Alih Fungsi Lahan Jagung Pemicu Bencana, Pemkab Tulungagung Bahas Pemulihan Hutan Kawasan Selatan

"Namanya tumpang sari, numpang untuk mencari penghasilan. Bukan mengorbankan pohon-pohon tegakan," tegasnya

Penulis: David Yohanes | Editor: Deddy Humana
surya/David Yohanes (Davis Yohanes)
Salah satu titik kawasan hutan di Tulungagung Selatan yang kurang tanaman tegakan. 

SURYA.CO.ID, TULUNGAGUNG - Masalah hutan di wilayah Selatan Kabupaten Tulungagung yang berubah menjadi lahan jagung menjadi pembahasan Pemkab Tulungagung dengan para pihak terkait, Selasa (21/1/2025).

Rapat koordinasi ini untuk mencari solusi atas alih fungsi hutan yang menyebabkan bencana alam di kawasan Selatan.

Air dari pegunungan yang membawa lumpur dan kerikil tidak hanya merugikan permukiman warga, namun juga merusak infrastruktur di kawasan Selatan.

Salah satu dampak paling terasa adalah kerusakan jalan Campurdarat-Besuki yang menjadi akses ke destinasi wisata pantai Selatan.

"Kami undang lintas instansi terkait isu wilayah Selatan, hutannya perlu ada penanganan. Karena saat musim hujan, air membawa lumpur ke jalan-jalan," ujar Sekda Kabupaten Tulungagung, Tri Hariadi.

Pemkab mengundang Perhutani PKH Blitar dan Kediri yang mempunyai wilayah, aktivis lingkungan, kepolisian, TNI, serta Cabang Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur di Trenggalek.Dalam pertemuan ini semua pihak sepakat untuk menertibkan pengelolaan hutan sesuai aturan.

Selama ini penggarap lahan hutan banyak mematikan pohon tegakkan, salah satu pelanggaran yang paling banyak dilakukan."Jika ada yang melanggar maka akan disanksi tegas agar ada efek jera," tegas Sekda.

Selain itu pemkab juga mengizinkan penggunaan Dana Desa (DD) untuk pelestarian lingkungan. Karena itu desa-desa yang ada di sekitar hutan harus punya program pelestarian melalui DD.

Camat juga diminta untuk memantau agar ada alokasi dana untuk pelestarian lingkungan. Pemkab Tulungagung melalui Dinas Lingkungan Hidup bersama instansi juga akan melakukan evaluasi program Perhutanan Sosial.

Evaluasi program dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ini terkait dampak lingkungan, serta apakah sudah tetap sasaran.

"Jika berdampak positif bisa diperpanjang. Jika cara pengelolaan berbeda, menghilangkan tegakkan harus ditertibkan," tegas Tri Hariadi.

Sejauh ini ada 2 kawasan hutan yang masuk program Perhutanan Sosial, yaitu di Desa Tenggarejo, Kecamatan Tanggunggunung dan di Desa Besole, Kecamatan Besuki.

DLH juga diminta untuk menyiapkan anggaran untuk pengadaan bibit tanaman yang cocok dengan dua kawasan itu. Jenis pohon yang disiapkan selain untuk melindungi dari longsor, juga bisa memberikan keuntungan ekonomi, misalnya pohon buah-buahan.

"Untuk hutan Perhutanan Sosial didampingi Cabang Dinas Kehutanan, bisa bekerja sama dengan DLH. Untuk kawasan Perhutanan Sosial, kita punya wewenang di situ," sambung Tri hariadi.

Diakui Tri Hariadi, ada kawasan hutan Perhutanan Sosial yang dinilai berasil memulihkan tegakkan hutan. Namun masih ada kawasan hutan Perhutanan Sosial yang sangat luas dan perlu dicek tingkat keberhasilannya.

Sekurangnya butuh waktu 2 tahun untuk  kembali menghijaukan kawasan hutan yang telanjur gundul dengan pohon-pohon baru. Sekda juga menyinggung hamparan kawasan hutan yang maha luas telah berubah menjadi ladang jagung.

Area yang seharusnya hutan lindung juga berubah menjadi hamparan tanpa tegakkan. Padahal konsep awalnya adalah sistem tumpang sari, ada tanaman produktif di sela pohon keras yang menjadi pelindung ekosistem.

"Namanya tumpang sari, numpang untuk mencari penghasilan. Bukan mengorbankan pohon-pohon tegakan," tegasnya.

Melihat kondisi hutan Selatan saat ini perlu ada upaya mengembalikan fungsi lahan. Yaitu memulihkan pohon-pohon tegakkan yang sudah habis diganti tanaman jagung.

Hutan yang gundul ini terlihat  hampir di semua kawasan Selatan, mulai Kecamatan Bandung, Besuki, Campurdarat, Tanggunggunung, kalidawir, dan Pucanglaban.

Selama musim hujan sejak November 2024 telah terjadi berulang kali banjir bercampur lumpur dan kerikil sebagai dampak kondisi hutan yang gundul.

Para pegiat lingkungan menilai, panen jagung yang dihasilkan tidak sebading dengan kerusakan infrastruktur dan permukiman warga yang ditimbulkan.

Salah satunya Jembatan Desa Junjung, Kecamatan Sumbergempol yang patah diterjang berton-ton kayu dan potongan bambu dari Kalidawir. Material itu terbawa banjir akibat hutan yang gundul. *****

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved