Wanita Sukabumi Tewas Usai Karaoke

Pakar Hukum Unair Surabaya Nilai Putusan Hakim Beri Vonis Bebas ke Ronald Tannur Prematur

Pakar Hukum Unair Surabaya, Wayan Titib Sulaksana, kritik keputusan hakim PN Surabaya yang mbebaskan Ronald Tannur dari dakwaan pembunuhan Dini Sera.

Penulis: Tony Hermawan | Editor: irwan sy
Kolase SURYA.CO.ID/Tony Hermawan
Hakim Erintuah Damanik (kiri) yang memberi vonis kepada Ronald Tannur (kanan), karena tak terbukti aniaya kekasih hingga tewas. 

SURYA.co.id | SURABAYA - Pakar Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Wayan Titib Sulaksana, mengkritik keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang membebaskan Gregorius Ronald Tannur dari dakwaan pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti.

Menurut Sulaksana, putusan tersebut merupakan bentuk 'de zuivere vrinjspraak' atau putusan bebas yang disebabkan oleh ketidakmampuan jaksa dalam membuktikan dakwaan secara sah.

Sulaksana menjelaskan bahwa dalam kasus pidana, bukti materil seperti saksi yang melihat atau mendengar kejadian adalah hal yang sangat penting.

Baca juga: Ronald Tannur Bebas dari Dakwaan Pembunuhan Dini Sera, Pengacara Korban Beber Sejumlah Kejanggalan

Dia mengkritik keputusan hakim yang menyatakan tidak adanya saksi yang melihat Ronald Tannur menganiaya korban di basement Lenmarc Mall Surabaya sebagai alasan utama.

Namun, Sulaksana berpendapat bahwa hakim seharusnya lebih jeli dalam memahami konstruksi kasus yang ada.

"Walaupun tidak ada bukti langsung dari insiden penganiayaan, terdapat bukti lain yang relevan seperti keterangan satpam yang melihat korban tergeletak di basement dan visum et repertum yang menyebutkan bahwa korban tewas akibat benda tumpul," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa seharusnya hakim lebih mendalami bukti-bukti tersebut untuk menemukan penyebab kematian korban.

“Keputusan bebas ini terkesan prematur, karena hakim seharusnya tidak hanya mengandalkan ketiadaan bukti langsung, tetapi juga mempertimbangkan bukti penguat lainnya,” ucapnya.

Menurut Wayan, keputusan tersebut menunjukkan bahwa hakim terlalu ketat dalam menuntut bukti materil, padahal ada bukti lain yang cukup untuk membangun keyakinan, seperti visum dan keterangan ahli.

“Jika tidak ada pelakunya, bagaimana mungkin korban mengalami luka berat masa iya karena dipukuli genderuwo," tandasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved