Polwan Bakar Suami di Mojokerto

Analisa Pakar Psikologi Kasus Polwan Bakar Suami yang juga Polisi di Mojokerto

Kasus polwan bakar suami di Mojokerto meninggalnya Briptu RDW akibat dibakar istrinya, Polwan Briptu FN menjadi perhatian berbagai pihak.

|
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: irwan sy
ist
Dosen Psikologi Untag Surabaya, Karolin Rista SPsi MPsi. 

Oleh : Dosen Psikologi Untag Surabaya, Karolin Rista SPsi MPsi

SURYA.co.id | SURABAYA - Kasus polwan bakar suami di Mojokerto meninggalnya Briptu RDW akibat dibakar istrinya, Polwan Briptu FN, menjadi perhatian berbagai pihak.

Pasalnya pelaku merupakan aparat penegak hukum dan juga ibu dari tiga balita.

Secara psikologis memang ada banyak hal yang menyebabkan perilaku ini terjadi, meskipun banyak opini masyarakat yang menyudutkan pelaku yang mengkritisi bagaimana seorang polwan bisa sampai melakukan tindak kriminal.

Saat ini, menurutnya pelaku juga membutuhkan pendampingan psikolog karena setelah pelampiasan emosi yang tidak terkontrol.

Bisa saja saat ini sedang merasakan penyesalan dan tertekan mengingat anak-anaknya.

Namun, terlepas dari semua itu saya berharap masyarakat bisa melihat bahwa dengan atribut dan profesi apapun, kasus ini menjelaskan bahwa ketika seseorang berada dalam titik batas toleransi yang dimiliki atau ketika kesejahteraan psikologi seseorang sudah tidak lagi dimiliki maka ia mampu melakukan banyak hal yang di luar norma-norma atau batas-batas sewajarnya.

Bisa dilihat bahwa seorang Polwan yang dalam catatan masih melakukan aktivitas bekerja artinya dia masih punya kontrol diri.

Pelaku masih mencoba untuk beradaptasi dengan lingkungan dengan masih melakukan tugas dan tanggung jawabnya.

Ini sebenarnya adalah ciri-ciri dari seseorang yang masih bisa memiliki kesejahteraan psikologis yang baik karena dia masih mampu bertindak otonom seperti menentukan targetnya.

Dia masih bisa menjalin relasi dengan sekelilingnya artinya dia masih bisa melakukan fungsi dirinya dengan baik.

Namun kalau dilihat pemicu terbesar situasi ini ketika menjadi seorang ibu dari beberapa orang anak dan suami ternyata memiliki keterikatan dengan judi online itu sebenarnya sudah merupakan tanggung jawab yang berat.

Apalagi ketika ia tidak mendapatkan support system yang baik dari suami untuk menghidupi beberapa anak sehingga tekanan yang dimiliki oleh seorang ibu ini ternyata sudah cukup tinggi.

Ditambah lagi yang masih tetap harus bekerja dan berjuang untuk memenuhi kebutuhan dibandingkan pihak suami, sehingga putus asanya untuk berkata saya tidak mampu lagi menanggung beban dilakukan dengan sangat emosi.

Sayangnya memang dalam hal ini ia tidak lagi memiliki kontrol emosi karena kalau dilihat pencetusnya karena semua yang dipendam.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved