Wanita Sukabumi Tewas Usai Karaoke

Desak Ronald Tannur Dicekal ke Luar Negeri Usai Bebas, Komnas Perempuan Sebut Hukum Tumpul ke Atas

Ronald Tannur, anak eks anggota DPR RI terdakwa kasus penganiayaan pacar hingga tewas, DIni Sera Aftrianti di desak untuk dicekal ke luar negari. 

Editor: Musahadah
kolase kompas TV/tony hermawan
Komnas Perempuan mendesak Ronald Tannur dicekal ke luar negeri usai dibebaskan hakim PN Surabaya. 

SURYA.co.id, SURABAYA - Ronald Tannur, anak eks anggota DPR RI terdakwa kasus penganiayaan pacar hingga tewas, DIni Sera Aftrianti di desak untuk dicekal ke luar negari. 

Desakan itu disampaikan Siti Aminah Tardi, Komisioner Komnas Perempuan setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Ronald Tannur

Ronald  Tannur dinyatakan tidak bersalah atas tewasnya Dini Sera Afrianti seusai karaoke bersamanya pada 2023 silam. 

Menurut Siti Aminah, putusan bebas ini telah menciderai pemenuhan hak atas keadilan bagi korban dan keluarganya.

"Ini jadi catatan buruk bagi penegakan hukum kasus kekerasan terhadap perempuan serta meneguhkan prasangka hukum tumpul ke atas, tapi tajam ke bawah," kata Siti Aminah dikutip dari tayangan Kompas Malam pada Jumat (26/7/2024). 

Baca juga: Buntut Vonis Bebas Ronald Tannur, Kejagung Kritik Hakim Erintuah Damanik, Keluarga Dini Tak Terima

Siti mengapresiasi upaya penyidik dan JPU yang sudah menambahkan restitusi pada tuntutannya, namun sayangnya langkah progresif ini justru tidak diikuti perspektif dan putusan hakim. 

"Kami dukung JPU ajukan kasasi ke Mahkamah Agung," tegas Siti Aminah.

Selain itu, Siti juga meminta badan pengawas (Bawas) Mahkamah Agung  dan Komisi Yudisial (KY) untuk memberikan perhatian dan pengawasan, agar pemenuhan hak atas keadilan dan pemulihan bagi korban dan keluarga korban dipenuhi.

Siti juga meminta upaya kasasi dari JPU juga harus diiringi permohonan cegah dan tangkal agar Ronald Tannur tidak bisa lari ke luar negeri. 

"Misalnya kuasa hukum korban juga bisa meminta JPU untuk menjadikan Ronald Tannur dicegah bepergian ke LN. Langkah bisa dilakukan," ujarnya. 

Hal lain yang perlu dilakukan, lanjut Siti adalah memastikan keluarga korban bisa mendapatkan pemulihan khususnya anak korban, mengingat kematian ini pasti menimbulkan trauma, kesedihan yang mendalam apalagi bagi anak.

"Keluarga bisa mengakses UPT GDPPA, untuk korban anak mendapatkan layanan konseling," tegasnya. 

Di bagian lain, setelah putusan bebas ini, Ronald Tannur langsung dikeluarkan dari tahanan Rutan Medaeng. 

Junaidi, sipir yang biasa mengawalnya, memastikan kabar tersebut.

"Sudah pulang dari Rabu (24/7) dijemput keluarganya, tapi pulang kemana gak tahu," ungkapnya.

Menurut amar dakwaan jaksa penuntut umum, terdakwa yang dulu  lahir di Nusa Tenggara Timur itu tercatat memiliki rumah di Surabaya. Tepatnya, di Pakuwon City Virginia Regency E3 No.3.

Rumah mewah di kawasan Surabaya Timur itu tampak sepi, Kamis (25/7).

Medy, seorang pembantu di rumah itu, menyatakan bahwa tidak ada orang di dalam selain dirinya, meskipun ada mobil HRV terparkir di halaman. Seorang satpam di perumahan tersebut, membenarkan bahwa ini adalah rumah Ronald Tannur.

Sekuriti tersebut mengatakan, Ronald Tannur di lingkungan perumahan biasa dipanggil Koh Tannur.

Soal tudingan membunuh teman kencan sepulang dari karaoke, dia mengaku mengetahui. Hanya saja, dia tak tahu secara mendetail terkait perkembangannya.

"Di lingkungan perumahan sepi gak ada kabar apa-apa. Tiba-tiba, muncul di berita, di medsos dia ditangkap padahal gak ada polisi yang datang ke sini. Kalau sekarang sudah bebas dan pulang juga gak tahu, karena kondisinya sepi,"  terangnya.

Ronald Tannur dalam kasus tersebut sudah merasakan hidup di penjara sejak Oktober 2023.

Lalu pertengahan Maret 2024 dia mulai menjalani sidang, hingga akhirnya divonis bebas.

Total dia sudah pernah dipenjara kurang lebih 10 bulan.

Setelah dinyatakan bebas, sambil menangis, dia mengatakan "Gak papa, yang penting Tuhan sudah membuktikan."

Pakar Hukum Kritik Hakim

Hakim Erintuah Damanik
Hakim Erintuah Damanik (Kolase PN Surabaya/SURYA.CO.ID)

Pakar Hukum dari Universitas Airlangga, Wayan Titib Sulaksana, mengkritik keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang membebaskan Gregorius Ronald Tannur dari dakwaan pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti.

Menurut Wayan, putusan tersebut merupakan bentuk "de zuivere vrinjspraak" atau putusan bebas, yang disebabkan oleh ketidakmampuan jaksa dalam membuktikan dakwaan secara sah.

Wayan menjelaskan bahwa dalam kasus pidana, bukti materil seperti saksi yang melihat atau mendengar kejadian adalah hal yang sangat penting.

Dia mengkritik keputusan hakim yang menyatakan tidak adanya saksi yang melihat Ronald Tannur menganiaya korban di basement Lenmarc Mall sebagai alasan utama. Namun, Wayan berpendapat bahwa hakim seharusnya lebih jeli dalam memahami konstruksi kasus yang ada.

"Walaupun tidak ada bukti langsung dari insiden penganiayaan, terdapat bukti lain yang relevan seperti keterangan satpam yang melihat korban tergeletak di basement dan visum et repertum yang menyebutkan bahwa korban tewas akibat benda tumpul," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa seharusnya hakim lebih mendalami bukti-bukti tersebut untuk menemukan penyebab kematian korban.

“Keputusan bebas ini terkesan prematur, karena hakim seharusnya tidak hanya mengandalkan ketiadaan bukti langsung, tetapi juga mempertimbangkan bukti penguat lainnya,” ucapnya.

Menurut Wayan, keputusan tersebut menunjukkan bahwa hakim terlalu ketat dalam menuntut bukti materil, padahal ada bukti lain yang cukup untuk membangun keyakinan, seperti visum dan keterangan ahli.

“Jika tidak ada pelakunya, bagaimana mungkin korban mengalami luka berat masa iya karena dipukuli genderuwo," tandasnya.

Terpisah, Komisi Yudisial (KY) turut menyatakan sikap atas putusan bebas yang dibuat hakim PN Surabaya.

Juru Bicara Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata dalam keterangannya mengatakan, sangat memahami timbulnya gejolak atas putusa tersebut karena dinilai menciderai rasa keadilan. 

Namun, karena belum ada laporan, sedangkan putusan sudah menimbulkan perhatian publik, maka KY berinisiatif untuk melakukan pemeriksaan kasus tersebut. 

"Walaupun KY tidak bisa menilai putusan, sangat memungkinkan menurunkan tim investigasi dan mendalami putusan tersebut. Apakah ada dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim," tegasnya. 

KY juga mempersilahkan dan memohon masyarakat ataupun media yang memiliki informasi atau bukti-bukti pendukung, untuk dilaporkan ke KY agar kasus dapat ditindaklanjuti sesuai prosedur yang berlaku.

Terpisah, anggota Komisi III DPR RI, Sari Yuliati menyampaikan keprihatinan mendalam atas vonis bebas yang diberikan kepada Gregorius Ronald Tannur oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang dipimpin oleh Hakim Erintuah Damanik.

Menurutnya, keputusan ini mengejutkan dan menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas serta keadilan dalam proses peradilan tersebut. 

"Kami mendesak Komisi Yudisial (KY) segera melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap ketiga hakim yang menangani perkara tersebut. Langkah ini penting untuk memastikan bahwa setiap proses pengambilan keputusan dilakukan dengan obyektif, jujur, dan tanpa adanya pengaruh-pengaruh yang merugikan," kata Sari Yuliati kepada wartawan, Jumat (26/7/2024).

Dia menekankan pentingnya peran KY dalam menjaga integritas hakim dalam proses peradilan.

Sari Yuliati menegaskan bahwa pemeriksaan terhadap ketiga hakim tersebut harus segera dilakukan secara menyeluruh dan transparan. (berbagai sumber)

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved