Berita Kota Surabaya

Polda Jatim Tangkap 4 Kades di Bojonegoro, Melanggar Mekanisme Pencairan Anggaran Pengerjaan Jalan

"Pengelolaan anggaran BKKD, yang seharusnya melalui lelang, tetapi dilakukan secara penunjukan langsung. Dan menunjuk BS," jelasnya.

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Deddy Humana
surya/luhur pambudi
Empat orang oknum kades asal Bojonegoro digelandang penyidik Tipikor Polda Jatim. 

SURYA.CO.ID, KOTA SURABAYA - Anggota Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Jatim menangkap empat orang oknum kepala desa (Kades) dari Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro, atas dugaan terlibat korupsi Dana Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) untuk perbaikan jalan di desanya.

Keempat kades itu masing-masing berinisial WO sebagai Kades Tebon, SO sebagai Kades Dengok, SKI sebagai Kades Purworejo, dan MS sebagai Kades Kuncen.

Penangkapan terhadap keempat tersangka itu didasarkan atas pengembangan kasus yang sebenarnya terjadi pada tahun 2021. Sebelumnya sudah ada seorang tersangka yang telah dilakukan penyidikan, penuntutan, hingga vonis yaitu BS.

Terpidana BS telah divonis inkrach oleh hakim Kantor PN Tipikor Surabaya dengan pidana penjara 7,6 tahun, denda Rp 250 juta, dan pidana tambahan membayar uang pengganti Rp 1,6 miliar. "Kasus itu diselidiki tahun 2023," ujar Kanit I Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Jatim, Kompol I Putu Angga Feriyana di Gedung Bidhumas Mapolda Jatim, Rabu (8/5/2024).

Keempat tersangka itu ternyata melakukan proses pencairan anggaran dan mekanisme pengerjaan perbaikan jalan, tidak berlandaskan Peraturan Bupati (Perbub) Bojonegoro.

Pertama, proses pengerjaan tidak dilakukan dengan mekanisme lelang tender penunjukan perusahaan pelaksana proyek. Namun, lanjut Angga, para tersangka melakukan penunjukan langsung proses proyek pengerjaan tersebut kepada perusahaan milik terpidana BS.

"Pengelolaan anggaran BKKD, yang seharusnya melalui lelang, tetapi dilakukan secara penunjukan langsung. Dan menunjuk BS," jelasnya.

Kedua, proses pencairan anggaran perbaikan jalan tidak melalui rekening penampungan kas masing-masing desa. Ternyata, para tersangka mencairkan anggaran proyek tersebut langsung ke rekening perusahaan milik BS.

"Yang mana itu melanggar aturan di sebuah Perbub terkait tata kelola landasan dan pengelolaan anggaran BKKD," ungkapnya.

Empat desa yang dipimpin tersangka menerima jumlah anggaran BKKD yang bervariasi. Namun, menurut Angga, masing-masing desa memperoleh anggaran kisaran Rp 300 juta.

Perinciannya, Desa Tebon mendapat bantuan Rp 392,8 juta, Desa Dengok Rp 337,7 juta. Kemudian, Desa Purworejo Rp 370,3 juta, dan Desa Kuncen Rp 187,5 juta.

Pembagian keuntungannya antara terpidana BS dengan masing-masing tersangka oknum kades itu sekitar 5-10 persen dari nilai anggaran yang cair. Namun, ungkap Angga, para tersangka ini belum memperoleh keuntungan tersebut, karena BS terlebih dahulu ditangkap pihak kepolisian.

"Terdakwa BS menjanjikan kepada para kades ini, namun dalam prosesnya pekerjaan tidak selesai dan masih dikuasai BS. Sesuai hasil pemeriksaan, uang itu belum diberikan oleh BS ke para kades," terangnya.

Di Kecamatan Padangan ada delapan desa yang akan menerima anggaran BKKD dengan total Rp 1,284 miliar. Ternyata, empat desa penerima dana tersebut terbukti melakukan praktik curang dalam pelaksanaan proyek pengerjaannya.

Itulah mengapa, lanjut Angga, mekanisme pengembangan kasus korupsi tersebut, bakal dilakukan secara terus menerus.

Hal ini juga menjawab mengapa keempat oknum kades tersebut ditetapkan sebagai tersangka, setelah tersangka pertama yaitu BS menjalani persidangan hingga vonis. "Karena semua uang dari desa diserahkan kepada BS, dan kemudian pekerjaannya tidak selesai," katanya.

"Dan setelah dilakukan pengecekan dengan inspektorat Kabupaten Bojonegoro, ditemukan kondisi pekerjaan yang tidak sesuai dengan spek yang digunakan," jelasnya.

Disinggung mengenai potensi penambahan tersangka dari oknum kades selaku pengelola dana anggaran atau pihak struktur kelembagaan lebih tinggi yang menaungi kades, Angga tak menampiknya. Tetapi itu seiring dengan perkembangan hasil penyelidikan kasus yang terus bergulir.

"Di kecamatan ini ada 8 desa. Dan di desa yang lainnya, masih kami lakukan pendalaman," tambahnya. "Potensi dugaan keterlibatan camat juga masih dalam pengembangan penyelidikan dan penyidikan kasus, masih berproses, masih pendalaman," pungkasnya. *****

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved