Hikmah Ramadan 2025
Merawat Kemabruran Puasa 21 - Dari Takut ke Taqwa
Kata taqwa tidak bisa diartikan dengan takut, karena mungkin tingkat kebenarannya hanya 35 persen, terutama jika dihubungkan dengan Allah SWT.
Oleh : Menteri Agama, Prof Dr KH Nasaruddin Umar MA
SURYA.CO.ID - Bahasa Arab terkadang sulit dicari padanan terjemahannya di dalam bahasa Indonesia. Banyak bahasa Arab Alquran yang terpaksa diterjemahkan dengan kata aslinya, karena tidak dijumpai padanannya yang tepat di dalam kamus bahasa Indonesia.
Salah satu di antaranya ialah kata taqwa. Kata taqwa berasal dari akar kata waqa-yaqi yang berarti memelihara seseorang dari bahaya atau kesakitan, kemudian membentuk kata tawaqqa yang bisa diartikan dengan “takut”.
Kata taqwa tidak bisa diartikan dengan takut, karena mungkin tingkat kebenarannya hanya 35 persen, terutama jika dihubungkan dengan Allah SWT.
Dalam firman Allah SWT disebutkan: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”(Q.S. Ali ‘Imran/3:102).
Kata ittaqullah diartikan bertakwalah kepada Allah, tidak diterjemahkan takutlah kepada Allah.
Taqwa dalam bahasa Arab, merupakan kombinasi antara rasa takut yang sangat kuat, rasa cinta yang sangat dalam dan rasa segan yang amat tinggi.
Kalau diartikan taqwa dengan takut, maka unsur cinta dan segannya hilang, padahal itu juga merupakan unsur penting dalam taqwa.
Ilustrasinya seperti anak kecil terhadap ibu dan bapaknya. Seorang anak pasti sangat mencintai ibu dan bapaknya, tetapi pada sisi lain ia juga sangat takut dan segan terhadapnya.
Sang anak pasti sangat takut pada orang tuanya, karena segalanya masih tergantung pada keduanya.
Namun, sang anak juga sangat mencintai kedua orang tuanya, karena dialah yang menjadi tumpuan cinta kasihnya. Pada saat bersamaan, juga ia sangat respek dan segan terhadapnya, karena segala keperluannya masih disuplai oleh kedua orang tuanya.
Tidak heran kalau dalam kitab-kitab tasawuf sering dikatakan bahwa latihan untuk takut, cinta, dan respek terhadap Allah SWT, ialah takut, cinta dan respek pada kedua orang tua.
Sulit dibayangkan seseorang akan mencintai Tuhannya, sementara orang tua yang secara visual memenuhi seluruh keperluannya tidak ia cintai.
Latihan mencintai Tuhan ialah mencintai orang tua.
Dalam Alquran disebutkan: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Q.S. al-Isra’/17: 23).
Renungan Spiritual dan Sosial di Penghujung Ramadhan : Sudahkah Kita Menjadi Pribadi yang Fitri ? |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa - Dari Salam, Islam dan ke Istislam |
![]() |
---|
Puasa Ramadhan di Indonesia, Indah dan Nikmat ! |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa - Dari Sufi Palsu ke Sufi Sejati |
![]() |
---|
Kebutuhan Ramadhan Meningkat, Pinjol Solusinya? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.