Pembunuhan Vina Cirebon
Titin Prialianti Pingsan saat PK Terpidana Kasus Vina Cirebon Ditolak MA, Jutek: Ini Tragedi Hukum
Titin Prialianti, kuasa hukum terpidana kasus Vina Cirebon pingsan setelah mendengar Mahkamah Agung (MA) menolak PK.
SURYA.co.id - Titin Prialianti, kuasa hukum terpidana kasus Vina Cirebon pingsan setelah mendengar Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) para terpidana.
Hal itu terjadi setelah Titin Prialianti, para kuasa hukum dan keluarga terpidana kasus Vina Cirebon nonton bareng pers release MA terkait putusan PK terpidana pada Senin (16/12/2024).
Setelah jubir MA, Yanto dalam pers release itu menegaskan bahwa putusan PK terpidana kasus Vina Cirebon ditolak, para keluarga pun langsung histeris.
Jutek Bongso, kuasa hukum para terpidana pun menenangkan mereka satu per satu sebelum akhirnya diminta wawancara wartawan.
Saat akan wawancara itu lah, Titin Prialianti yang berada di samping Jutek langsung pingsan.
Baca juga: Rekam Jejak Burhan Dahlan Hakim yang Tolak PK 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon, Purnawirawan Jenderal
Hal ini membuat sejumlah orang panik hingga rama-ramai membawanya ke tempat lain.
Sementara itu, Jutek Bongso menyayangkan adanya pers release MA yang digelar tidak sesuai jadwal.
Berdasarkan jadwal yang diterima, pers release akan digelar pukul 12.30 WIB, namun ternyata mundur hingga pukul 13.00 WIB.
Jutek juga menganggap aneh fakta sebelum digelar pers release justru informasi mengenai ditolaknya PK terpidana kasus Vina Cirebon itu sudah menyebar di kalangan media sejak pukul 09.00 WIB.
"Ini konyol, ada undangan menyatakan pers release resmi pukul 12.30, tapi secara putusan sudah ada pukul 09.00, dan baru resmi dibacakan 2-3 jam setelah itu. Ini konyol buat kami, tapi gak pa pa biar masyarakat yang menilai," kata Jutek.
Dikatakan Jutek, meski keadilan belum berpihak pada para terpidana, namun langkah hukum masih terbuka lebar.
Untuk itu, pihaknya akan menunggu salinan resmi putusan MA, sebelum mengambil langkah hukum selanjutnya, seperti grasi, abolisi, asimilasi, ambesti hingga PK ke-2 atau ke-3.
"Upaya hukum lain, masih banyak yang bisa kita lakukan. Ini bukan kiamat, tapi ini tragedi hukum buat Indonesia," tegas Jutek.
Alasan Jutek menyebut ini tragedi hukum karena antara putusan dengan fakta persidangan tidak sejalan.
"Kami hadirkan fakta yang belum diungkap seperti ekstraksi hp Widi. Ahli kami sampai 2 minggu tinggal di Cirebon untuk membuktikan ada percakapan antara rentan waktu yang terjadi 22.14 WIB, yang dituduhkan terjadi pembunuhan," ungkap Jutek.
Dengan fakta ini lah, Jutek merasa aneh kalau hakim PK menyebut tidak ada novum dalam putusannya.
"Ini sungguh aneh, kalau dikatakan bukan novum," tegas Jutek.
Selain fakta itu, Jutek juga membeber adanya saksi yang melihat peristiwa itu bukan pembunuhan, tapi kecelakaan.
Dan saksi ini tidak pernah dihadirkan di sidang-sidang sebelumnya.
Selain itu, juga ada pengakuan Dede yang menyebut bahwa dia memberikan keterangan palsu saat penyidikan kasus ini sebelumnya.
Keterangan Dede yang diperkuat Liga Akbar ini menyebut dia diarahkan saat memberikan keterangan di awal.
"Apakah ini bukan novum? Kalau dikatakn pembunuhan, tidak ada saksi melihat ini pembunuhan, tidak ada visum ini pembununan. Tidak ada luka tusuk," ungkapnya.
Meski sangat kecewa, Jutek menghargai putusan MA tersebut.
Selanjutnya dia akan menemui 7 terpidana di Lapas Cirebon untuk menenangkan mereka.
"Ini bukan kiamat buat meeka. Ini tragedi hukum," tegasnya.
Seperti diketahui, perkara 7 terpidana kasus Vina Cirebon tercatat dalam dua nomor perkara.
Pertama, PK Nomor 198 PK/PID/2024 dengan pemohon Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya.
Sementara itu, PK kedua Nomor 199 PK/PID/2024 dengan pemohon Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto.
Persidangan kedua perkara sama-sama diketuai hakim Burhan Dahlan dan putusannya menolak semua permohonan.
Baca juga: Mahkamah Agung Tolak PK Terpidana Kasus Vina Cirebon, Ternyata Sesuai Harapan Keluarga Korban
"Tolak PK para terpidana," demikian dilihat dari situs MA, Senin (16/12/2024).
Jubir Mahkamah Agung, Yanto, mengungkapkan apa yang menjadi pertimbangan majelis hakim dalam menolak permohonan PK terpidana kasus Vina Cirebon ini.
Yanto menuturkan, MA menilai tak ada kekhilafan dari majelis hakim dalam mengadili para terpidana.
Selain itu, bukti baru atau novum yang diajukan dalam PK terpidana kasus vina juga bukanlah bukti baru.
"Tidak terdapat kekhilafan dalam mengadili para terpidana. Bukti baru yang diajukan oleh terpidana bukan merupakan bukti baru sebagaimana ditentukan dalam pasal 263 ayat 2 A KUHAP," kata Yanto dalam konferensi pers MA hari ini, Senin (16/12/2024).
Lebih lanjut Yanto mengatakan, dengan ditolaknya permohonan PK terpidana kasus Vina ini, maka putusan sebelumnya tetap berlaku.
Artinya, ketujuh terpidana kasus Vina Cirebon ini akan tetap menjalani hukuman penjara seumur hidup.
"Dengan ditolaknya permohonan PK para terpidana tersebut maka putusan yang dimohonkan PK tetap berlaku," terang Yanto.
Sebenarnya ada 8 orang yang diadili dalam kasus pembunuhan 2016 lalu itu dan telah divonis penjara seumur hidup.
Namun satu orang diantaranya telah bebas dari hukuman 8 tahun penjara yakni Saka Tatal.
Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, memberikan tanggapannya terkait putusan MA terkait permohonan PK para terpidana kasus Vina Cirebon
Berikut poin-poin yang disoroti Reza Indragiri:
- Akses Terbatas ke Barang Bukti: Para terpidana tidak memiliki akses untuk melakukan pengujian tandingan terhadap barang bukti.
- Bukti Komunikasi Elektronik: Bukti yang diajukan oleh para terpidana belum pernah divalidasi secara resmi.
- Putusan ini juga membuat Iptu Rudiana cs bebas dari hukum.
Reza juga menyarankan agar tim penasihat hukum (PH) mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait poin ketiga yang telah disebutkan di atas.
Ia menegaskan nurani pimpinan Polri patut diketuk lebih keras untuk mencari keadilan.
Dengan keputusan ini, nasib tujuh terpidana kasus Vina semakin jelas, dan langkah hukum selanjutnya akan menjadi perhatian publik dan pihak terkait.
Kasus pembunuhan remaja Vina Dewi (16) dan Muhammad Rizky (16) atau Eki di Cirebon, Jawa Barat, terjadi pada 2016.
Namun hingga kini masih terus berpolemik sebab muncul berbagai isu seperti rekayasa kasus hingga dugaan keterlibatan aparat.
Sebelumnya, Jutek Bongso yakin 7 terpidana kasus Vina Cirebon akan segera bebas bulan Desember 2024.
Hal ini sesuai dengan deadline atau jatuh tempo penanganan perkara peninjauan kembali di Mahkamah Agung (MA) yang memakan waktu 90 hari.
"Putusan PK harusnya Desember sudah keluar, karena 90 hari PK, jatuh tempo pada Desember ini," kata Jutek dikutip dari tayangan youtube Jutek Bongso Pasopati Lawfirm pada Selasa (10/12/2024).
Dia berharap hasil PK ini bisa memberikan keadilan bagi Sudirman dan teman-temannya.
"Kita sangat bersimpati pada Sudirman, mudah-mudahan tidak lama lagi Sudirman bisa keluar lapas, tanpa tangan diborgol, tanpa harus dikawal, tanpa harus diawasi. Saya yakin kebebasan masih berpihak pada Sudirman. Sabar, waktunya akan segera tiba," kata Jutek.
Baca juga: Nasib Mujur Sudirman dan Rivaldy Jelang Putusan PK Terpidana Kasus Vina Cirebon, Dapat Kejutan Ini
Titin Prialianti
kasus Vina Cirebon
Terpidana Kasus Vina Cirebon
PK Terpidana Kasus Vina Cirebon
MA Tolak PK Terpidana Kasus Vina Cirebon
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
| Tak Tahan Lihat 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon, Jutek Ingatkan Prabowo: Jangan Sampai Ada Keranda |
|
|---|
| Ingat Sudirman Terpidana Kasus Vina Cirebon yang Ditembak Peluru Karet? Tiba-tiba ke Rumah Sakit |
|
|---|
| 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon Bisa Lolos Pidana Seumur Hidup dengan Remisi Perubahan, Jutek Beraksi |
|
|---|
| Kondisi Miris Sudirman Terpidana Kasus Vina Cirebon Usai PK Ditolak, Otto Hasibuan: Harus Dicek |
|
|---|
| 2 Jalan agar Terpidana Kasus Vina Cirebon Bisa Lolos Hukuman Seumur Hidup, Ini Kata Otto Hasibuan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/Titin-Prialianti-pingsan-saat-tahu-PK-terpidana-kasus-Vina-Cirebon-ditolak-MA.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.