Berita Surabaya
Sosok Ketua Majelis Hakim Sidang Kasus Dwi Kurniawati, Buruh Asal Surabaya Masuk Bui Usai Tanya UMK
Taufan Mandala merupakan ketua majelis hakim sidang kasus Dwi Kurniawati (41), buruh asal Surabaya yang dibui usai tanyakan UMK.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
Dengan surat tersebut terdakwa bisa bekerja di sebagai staff accounting sejak 28 November dengan masa percobaan selama 6 bulan sampai 28 Mei 2023.
"Pemalsuan itu terungkap pada 11 Mei 2023 lalu. Saat itu terdakwa tidak masuk kerja dan tidak bisa dihubungi. Ketika dilakukan pengecekan dan evaluasi kinerja didapatkan temuan terdakwa sering melakukan kesalahan terhadap perhitungan kerja karyawan," kata Darwis.
Mengetahui hal itu, Eko Purnomo bersama Fransisca selaku General Affair, dan Galuh sebagai HRD melakukan pengecekan data lamaran kerja terdakwa.
Kemudian para saksi ini curiga terhadap salah satu berkas lamaran kerja terdakwa yang dikeluarkan Kopkar Rumah Sakit William Booth.
Baca juga: KISAH Lengkap Dwi Kurniawati Buruh Asal Surabaya yang Masuk Bui Usai Tanyakan UMK
Selanjutnya saksi melakukan pengecekan di rumah sakit tersebut. Diketahui, jika lembar fotocopy surat keterangan kerja yang dikeluarkan Rumah Sakit William Booth adalah palsu. Supali sebagai Kepala Koperasi Karyawan Rumah Sakit William Booth pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 tidak pernah bertanda tangan dalam surat pengalaman kerja milik terdakwa.
Namun, terdakwa Dwi Kurniawati memang pernah bekerja sebagai kontrak di Koperasi Karyawan Sejahtera Rumah Sakit William Booth sebagai staff administrasi.
Kurang lebih sejak tahun 2005 sampai dengan 2014. Ia berhenti kerja dengan status Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Bahwa dengan menggunakan surat keterangan kerja yang tidak benar/palsu akhirnya Dwi Kurniawati bisa dapat diterima dan bekerja sebagai staf accounting di PT Mentari Nawa Satria," ucap Darwis.
Darwis melanjutkan seharusnya terdakwa saat itu tidak bisa diterima kerja sebagai accounting.
Karena yang dibutuhkan adalah seorang yang berpengalaman.
Hingga akhirnya terbukti ketika terdakwa berkerja tidak cakap dalam menjalankan tugas, yaitu salah dalam menghitung gaji karyawan.
Tempat usaha hiburan malam di Jalan No 31-37 Surabaya akibatnya mengalami kerugian kisaran Rp24 juta.
Rinciannya gaji selama 6 bulan dikali Rp3 juta yaitu Rp18 juta. Lalu, kelebihan bayar karyawan atas nama Sasongko dan Massun sebesar Rp4,7 juta.
Ditambah lagi, Tunjungan Hari Raya (THR) yang diterima terdakwa senilai Rp1,5 juta.
Baca juga: BUNTUT Aksi Aiptu FN Tusuk dan Tembak Debt Collector, Sejumlah Warga Malah Dukung Sang Polisi
Dwi Kurniawati Sangkal Dakwaan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.