Berita Viral 

Update Nasib Kades Kohod Sudah Dilaporkan MAKI ke KPK Soal Pemalsuan SHGB Area Pagar Laut Tangerang

Nasib Kades Kohod, Arsin dan para pejabat yang mengurus SHGB dan SHM di area pagar laut Tangerang kini semakin terpojok. MAKI lapor.

|
Editor: Musahadah
kolase tribunnews/kompas.com
LAPOR KEJAGUNG - Kolase Foto Koordinator MAKI Boyamin Saiman dan Kades Kohod Arsin. Boyamin akan melaporkan pengurusan sertifikat HGB dan SHM area pagar laut Tangerang ke Kejaksaan Agung hari ini, Kamis (30/1/2025). 

SURYA.CO.ID - Nasib Kades Kohod, Arsin dan para pejabat yang mengurus sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di area pagar laut Tangerang kini semakin terpojok. 

Hal ini setelah kooordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melaporkan mereka ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan pemalsuan dalam pengurusan SHGB dan SHB di area pagar laut Tangerang. 

Bahkan hari ini, Kamis (30/1/2025) Boyamin akan melaporkan hal serupa ke Kejaksaan Agung. 

Dikutip dari tayangan Metro TV, Selasa (28/1/2025), Boyamin menyebut pelanggaran pidana di penerbitan SHGB dan SHM area pagar laut Tangerang ini sudah jelas. 

"Makanya saya lebih baik lapor KPK dengan rumusan Pasal 9 UU 20 tahun 2021 tentang tindak pidana korupsi yang mengadopsi Pasal 461 KUHP," terang Boyamin.

Baca juga: Peran Kades Kohod Tak Cuma Urus SHGB Area Pagar Laut Tangerang, Warga : Bawa Alat Berat, Uruk Tanah

Pasal ini menjelaskan bahwa pejabat umum yang harusnya mengawasi buku register, buku administrasi yang menimbulkan pemalsuan, bisa dipidana minimal 1 tahun maksimal 5 tahun dan denda Rp50 juta sampai Rp500 juta. 

Dari Pasal 9 ini, menurut Boyamin, aparat penegak hukum bisa mulai masuk menyelidiki kasus ini dari para pejabatnya. 

"Saya melaporkan oknum kepala desa, di kecamatan maupun kantor pertanahan Kabupaten Tangerang. Karena di situ berproses HGB dan HM," tegas Boyamin. 

Boyamin melihat siasat mereka  yang memecah-mecah sertifikat maksimal 2 hektar agar tidak perlu diurus di BPN Pusat.

Sertifikat-sertifikat kurang dari 2 hektar yang seolah-olah dimiliki warga penggarap ini selanjutnya dibeli oleh 2 perusahaan (PT) besar sehingga mereka pun tidak perlu izin ke pusat. 

Padahal sudah jelas, area yang disertifikatkan itu tidak berupa lahan (tanah) tapi lautan, dan itu bisa disertifikatkan tahun 2022 dan 2023.  

Sementara sesuai ketentuan harus ada pengecekan lahan tersebut. 

"Ini jelas masuk pasal 9, saya pernah menerapkan itu di Jakarta Timur. Ini ada dugaan pemalsuan, apapun itu lahan itu berupa tanah hamparan. HGB dan SHM kalau gak ada tanahnya, harus hilang," katanya. 

Kalau pun toh ada garapan di tanah itu pada tahun 1970 atau 198., namun ketika  disertifikatkan tahun 2020-an, tetapi tidak bisa karena saat ini sudah tidak ada tanahnya. 

Dan, lanjut Boyamin, kalaupun itu bisa, maka itu ada dugaan pemalsuan.  

"Ini sudah klir, tinggal siapa yang duluan. Untungnya kejaksaan agung sudah melakukan penyelidikan dan KPK sudah menelaah. Nanti saya dorong untuk berlomba lomba. Kalau sama sama lemot saya gugat praperadilan. Karena sangat jelas," tegasnya. 

Apalagi, lanjut Boyamin, ada warga yang mengaku bahwa nama dia dicatut untuk membuat SHGB. 

Hal itu menurut Boyamin, sudah jelas ada pemalsufan sampai terbit SHGB sehingga Pasal 9 UU Tipikor sudah terpenuhi. 

Dalam pernyataan terbaru, Boyamin akan mendatangi Kejaksaan Agung (Kejagung) guna melaporkan dugaan korupsi terkait penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di perairan Tangerang, hari ini, Kamis (30/1/2025).

Boyamin Saiman mengatakan, kedatangannya itu untuk menyerahkan sejumlah dokumen terkait informasi yang berkaitan dengan kasus tersebut.

"Besok siang Kamis 30 Januari 2025 saya akan datang ke Kejagung (untuk) menyerahkan aduan resmi berupa surat pengaduan dugaan korupsi dalam penerbitan hak atas tanah berupa SHGB dan SHM di wilayah laut Kabupaten Tangerang tahun 2023-2024," kata Boyamin dalam keteranganya, Rabu (29/1/2025).

Selain itu Boyamin juga akan memastikan mengenai informasi yang mengatakan bahwa Kejagung telah mulai menyelidiki dugaan korupsi di wilayah laut Tangerang tersebut.

Sebab sebelumnya kata dia, telah beredar surat perintah penyelidikan perkara dugaan korupsi SHGB dan SHM di wilayah laut Kabupaten Tangerang.

"Hal (rencana pelaporan) ini penting untuk antisipasi dan memastikan apabila belum ada kepastian penyelidikan perkara tersebut oleh Kejagung," jelasnya.

Adapun langkah rencana pelaporan ini menurut Boyamin juga bertujuan agar semua penegak hukum bergerak cepat guna menangani dugaan korupsi tersebut.

Pasalnya selain ke Kejagung, MAKI juga telah melaporkan dugaan korupsi itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Langkah-langkah tersebut diatas guna pengawalan dan pengawasan yang akan digunakan sebagai dasar gugatan praperadilan apabila perkara mangkrak nantinya," pungkasnya.

Warga Bongkar Peran Kades Kohod

PAGAR LAUT TANGERANG. Kades Kohod (batik ungu) mendampingi Menteri ATR/BPN Nusron Wahid saat kunjungan ke area pagar laut Tangerang, Jumat (24/1/2025). Kades Kohod ngotot menyebut area tersebut adalah empang. Ada dua orang yang mendukungnya.
PAGAR LAUT TANGERANG. Kades Kohod (batik ungu) mendampingi Menteri ATR/BPN Nusron Wahid saat kunjungan ke area pagar laut Tangerang, Jumat (24/1/2025). Kades Kohod ngotot menyebut area tersebut adalah empang. Ada dua orang yang mendukungnya. (Tribunnews/Rahmat Fajar Nugraha)

Sementara itu, peran Kades Kohod, Arsin, dalam polemik pagar laut Tangerang, ternyata tak sekadar menguruskan sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM). 

Kades Kohod ternyata mengerahkan alat berat untuk menguruk lahan warga untuk reklamasi.

Hal ini diungkap Henri Kusuma, pendamping warga Kohod dalam polemik pagar laut Tangerang. 

Dijelaskan Henri, kades kohod ini mengerahkan staf desa bahkan RT/RW untuk membuat sertifikat di area pagar laut tersebut.

Bahkan Henri menduga para ketua RT/RW berikut keluarganya juga tercatat dalam sertifikat tersebut. 

Baca juga: Imbas Kades Kohod Diperiksa Kejagung Soal HGB Pagar Laut Tangerang, Mahfud MD: Bisa Dilacak, Gampang

"Kemungkinan besar mereka tidak jauh dari lingkaran kepala desa," kata Henri dikutip dari tayangan Metro TV pada Selasa (26/1/2025). 

Khusus untuk warga yang didampingi, Henri menyebut, warga ini tak tahu menahu ketika diminta KTP untuk pembuatan SHGB di area pagar laut. 

"Itu murni dicuri. Saat itu dia masih berumur 18, diminta KTP nya. Selanjutnya mereka memproses," katanya. 

Setelah tahu identitasnya dicatut, sebenarnya warga dengan didampingi Henri telah melakukan audiensi dengan Pemkab Tangerang pada Agustus 2024. 

Saat itu, mereka diterima plt Sekda, serta perwakilan dari ATR, Muspida dan Inspektorat. 

Saat itu, pihak muspida tidak berbicara tentang masalah perda tata ruang, dan permasalahnnya pun tidak ditanggapi serius. 

Akhirnya Henri bersama warga meminta audiensi dengan Kementerian ATR/BPN pada September 2024.

Di pertemuan ini lah akhirnya terungkap bahwa Pemkab Tangerang telah membuat Perda Nomor 9 tahun 2020 tentang adanya pulau reklamasi di sepanjang pantai utara. 

Namun saat itu dari Kementerian ATR/BPN tidak mau menyebutkan nomor perda sehingga pembicaraannya pun buntu, dan Henri bersama para nelayan memilik pulang.

Dua hari setelah pulang dari pertemuan dengan Kementerian ATR/BPN, Kades Kohod membawa alat berat untuk mulai menguruk tanah di Desa Kohod. 

"Kami sudah mengadu, audiensi, tapi dia (Kades Kohod) merasa kuat karena merasa diback up. Mulai pengurukan untuk reklamasi," ungkap Henri. 

Lalu, kades bergerak atas perintah siapa? 

Menurut Henri, pelaku di dekat warga termasuk Kades Kohod itu hanya lah ekor.

"Badan dan kepala bukan itu," katanya. 

Henri beralasan karena ada perda yang dipakai untuk melanggengkan rencana reklamasi dan sejumlah rencana lainnya, termasuk rencana membangun hutan lindung mangrove yang memakan lahan 1553 hektar, seluas dengan area pagar laut. 

Sebelumnya, sejumlah warga membongkar peran Kades Kohod dalam pensertfikatan area di pagar laut Tangerang. 

Diduga, kades kohod ini menggunakan identitas sejumlah warga untuk pembuatan SHGB pada 2023. 

Khaerudin, salah seorang warga yang merasa menjadi korban, mengatakan, sertifikat tersebut tiba-tiba terbit atas nama beberapa warga. 

Padahal, warga Desa Kohod merasa tak pernah mengajukan permohonan pembuatan sertifikat, termasuk SHGB. 

"Kami tidak pernah merasa mengajukan sertifikat. Sertifikat-sertifikatnya atas nama warga yang memang nggak tahu dibuat sertifikat. Nah di sini tolong diusut tuntas," ujar Khaerudin saat dihubungi, Selasa (28/1/2025).

Keterlibatan aparat desa dan kepala desa dalam pembuatan sertifikat HGB tersebut beralasan karena data-data warga yang digunakan untuk penerbitan SHGB kemungkinan besar berasal dari perangkat desa.

"Sertifikat itu keluar tahun 2023, dan kami tidak pernah mengajukan apa pun. Ada keterlibatan dari kepala desa. Itu harus diusut, harus diusut tuntas," kata Khaerudin.

Nasarudin, warga Desa Kohod lainnya mengungkap adanya kepemilikan SHGB atas nama anaknya yang tidak sesuai. 

Narasudin mengungkap, nama anaknya, Nasrullah masuk dalam daftar pemilik SHGB di area pagar laut Tangerang.  

Tak tanggung-tanggung, di SHGB itu, anaknya tercatat memiliki lahan seluas 1,4 hektar. 

Dan, dalam keterangannya disebutkan bahwa lahan itu dimiliki sang anak yang berusia 18 tahun dari hasil warisan. 

"Ini keterangan waris. Berarti saya sudah dianggap mati. Padahal saya masih hidup," kata Narasudin dikutip dari tayangan youtube Liputan 6, pada Senin (27/1/2025). 

Nasarudin mengaku baru tahu adanya SHGB atas nama anaknya itu, belum lama ini.

Dia memastikan SHGB itu tidak benar, karena kenyataannya dia tidak memiliki lahan di area laut. 

"Saya sama sekali gak punya (lahan) pak, se-meter pun gak punya. Di darat pun gak punya, apalagi di laut," tegasnya. 

Kalau saat ini ada penerbitan SHGB, Nasarudin mengaku dirugikan. 

"Saya gak terima ini," katanya. 

Nasarudin pun mengungkap awal mula ada pihak keluarahan yang tiba-tiba meminjam KTP anaknya. 

"Diambil begitu, saja. Tahu-tahunya begini (muncul SHGB atas nama anaknya)," tandasnya.

Henri Kusuma, tim advokasi warga mengungkap, tak hanya SHGB milik anak Nasarudin saja yang bermasalah.  

"Di desa Kohod ada beberapa pecahan sertifikat," katanya. 

Henri menuding Kepala Desa Kohod mengerahkan individu-individu, salah satunya adalah warga,  

Caranya, warga ini dibohongi, dimintai KTP untuk dibuatkan PM 1.

 "PM 1 ini diurus kades dan kroni-kroninya. Salah satunya (anak Nasarudin), diminta KTP tanpa sepengetahuian, untuk dibuatkan SHGB. Dibuatkan surat keterangan waris, seolah-olah ayahnya meninggal, sehingga asal usul (tanah) meninggal," ungkap Henri. 

Hingga kini, belum ada pernyataan dari Kades Kohod terkait hal ini. 

Sebelumnya, saat berdebat dengan Menteri ATR/BPN, Arsin menyebut lahan yang ada SHGB dan SHM itu sebelumnya adalah empang.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Besok, MAKI Buat Laporan ke Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Penerbitan SHGB-SHM di Laut Tangerang

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved