Riwayat Toleransi Beragama Syekh Jumadil Kubro di Bojonegoro, Disebut Raffles dan Dikagumi Gus Dur

Syekh Jumadil Kubro datang ke Tanah Jawa dan melangsungkan dakwah agama Islam pada periode 1300-an atau abad 14, semasa Kerajaan Majapahit.

Penulis: Yusab Alfa Ziqin | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Yusab Alfa Ziqin
Cungkup makam di Mesigit Tebon di atas Bukit Tebon, kini disebut Makam Mbah Jimat. 

Dalam bukunya The Passing Over, lanjut Rizki, Gus Dur menyoroti keberhasilan dakwah Syekh Jumadil Kubro di Bukit Tebon dan sekitarnya yang lekat dengan berperadaban Hindu-Budha itu.

Menurut Gus Dur, proses dakwah Mbah Jumadil Kubro mengedepankan sikap toleransi, sangat menghindari persinggunggan. Unsur-unsur Hindu-Budha diakulturasi secara Islam.

"Ritus sembahyang dalam Hindu-Budha diubah secara halus dan perlahan oleh Syekh Jumadil Kubro menjadi sembahyang Islam," tuturnya.

Mesigit (Sigit) sebagai tempat mulia atau sakral di Bukit Tebon yang digunakan masyarakat Hindu-Budha untuk sembahyang, juga diubah menjadi tempat pasujudan sembahyang Islam. Kini, lokasi itu dikenal dengan Mesigit Tebon.

Keberhasilan akulturasi agama di Bukit Tebon ini, kemudian juga terjadi di pusat Jipang yang ada di seberang barat Bukit Tebon.

"Yakni di Desa Jipang, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Di desa (Jipang, red) itu, ada Mesigit Jipang," ungkap Rizki.

Secara kosmologis, lanjut ayah dua anak ini, lokasi Mesigit Jipang dan Mesigit Tebon ada di satu garis lurus. Dipisahkan oleh aliran Sungai Bengawan Solo yang membatasi Bojonegoro dan Blora.

"Masih dalam bukunya The Passing Over, Gus Dur kagum atas keberhasilan Syekh Jumadil Kubro mengislamkan pusat peradaban Hindu-Budha di Jipang-Padangan ini," imbuhnya.

Sebagai bentuk kekagumannya, ungkap Rizki, dalam buku The Passing Over itu Gus Dur menyebut wilayah Jipang-Padangan diampu Syekh Jumadil Kubro itu sebagai Prototype Toleransi Nusantara.

"Bermula dari Jipang-Padangan, Syekh Jumadil Kubro lalu berdakwah Islam di pedalaman Jawa sepanjang abad 14. Termasuk di pusat Majapahit," lanjutnya.

Rizki menandaskan, dapat diistilahkan Mesigit Tebon dan Mesigit Jipang merupakan "dua stasiun" masuknya Islam ke pedalaman-pedalaman Jawa oleh Syekh Jumadil Kubro via Bengawan Solo.

Adapun, lanjut Rizki, selain dibuktikan oleh literatur ilmiah, keberadaan atau eksistensi Mesigit Tebon dan Mesigit Jipang juga ditopang dengan bukti-bukti arkeologis.

Bukti-bukti arkeologis di Mesigit Tebon dan Mesigit Jipang itu di antaranya ditemukan beberapa batu bata kuno, serpihan antefiks kalpataru dan karupadhani hingga keramik era Dinasti Ming.

Tiga keping serpihan antefiks yang ditemukan di Bukit Tebon.
Tiga keping serpihan antefiks yang ditemukan di Bukit Tebon. (SURYA.CO.ID/Yusab Alfa Ziqin)

Peneliti Blora-Bojonegoro Geohistorical Science Tulusno Budi Santoso mengutarakan hal serupa. Meski tak banyak, peninggalan arkeologis di Mesigit Tebon dan Mesigit Jipang memang ada.

Namun, bukti-bukti lebih terang menyatakan, bahwa Gunung Jali atau Bukit Tebon atau Mesigit Tebon merupakan lokasi peradaban Hindu-Budha-Islam sudah kecil kemungkinan ditemukan.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved