Pembunuhan Vina Cirebon

Pihak Terpidana Kasus Vina Cirebon Siap Maafkan Oknum Polisi Penyiksa di Tahun 2016, Ini Syaratnya

Nasib oknum polisi yang menangani kasus Vina Cirebon pada tahun 2016 kini di ujung tanduk. PIhak terpidana siap lakukan ini.

Editor: Musahadah
kolase nusantara tv/istimewa
Kuasa hukum terpidana, Jutek Bongso mengatakan siap mengupayakan restorative justice terhadap oknum polisi penyiksa di tahun 2016. Ini syaratnya! 

SURYA.CO.ID - Nasib oknum polisi yang menangani kasus Vina Cirebon pada tahun 2016 kini di ujung tanduk, setelah Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi agar Kapolri segera memeriksa jajaran Polres Cirebon Kota dan Polda Jabar. 

Nasib mereka akan semakin miris jika permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus Vina Cirebon dikabulkan Mahkamah Agung.

Akankan para oknum polisi ini menggantikan 7 terpidana kasus Vina Cirebon di bui? 

Terkait hal ini, kuasa hukum 7 terpidana kasus Vina Cirebon, Jutek Bongso membuka kesempatan para oknum polisi ini untuk bertobat.   

Oknum polisi ini bisa saja dimaafkan atau dilakukan restorative justice (RJ), jika mereka mau menyampaikan kebenaran tentang apa yang mereka lakukan kepada para terpidana. 

Baca juga: Eks Wakapolri Oegroseno: Iptu Rudiana Kalau di Amerika Sudah Dipecat, Kapolri Jangan Ragu-ragu

Hal itu harus dilakukan sebelum ada putusan PK Mahkamah Agung. 

"Dalam hukum kita ada celah untuk pemaaf, restorative justice. Saya berpikir belum terlambat, sepanjang PK belum diumumkan, saya selaku penasehat hukum 7 terpidana mengimbau demi kebenaran. Kika mereka ingin bertobat dan ingin menyampaikan satu kebenaran, kami akan mempertimbangkan menempuh jalur restorative justice," seru Jutek Bongso dikutip dari channel youtube Pasopati Law Firm Jutek Bongso pada Jumat (18/10/2024).

Dikatakan Jutek, di kasus Vina ini, kepolisian secara institusi tidak bersalah, namun oknum-oknum lah yang melakukan pelanggaran pada tahun 2016.

"Oknum-oknum tersebut, bilamana menyadari, dengan fakta persidangan PK yang kemarin dan ingin menyatakan kebenaran saat ini, sebelum PK putus dan diumumkan. Sebagai PH saya akan menyarankan klien kami, untuk menempuh RJ," tegasnya. 

Namun, lanjut Jutek, jika putusan PK sudah diumumkan dan permohonan dikabukan Mahkamah Agung, maka sudah tidak ada lagi restorative justice. 

"Bagaimana pun klien kami 8 tahun ada di dalam penjara, masa depan mereka hilang. Bahkan ada yang dua minggu mau menikah, gagal gak jadi, calon istri kini sudah menikah dan sudah punya anak. Tentu menyedihkan, masa depan mereka terbuang 8 tahun dalam penjara," katanya. 

"Kalau oknum polisi tidak (bertobat), pintu RJ tertutup, kami akan tegak lurus menegakkkan hukum yang berlaku," imbuhnya. 

Lalu, bagaimana dengan polisi yang pada 2017 disanksi karena bersikukuh menyatakan bahwa kasus VIna ada kecelakaan lalu lintas, bukan pembunuhan? 

Menurut Jutek, polisi ini sebagian sudah pensiun, dan ada juga yang masih aktif. 

Mereka harus dipulihkan harkat dan martabatnya secara hukum. 

"Tentu, kalau ini diputus, secara hukum boleh dikatakan, apa yang mereka lakukan tahun 2016 lalu, betul. Padahal mereka dihukum atas apa yang dilakukan 2016. Secara hukum, harus dipulihkan hak dan martabat mereka, kalau PK dikabulkan bukan pembunuhan tapi kecelakaan," tandasnya. 

Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memeriksa jajaran Polres Cirebon Kota dan Polda Jabar terkait kasus Vina Cirebon

Rekomendasi ini diberikan setelah Komnas HAM menyelidiki kembali kasus Vina Cirebon sejak Mei 2024. 

Uli Parulian Sihombing, Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM mengatakan, rekomendasi itu dilakukan terkait adanya dugaan penyiksaan dan kekerasan yang menimbulkan luka-luka terhadap terpidana.

Selain itu, Uli juga mendorong Kapolri untuk menjamin hak-hak para terpidana untuk mendapatkan bantuan dan pendampingan hukum.

"Menjamin terpenuhinya hak-hak para terpidana untuk terbebas dari segala tindakan penyiksaan, penghukuman atas perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya," ujar Uli.

Uli juga meminta Kapolri untuk menjamin kepastian hukum atas keluarga Vina dan keluarga Eky.

"Memastikan perlindungan dan pemenuhan hak atas keadilan dan kepastian hukum terhadap keluarga saudara Eky dan saudari Vina dalam upaya hukum," sambungnya. 

Di kasus Vina Cirebon ini, Komnas HAM juga menemukan adanya tiga jenis pelanggaran.

Hal ini disimpulkan setelah pihaknya melakukan pemantauan dengan meminta keterangan sejumlah pihak, mulai dari saksi, kuasa hukum, ahli, hingga para penyidik.

"Berdasarkan pemantauan, Komnas HAM menyimpulkan ada tiga jenis pelanggaran HAM berdasarkan Undang-Undang Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999," kata Uli melalui keterangannya, Senin (14/10/2024). 

Pelanggaran HAM pertama yakni terkait dengan hak atas bantuan hukum.

 Dari keterangan para terpidana dan kuasa hukum, pada 2016 lalu para terpidana tidak didampingi oleh kuasa hukum saat pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan di Polres Cirebon.

"Absennya hak atas bantuan hukum juga terkonfirmasi berdasarkan Putusan Sidang Etik Bidpropam Polda Jabar dan Sie Propam Polresta Cirebon pada sekitar Maret 2017," jelas Uli. 

Pelanggaran kedua yakni soal penganiayaan atau penyiksaan.

Para terpidana kepada Komnas HAM mengadu bahwa mereka mengalami penyiksaan saat proses penahanan di Polresta Cirebon dan penangkapan oleh Unit Narkoba Polresta Cirebon.

Uli menuturkan, hal tersebut terkonfirmasi dari Putusan Sidang Etik Bidpropam Polda Jabar Sie Propam Polres Cirebon pada sekitar Maret 2017.

Foto-foto penyiksaan para terpidana yang beredar pada awal September 2016 juga sudah terkonfirmasi.

"Dan terkonfirmasi oleh ahli digital forensik tentang orisinalitas foto tersebut," tegas Uli. 

Terakhir, lanjut Uli, yakni pelanggaran soal penangkapan sewenang-wenang.

Uli menuturkan, saat penangkapan oleh Unit Narkoba Polresta Cirebon pada Agustus 2016, para terdakwa tak mendapatkan surat penangkapan dan juga tak diberitahukan kepada keluarga.

Jadi keluarga para terpidana tak mengetahui adanya penangkapan.

"Keluarga para terdakwa tidak mengetahui penangkapan pada terdakwa tersebut," pungkasnya. 

Video Bongkar Kelakuan Iptu Rudiana dkk

Video Jaya dan Eko saat penyidikan kasus Vina Cirebon pada 2016 dibongkar Elza Syarief.
Video Jaya dan Eko saat penyidikan kasus Vina Cirebon pada 2016 dibongkar Elza Syarief. (kolase istimewa/ youtube fristian griec media official)

Kelakuan Iptu Rudiana malah terbongkar gara-gara Elza Syarief tunjukkan video kesaksian terpidana Kasus Vina Cirebon.

Dalam video yang ditunjukkan, Iptu Rudian hampir memukul si terpidana.

Dalam video itu terlihat Jaya sedang duduk di hadapan penyidik Polres Cirebon Kota. 

Saat ditanya tentang perempuan dalam kejadian tanggal 27 Agustus 2016, Jaya mengaku tidak tahu. 

"Kalau perempuan kurang tahu," jawab Jaya dalam video yang diunggah di channel youtube Friistian Griec Media Offiicial.  

 Baca juga: Pembelaan Pitra Romadoni Soal Iptu Rudiana Dituding Klaim Asuransi Eky Pacar Vina: Bohong, Tak Ada

Jaya juga mengaku Hadi (Saputra) tidak ada waktu kejadian, tapi sering nongkrong di SMPN 11 Cirebon. 

"Kamu mukul pakai tangan?," tanya penyidik. 

 "Pakai tangan, sumpah demi Allah," jawab Jaya. 

"Waktu itu dikejar berapa orang tuh?," tanya penyidik. 

"Waktu itu 5 orang," jawab Jaya. 

"Yang lainnya pada kabur, yang itu jatuh, di fly over ya?," tanya penyidik dan dijawab Jaya dengan anggukan kepala.

"Pakai motor wana biru, biru apa sih?," tanya penyidik.

 Baca juga: Akhirnya Iptu Rudiana Bertindak Usai Dipojokkan di Kasus Vina Cirebon, Pitra Romadoni Lapor Polisi

Jaya diam dan tampak bingung menjawabnya. 

"Lupa lagi?," tanya penyidik. 

Saat itu tampak Iptu Rudiana mendekat dan duduk di kursi dekat Jaya. 

"Kamu jujur gak sih?," ucap Iptu Rudiana sambil berdiri dengan gerakan tangan mau memukul Jaya namun tidak jadi karena diingatkan penyidik lainnya. 

Penyidik lalu melanjutkan pertanyaan ke Jaya.

"Dikejar darimana?," tanya penyidik. 

"SMP 11," jawab Jaya. 

"Siapa yang nendang pertama?," tanya penyidik. 

"Eko," jawab Jaya.

Setelah itu penyidik menghadirkan Eko di ruangan itu. 

Saat EKo datang, Iptu Rudiana memberikan warning keras. 

"Jujur ko, daripada remek. Kamu mukul pakai kayu?," tanya Rudiana. 

Dikatakan Elza, video ini juga diputar di Pengadilan saat sidang ini tahun 2016 silam. 

"Mereka langsung ngomong sendiri," katanya.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved