Traveling

Penyelematan Kakatua Jambul Kuning Pulau Moyo Dari 1600 an Tersisa 51 Ekor, Ini Yang Dilakukan

Namun dari hasil survei 3 bulan lalu dari 18 titik pengamatan di Moyo ini jumlah kakatua hanya tersisa 51 ekor.

Editor: Wiwit Purwanto
Gandhi Wasono
Keelokan Pantai Moyo di senja hari 

SURYA.CO.ID - Upaya proses penyelamatan kakatua kecil jambul kuning (cacatua suphurea occidentalis) dari kepunahan saat ini harus segera dilakukan. Karena kalau tidak maka akan benar-benar punah seperti di beberapa daerah lain.

“Untuk wilayah Pulau Nusa Penida, Pulau Bali dan Lombok kakatua ini sudah dinyatakan punah karena itu untuk Sumbawa yang pusatnya berada di pulau Moyo harus dipertahankan populasinya,” kata Arya Ahsani Takwin, regional project director conserve untuk cacatua sulphurea occidentalis pulau Sumbawa.

Arya yang dikontrak oleh kementerian lingkungan hidup (KLHK) untuk membantu Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB ini menjelaskan bahwa projek yang dikerjakan ini berbasis landscape dalam rangka memperkuat bentang alam untuk keanekaragaman hayati berkelanjutan terutama spesies yang tarencama punah secara global.

“Untuk  kawasan Sumbawa pun tidak semua ada kakatua. Di pulau Moyo sendiri sekarang cuma tinggal sekitar 51 ekor,” imbuh Arya yang sudah belasan tahun aktif bekerja di berbagai LSM tersebut.

Menurut Arya pada tahun 80an data dari lembaga Pelestari dan Pengawetan Alam (PPA) serta diperkuat oleh lembaga internasional jumlah kakatua jambul kuning di Moyo ada sekitar 1600-an ekor.

Namun dari hasil survei 3 bulan lalu dari 18 titik pengamatan di Moyo ini jumlah kakatua hanya tersisa 51 ekor.

“Karena itu kalau tidak segera dilakukan gerakan penyelamatan maka dipastikan tidak lama lagi kakatua akan punah,” ujar Arya yang sarjana kehutanan tersebut.

Punahnya kakatua tersebut selain karena perburuan liar yang masif juga akibat pembabalakan hutan secara liar dan ditambah lagi para pembuka lahan ilegal tersebut untuk membersihkan area dengan cara dilakukan pembakaran.

“Asap pembakaran hutan ini salah yang satu merusak habitat kakatua pula,” jelasnya.

Proyek yang tengah dijalankan saat ini adalah untuk mempertahankan populasi kakatua yang sudah ada tetapi kalau memang masih bisa berkembang itu adalah bonus. “Sebab kakaktua perkembangbiakkannya sangat lamban.”

Dalam sebuah ekosistem, burung kakatua atau yang biasa disebut dengan burung paruh bengkok ini memiliki fungsi sangat penting.

Kakatua disebut dengan burung pekebun hutan karena memiliki kemampuan menyebar biji ke berbagai tempat.

“Kakatua kebiasannya setelah makan bijia-bjian di satu tempat kemudian dia terbang jauh ke kawasan lain. Di kawasan baru itu biji yang sudah dimakan kemudian dikeluarkan dan dibuang ke tanah kemudian tumbuh, bersemai dan tumbuh pohon-pohon baru,” papar Arya yang di Moyo ini selain melakukan konservasi penyelamatan habitat kakatua perlu diadakan peningkatan kapasitas masyarakat melalui, edukasi juga penegakan hukum.

subio
Kelompok konservasi lingkungan Sumbawa Biodiversity (SuBio), bergelut di bidang pelestarian dan perlindungan biodiversitas di Sumbawa

Sampai saat ini di pulau Moyo masih terjadi pembukaan lahan ilegal dan berpindah-pindah.

Tak heran banyak orang di desa bisa memilik berhekatar-hektar tanah di hutan.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved