Peternak di Bangkalan Kuras Kantong Untuk Lawan PMK, Mentan Malah Alihkan Anggaran Untuk Pompanisasi

kebijakan baru yang fokus pada program pompanisasi, seluruh anggaran termasuk di Dirjen PKH direfocusing ke program pompanisasi.

Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Deddy Humana
surya/ahmad faisol (edo)
Petugas Dinas Peternakan Bangkalan mendata 225 ekor sapi terpapar PMK telah dilaporkan dan sudah ditangani. 

SURYA.CO.ID, BANGKALAN – Serangan Penyakit Mulut dan Kaki (PMK) kembali menyerang sapi di sejumlah wilayah di Jawa Timur, termasuk beberapa kecamatan di Kabupaten Bangkalan

Hampir semua pemda di Jatim bergerak cepat untuk memerangi, tetapi sayangnya, pada wabah PMK jilid 2 ini, pemerintah pusat malah belum mengeluarkan anggaran satu sen pun untuk pengobatan atau vaksinasi seperti pada wabah PMK jilid 1, 2022 silam. 

Nol alias zonk anggaran pada Direktorat Jenderal (Dirjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) RI untuk memerangi PMK ini, diungkapkan Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan (Disnak) Kabupaten Bangkalan, drh Ali Makki kepada SURYA, Kamis (9/1/2025).

“Sekarang Dirjen PKH itu nol anggaran untuk pengendalian penyakit, bayangkan. Ternyata PMK meledak, anggarannya nol, sehingga peternak diharuskan mengeluarkan cost sendiri, pengobatan secara mandiri,” ungkap Ali.

Pemerintah pusat sebelumnya memprediksi puncak kasus PMK kedua ini akan terjadi pada Februari 2025 mendatang. Namun kenyataannya, anomali cuaca menjadi salah satu penyebab peningkatan kasus PMK pada Desember 2024 lalu.

Ali menjelaskan, ada faktor lain yang mempengaruhi kembalinya kasus PMK kali ini. Yakni roadmap pembebasan PMK yang sejatinya diproyeksikan tahun 2025, di mana seluruh wilayah di Indonesia akan mendeklarasikan bebas PMK melalui vaksinasi.  

Kenyataannya, vaksinasi hanya berjalan sekitar dua tahun, dan satu tahun berikutnya atau di tahun 2024, kegiatan itu sudah kendor atau tidak berjalan efektif. 

Hal itu akibat pergantian Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo ke Andi Amran Sulaiman. Sehingga ada kebijakan baru yang fokus pada program pompanisasi, seluruh anggaran termasuk di Dirjen PKH di-refocusing ke program pompanisasi.  

“Pemerintah sudah mengatakan sebelumnya, wabah PMK sudah berlalu dan SK wabah sudah dicabut. Dengan nol anggaran, tidak mungkin petugas melakukan pengobatan di lapangan tanpa dibayar. Petugas medis butuh 'bensin' untuk lapangan, apalagi banyak petugas yang swadaya,” tegas Ali.

Peningkatan kasus PMK pada sapi di Kabupaten Bangkalan mulai terekam dan terlaporkan sejak 9 November 2024 lalu di Kecamatan Modung. Setelah itu merembet ke Kecamatan Klampis, Kecamatan Geger, Kecamatan Galis.  

Sejak November hingga 8 Januari 2025, Disnak Bangkalan telah mendata 225 kasus PMK yang terlaporkan dan tertangani. Termasuk laporan kematian 36 ekor sapi dan 12 ekor sapi dipotong paksa.

Ali memaparkan, memang sudah ada surat edaran dari Dirjen PKH bahwa untuk penanganan PMK jika memungkinkan bisa dibiayai melalui APBD Bangkalan. Namun ketika tidak mampu, peternak sapi bisa membiayai pengobatan secara mandiri.

Hari ini sekitar pukul 09.00 WIB, lanjut Ali, pemerintah pusat dalam hal ini Dirjen PKH berkonsultasi dengan Bareskrim Polri untuk menentukan besaran tarif yang akan diterima petugas medis dan paramedis atas jasa layanan pengobatan yang diterima dari para peternak.

Ali menambahkan, pemerintah pusat tidak mengeluarkan status wabah PMK, namun hanya melalui surat dari Menteri Pertanian berkaitan Kewaspadaan Dini Peningkatan Kasus Penyakit Menular Strategis.  

“Jika pemerintah masih mengintervensi obat-obatannya namun anggaran operasional tidak ada, berapa nantinya besaran tarifnya. Jika obat-obatan dari pemerintah sudah tidak ada atau sepenuhnya dibiayai petugas secara mandiri, berapa besaran biayanya. Karena petugas di lapangan butuh biaya operasional,” pungkas Ali. *****

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved