Pembunuhan Vina Cirebon
Beda Nasib 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon dengan Sengkon dan Karta yang PKnya Diterima, Ini Sebabnya
Kasus Vina Cirebon disebut-sebut sama dengan kasus Sengkon dan Karta yang terjadi pada 1974 silam.
SURYA.CO.ID - Kasus Vina Cirebon disebut-sebut sama dengan kasus Sengkon dan Karta yang terjadi pada 1974 silam.
7 terpidana kasus Vina Cirebon ini mengalami nasib serupa Sengkon dan Karta, petani miskin asal Desa Bojongsari, Bekasi yang dipenjara karena tuduhan pembunuhan yang tidak pernah mereka lakukan.
Para terpidana ini juga diduga mengalami penganiayaan saat proses penyidikan, sama seperti Sengkon dan Karta yang mengalami siksaan fisik yang berat di kantor polisi sebelum dilimpahkan ke pengadilan.
Mereka juga sama-sama divonis bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan dan harus mendekam di penjara.
Bedanya, Sengkon dan Karta akhirnya bisa bebas dari penjara setelah mengajukan upaya hukum luar biasa alias Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung yang sebelumnya tidak dikenal dalam peradilan di Tanah Air.
Baca juga: Jubir MA Ngeles Ditanya Bukti Ekstraksi HP Widi Tak Diakui Novum PK Kasus Vina Cirebon, Jutek: Aneh
Pada 3 November 1980, Kepala Kejaksaan Negeri Bekasi Artomo Singodiredjo SH mengajukan permohonan schorsing (penundaan) kepada Kepala LP Cipinang agar Sengkon dan Karta dibebaskan terlebih dahulu.
Permohonan tersebut kemudian dikabulkan oleh Jaksa Agung Ali Said SH, yang mengirim surat kepada Menteri Kehakiman dan Ketua Mahkamah Agung dengan maksud sama. Sengkon dan Karta bebas pada 4 November 1980.
Sementara itu, PK 7 terpidana kasus Vina Cirebon justru ditolak MA.
Mengapa PK terpidana kasus Cina Cirebon ditolak, sementara Sengkon dan Karta justru diterima?
Pakar Hukum Pidana Universitas Jenderal Sudirman, Prof Hibnu Nugroho mengungkapkan, kasus Sengkon dan Karta bisa dikabulkan PK-nya karena substansi perkaranya tidak berubah, yakni pembunuhan.
Artinnya perkara mulai dari penyidik hingga menjadi dakwaan penuntut umum, substansinya masih sama yakni pembunuhan.
Hanya yang membedakan bahwa ada kekeliruan terhadap orang yang didakwa, yang ternyata bukan Sengkon dan Karta pembunuhnya, tetapi orang lain.
Ini berbeda dengan kasus Vina Cirebon, dimana tim kuasa hukum terpidana berusaha mengubah substansi perkara dari pembunuhan menjadi kecelakaan lalu lintas
"Mampukah dari lalu lintas menjadi pembunuhan? Pembuktiannya agak sulit. Ini 2 kasus yang berbeda. Obyek hukumnya sudah berubah. Ini perlu perhatian agar obyek hukumnya tidak berubah semua," katanya.
Dijelaskan Hibnu, dari 80 persen perkara PK yang dikabulkan MA adalah terkait adanya bukti baru atau novum.
Dan dari puluhan bukti yang diajukan tim kuasa hukum terpidana kasus Vina Cirebon, menurut Hibnu, bukti ekstraksi ponsel Widi ini yang paling kuat karena penilaian forensik itu akan menilai perbuatan 8 tahun yang lalu.
Kalau pada akhirnya hakim MA berpendapat itu bukan novum, maka tim hukum harus mempelajari tasirnya dan alasannya apa sebelum mengambil langkah berikutnya.
"Perdailan kita, peradilan negara, tafsir ada pemegang palu yaitu majelis.
Paling tidak, tafsir berdasarkan subyektif yang diobyektifkan dong. Teori nya apa? kajiannya apa? saya kira adu forensik ini sangat menarik," katanya.
Hibnu berharap tim kuasa hukum terpidana kasus Vina harus mengkaji lebih mendalam jika ingin mengajukan PK kedua.
"Mohon pak Jutek (kuasa hukum terpidana) sedikit bersabar, cari bukti yang betul-betul akurat karena memang putusan MK dibolehkan satu kali. Banyak cara karena tujuannya baik," katanya.
Kisah Tragis Sengkon dan Karta
Kisah dua orang petani Sengkon dan Karta selalu diulang untuk menggambarkan peradilan yang keliru.
Juga aparat yang menangkap dengan penyiksaan sewenang-wenang.
Semasa hidupnya, Sengkon dan Karta harus bersusah payah bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
Namun sebuah petaka yang tidak terpikirkan keduanya terjadi.
Pada 1974, keduanya dituding menjadi pelaku perampok dan pembunuhan sepasang suami istri bernama Sulaiman dan Siti Haya.
Aparat kepolisian pun langsung menciduk kedua orang bertubuh kurus itu.
Untuk mendapatkan pengakuan, keduanya mengalami siksaan fisik yang berat di kantor polisi sebelum dilimpahkan ke pengadilan.
Pengadilan Negeri Bekasi pun mengadili keduanya pada Oktober 1977.
Meski keduanya terus membantah selama persidangan, tapi palu hakim dijatuhkan 12 tahun untuk Sengkon dan 7 tahun untuk Karta.
Mengutip Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, hakim yang pimpin oleh Djurnetty Soetrisno lebin meyakini cerita BAP Kepolisian ketimbang fakta dan bantahan kedua terdakwa.
"Mereka menerima vonis Pengadilan Negeri Bekasi, meski keduanya terus membantah sebagai pelaku perampokan dan pembunuhan, namun Hakim Teti dengan hukuman 12 tahun (Sengkon) dan 7 tahun (Karta) atas dakwaan pembunuhan dan perampokan," demikian tercantum dalam direktori itu.
Singkat cerita, Sengkon dan Karta menjadi penghuni LP Cipinang Jakarta. Namun justru dalam penjara itu mulai terkuak masalah sebenarnya.
Seorang penghuni LP bernama Gunel mengaku sebagai pelaku perampokan dan pembunuhan yang dituduhkan kepada Sengkon dan Karta.
Gunel adalah terdakwa pencurian yang sudah terbukti dan ia dihukum sepuluh tahun penjara.
Pengakuan Gunel membuka tabir kejahatan yang selama ini dituduhkan kepada Sengkon dan Karta.
Gunel tidak sendirian dalam melakukan aksi kejahatnnya.
Dia dibantu S mencongkel pintu belakang rumah Sulaeman-Siti Haya saat malam kejadian. Namun, begitu masuk, Gunel dan kawannya dikagetkan dengan Sulaeman-Siti Haya yang ternyata sudah bangun.
Tanpa berlama-lama, Gunel segera memukul dan membacok tubuh Sulaeman dan istrinya secara bertubi-tubi.
Dikutip dari Kompas.com, menurut gambaran jaksa saat itu, tubuh Sulaeman dan Siti Haya dipenuhi dengan luka dan memar.
Berdasarkan hasil visum, Sulaeman mengalami luka memar di 15 tempat, sedangkan Siti Haya 12 tempat. Salah satu luka serius yang dialami Sulaeman berupa putusnya pergelangan tangan.
Perbuatan para tertuduh, menurut jaksa, telah melanggar Pasal 55 Jo 340 jo 486 KUHP (Pembunuhan Berencana), Pasal 50 jo 338 jo 386 KUHP (pembunuhan dengan sengaja), Pasal 55 jo 486 KUHP (menganiaya berat hingga korban tewas) dan Pasal 55 jo 365 KUHP (pencurian dengan kekerasan sampai mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain). Dalam kasus ini, kalung emas dan uang kontan sebesar Rp20.000 diambil oleh para pelaku.
Tapi kebenaran dan nasib baik saat itu berpihak pada Sengkon dan Karta. Hanya saja, kala itu putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap tidak bisa diganggu gugat.
Berkat bantuan pengacara Albert Hasibuan, keduanya mengajukan upaya hukum luar biasa alias Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung yang sebelumnya tidak dikenal dalam peradilan di Tanah Air.
Pada 3 November 1980, Kepala Kejaksaan Negeri Bekasi Artomo Singodiredjo SH mengajukan permohonan schorsing (penundaan) kepada Kepala LP Cipinang agar Sengkon dan Karta dibebaskan terlebih dahulu.
Permohonan tersebut kemudian dikabulkan oleh Jaksa Agung Ali Said SH, yang mengirim surat kepada Menteri Kehakiman dan Ketua Mahkamah Agung dengan maksud sama. Sengkon dan Karta bebas pada 4 November 1980.
Namun penderitaan selama pemeriksaan dan mendekam di tahanan, membuat tubuh keduanya sakit-sakitan.
Sengkon bahkan pada saat itu sedang dirawat di rumah sakit di LP Cipinang.
Begitu surat pembebasan keluar, dia segera dibantu oleh para perawat berganti pakaian.
Kemudian, pukul 14.10, mereka diajak keluar.
Karta pulang menggunakan colt, sedangkan Sengkon diangkut dengan mobil ambulans.
Karta diketahui pulang ke rumah orang tua angkatnya di Kampung Pondok Rangon.
Sebab, rumah dan tanahnya sudah habis dijual untuk biaya hidup anak dan istrinya selama ia dipenjara. Bahkan, keluarganya hilang pergi entah ke mana.
Sementara itu, Sengkon diantar ke RSU Daerah Bekasi untuk melanjutkan perawatannya. Pada saat itu, Sengkon sedang mengidap penyakit TBC.
Yang lebih tragis, Sengkon tewas kecelakaan tak lama setelah keluar dari penjara. Sementara Karta meninggal akibat menderita sakit TBC parah.
Sengkon ketika diwawancarai wartawan mengatakan bahwa dia hanya berdoa agar cepat mati, karena penyakit TBC terus merongrongnya dan tidak ada biaya untuk meneruskan hidup.
===
Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.
Klik di sini untuk untuk bergabung
kasus Vina Cirebon
Sengkon dan Karta
Terpidana Kasus Vina Cirebon
MA Tolak PK Terpidana Kasus Vina Cirebon
SURYA.co.id
Pembunuhan Vina Cirebon
PK terpidana kasus Vina Cirebon ditolak
Tak Tahan Lihat 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon, Jutek Ingatkan Prabowo: Jangan Sampai Ada Keranda |
![]() |
---|
Ingat Sudirman Terpidana Kasus Vina Cirebon yang Ditembak Peluru Karet? Tiba-tiba ke Rumah Sakit |
![]() |
---|
7 Terpidana Kasus Vina Cirebon Bisa Lolos Pidana Seumur Hidup dengan Remisi Perubahan, Jutek Beraksi |
![]() |
---|
Kondisi Miris Sudirman Terpidana Kasus Vina Cirebon Usai PK Ditolak, Otto Hasibuan: Harus Dicek |
![]() |
---|
2 Jalan agar Terpidana Kasus Vina Cirebon Bisa Lolos Hukuman Seumur Hidup, Ini Kata Otto Hasibuan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.