgunakan kekuasaan atau dalam kondisi korban tidak berdaya.
Karena seharusnya rumah sakit bisa menjadi ruang publik yang aman bagi setiap orang, khususnya perempuan.
Lebih lanjut Arifah mengingatkan, dari kasus rudapaksa Dokter Priguna ini, masyarakat bisa belajar bahwa kekerasan seksual bisa terjadi dimana saja.
Termasuk terjadi di ruang publik yang seharusnya bisa menjadi ruang aman untuk semua.
"Kejadian ini menjadi peringatan bagi masyarakat bahwa kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja, termasuk ruang publik yang seharusnya menjadi tempat aman bagi kita semua."
"Tidak ada satu pun perempuan pantas menjadi korban kekerasan seksual," jelas Arifah.
Motifnya Terkuak

Polisi mengungkap motif Priguna Anugerah memperkosa keluarga pasien.
Kombes Surawan menyebut jika tersangka memiliki fantasi seksual yang berbeda.
“Semacam apa ya, punya fantasi tersendiri dengan seksualnya gitu,” kata Surawan dikutip Jumat (11/4/2025).
Padahal, Priguna sendiri sudah tidak melajang dan baru menikah baru-baru ini.
Namun, hal itu tak bisa membuat tersangka berhenti memuaskan fantasinya tersebut.
Diduga, fantasi seksual Priguna yakni senang ketika melakukan hubungan intim dengan seseorang yang sedang pingsan.
Meski begitu, Surawan menegaskan pihaknya masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait hal tersebut.
"Semacam punya fantasi sendiri lah gitu. Senang kalau orang mungkin pingsan gitu ya. Nanti kita lakukan visum psikiatrikum,” jelasnya.
Seperti dilketahui. Priguna diduga merudapaksa FH (21), anak dari seorang pasien yang dirawat di RSHS Bandung pada Selasa (18/3/2025) lalu.
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, mengungkapkan Priguna telah resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelecehan seksual.
Hendra menjelaskan, kasus dugaan rudapaksa ini berlangsung pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB.
Saat itu, tersangka meminta korban untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7.
Priguna bahkan meminta korban untuk tidak ditemani adiknya.
"Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali," beber Hendra.
Setelah itu, tersangka menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya.
Beberapa menit kemudian, korban FH mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.
"Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB," jelas Hendra.
Menurut Hendra, dugaan rudapaksa terbongkar setelah korban menceritakan kejadian yang dialaminya kepada sang ibu.
"Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu," terangnya.
Adapun berdasarkan data dari KTP, tersangka diketahui beralamat di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), tetapi saat ini tinggal di Kota Bandung.
Sementara itu, korban FH merupakan warga Kota Bandung.
"Kami juga sudah meminta keterangan dari para saksi dan nantinya akan melibatkan keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan ini," sebut Hendra.
Polda Jabar juga telah mengamankan sejumlah barang bukti dari tempat kejadian perkara (TKP), termasuk dua buah infus full set, dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu buah kondom, dan beberapa obat-obatan.
Atas aksi bejatnya, tersangka Priguna dijerat Pasal 6 C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
"Pelaku dikenakan pasal 6 C UU no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun," papar Hendra.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Respons Kasus Rudapaksa Dokter Residen RSHS Bandung, Menkes Minta Peserta PPDS Tes Kesehatan Mental
===
Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.
Klik di sini untuk untuk bergabung
Priguna Anugerah Pratama
dokter rudapaksa keluarga pasien
Dokter Priguna Anugerah
Menkes Budi Gunadi Sadikin
Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS)
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
Tetangga Kaget Dwi Hartono Jadi Tersangka Pembunuhan Bos Bank Plat Merah, Sosok Aslinya Terungkap |
![]() |
---|
Rekam Jejak Yuda Heru Dokter Hewan yang Praktik Sekretom Ilegal untuk Manusia, Ternyata Dosen Juga |
![]() |
---|
Rekam Jejak Ahmad Sahroni yang Ditantang Debat Salsa Erwina, Dijuluki Crazy Rich Tanjung Priok |
![]() |
---|
Tabiat Rohmat alias RS, Ahli IT di Balik Kasus Penculikan Bos Bank Plat Merah, Pekerjaan Misterius |
![]() |
---|
Imbas Tanggapi Soal Ijazah Jokowi, Rektor UGM Ova Emilia Kena Sentil Mahfud MD: Sudah Cukup |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.