Berita Viral
Sosok 4 Hakim Mahkamah Konstitusi yang Dilaporkan MKMK Terbaru, Ada Anwar Usman hingga Saldi Isra
4 hakim mahkamah konstitusi dilaporkan ke MKMK. Mereka adalah Anwar Usman, Saldi Isra, Arief Hidayat dan Wahiduddin Adams.
SURYA.CO.ID - Inilah sosok empat hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Mereka adalah Anwar Usman, Saldi Isra, Arief Hidayat dan Wahiduddin Adams.
Empat hakim MK ini dilaporkan oleh tiga pelapor berbeda.
Anwar Usman dilaporkan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak dan Harjo Winoto.
Advokat Zico mendaftarkan laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan terhadap hakim Anwar Usman karena pernyataannya dalam konferensi pers pascaputusan MKMK adhoc terkait pemberian sanksi pencopotannya dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa (7/11/2023) lalu.
Baca juga: UPDATE Real Count KPU Prabowo-Gibran 58,62 Persen, Ganjar Serukan Hak Angket di DPR Soal Kecurangan
Selain itu, Zico juga menjadikan gugatan Anwar Usman terhadap Ketua MK Suhartoyo di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta sebagai objek gugatan ke MKMK.
Kemudian Saldi Isra dilaporkan perkumpulan advokat Sahabat Konstitusi Andi Rahadian.
Andi Rahadian melaporkan Saldi imbas menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia capres-cawapres.
Laporannya diterima MKMK pada 30 Januari 2024.
Sementara Harjo Winoto yang merupakan advokat yang tergabung dalam Sahabat Konstitusi melaporkan hakim MK Anwar Usman, Arief Hidayat dan Wahiduddin Adams ke MKMK pada 12 Februari 2024.
Dia melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku terhadap Hakim Konstitusi
Dia juga mempermasalahkan kewenangan MKMK Adhoc, pemaknaan etika dalam Sapta Karsa Hutama.
Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna membenarkan adanya pemanggilan terhadap para pelapor, pada Rabu besok.
"Soal tanggal 21 Februari itu benar memang ada pemanggilan para pelapor," kata Palguna, saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (20/2/2024).
Ia menjelaskan, pemanggilan para pelapor ini dilakukan sesuai dengan hukum acara Peraturan MK (PMK) Nomor 1/2023 tentang MKMK.
"Kami harus menyelenggarakan Rapat Majelis Kehormatan (RMK) untuk meminta klarifikasi kepada para pelapor, dan nanti kepada Hakim Terlapor guna menentukan apakah menurut MKMK, laporan layak diteruskan ke tahap pemeriksaan atau tidak," kata Palguna.
Palguna menyampaikan, secara prinsip sidang-sidang di MKMK, menurut PMK, sifatnya tertutup.
"Tapi kita lihat nanti relevansi dan konteksnya," tuturnya.
Berikut sosok hakim MK yang dilaporkan:
1. Anwar Usman

Anwar Usman menjabat sebagai Ketua ke-6 Mahkamah Konstitusi.
Dia telah memimpin MK sejak 2 April 2018.
Sebelumnya, pria kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat, 31 Desember 1956 ini merupakan Wakil Ketua MK. B
Dikutip dari laman resmi MK, Anwar menghabiskan masa kecil di kampung halamannya di Bima.
Selama enam tahun, 1969-1975, dia menempuh pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) di kota tersebut.
Ia lantas melanjutkan studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta (UNJ) dan lulus pada 1984.
Gelar S2 Anwar raih dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) IBLAM Jakarta tahun 2001.
Sedangkan gelar S3 ia dapatkan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2010.
Sempat mengenyam pendidikan di sekolah guru agama, Anwar mengawali kariernya sebagai guru honorer.
Karier di bidang hukum baru Anwar mulai pada tahun 1984 ketika ia telah menyandang gelar Sarjana Hukum.
Pada tahun tersebut, Anwar mencoba peruntungan mengikuti tes calon hakim.
Beruntung, dia lolos seleksi dan diangkat menjadi calon hakim Pengadilan negeri Bogor pada tahun 1985.
“Menjadi hakim sebenarnya bukanlah cita-cita saya. Namun, ketika Allah menginginkan, di mana pun saya dipercaya atau diamanahkan dalam suatu jabatan apa pun, bagi saya itu menjadi lahan untuk beribadah," kata Anwar dilansir dari laman resmi MK.
Karier Anwar di bidang hukum terus menanjak hingga akhirnya dia berpindah ke Mahkamah Agung (MA).
Sepanjang berkiprah MA, beberapa jabatan pernah Anwar emban seperti Asisten Hakim Agung (1997-2003) dan Kepala Biro Kepegawaian MA (2003-2006).
Pada tahun 2005, Anwar diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian. Dia juga pernah menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Latihan, Hukum dan Peradilan (Litbang Diklat Kumdil) MA periode 2006-2011.
Anwar resmi menjadi hakim konstitusi setelah mengucapkan sumpah di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Negara, Jakarta, 2011 lalu.
Pengangkatannya sebagai hakim konstitusi tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 18/P Tahun 2011 tertanggal 28 Maret 2011.
Anwar menggantikan hakim H M Arsyad Sanusi. Kala itu, dia menjadi hakim konstitusi ketujuh yang diusulkan oleh MA.
Menurut urutan, Anwar adalah hakim konstitusi ke-18 di MK. Tahun 2015, Anwar terpilih sebagai Wakil Ketua MK periode 2015-2017.
Periode selanjutnya yakni 2016-2018, ia kembali terpilih menjadi Wakil Ketua MK. Baca juga: Anwar Usman-Arief Hidayat Imbang, Pemilihan Ketua MK Lanjut Putaran 2.
Selanjutnya, pada 2 April 2018, melalui rapat pleno hakim, Anwar terpilih sebagai Ketua MK.
Dia menggantikan posisi hakim Arief Hidayat.
Anwar Usman lalu diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran berat saat memutuskan perkara mengenai batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
2. Saldi Isra

Saldi Isra memiliki gelar Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., M.P.A.
Ia lahir pada 20 Agustus 1968.
Saldi Isra merupakan ahli hukum, profesor hukum, dan hakim Indonesia.
Dilansir Surya.co.id dari Wikipedia, ia menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2023–2028.
Pada 11 April 2017, ia menjadi Hakim Konstitusi Republik Indonesia, salah satu dari dua pengadilan tertinggi di Indonesia.
Sebelum menjadi hakim konstitusi, ia adalah seorang profesor hukum tata negara di Universitas Andalas.
Sepanjang karier akademisnya, ia menerima penghargaan sehubungan dengan upayanya melawan korupsi di Indonesia.
Saldi lahir dari pasangan Ismail dan Ratina. Sekolah dasar hingga menengah ditempuh di kampung halamannya.
Setelah dua kali gagal Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru) pada tahun 1988 dan Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) tahun 1989, akhirnya ia diterima di Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat pada tahun 1990.
Setelah menjadi Mahasiswa Teladan Berprestasi Utama I Universitas Andalas pada tahun 1994, ia meraih gelar Sarjana Hukum dengan predikat lulus Summa Cum Laude pada tahun yang sama.
Pendidikan jenjang pascasarjana ia tuntaskan dengan meraih gelar Master of Public Administration di Universitas Malaya (2001) dan gelar Doktor di Universitas Gadjah Mada (2009, predikat lulus Cum Laude).
Pada tahun 2010, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas.
Sejak masih berstatus mahasiswa S-1 ia menekuni bidang kepenulisan.
Pengangkatan sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi
Pada tanggal 27 Januari 2017, Mahkamah Konstitusi memberhentikan salah satu hakimnya, Patrialis Akbar, setelah ia ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pada tanggal 21 Februari, Presiden Joko Widodo menunjuk sebuah komite untuk memilih penggantinya.
Panitia membuat daftar 45 kandidat dan kemudian mewawancarai 12 kandidat terpilih.
Pada tanggal 3 April, komite merekomendasikan tiga kandidat kepada presiden, dan Saldi adalah pilihan pertama.
Beberapa hari kemudian, Jokowi mengumumkan pemilihan Saldi, dan pada tanggal 11 April ia dilantik di Istana Merdeka.
3. Arief Hidayat

Arief Hidayat lahir di Semarang pada 3 Pebruari 1956 silam.
Ia “orang baru” di dunia hukum, khususnya hukum tata negara.
Ia merupakan Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
Selain aktif mengajar, ia juga menjabat sebagai ketua pada beberapa organisasi profesi, seperti Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Tengah, Ketua Pusat Studi Hukum Demokrasi dan Konstitusi, Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia, serta Ketua Pusat Studi Hukum Lingkungan.
Di samping itu, Arief juga aktif menulis. Tidak kurang dari 25 karya ilmiah telah dia hasilkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir, baik berupa buku maupun makalah.
Sebagai bagian dari friends of court, dirinya juga sering terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh MK.
Ia aktif menjadi narasumber maupun menjadi juri dalam setiap kegiatan MK berkaitan dengan menyebarluaskan mengenai kesadaran berkonstitusi.
“Saya membantu Sekretariat Jenderal MK merumuskan kegiatan yang berkaitan dengan jaringan fakultas hukum di setiap perguruan tinggi di Indonesia."
"Sehingga di situ, saya semacam kepala suku yang menggunakan pendekatan yuridis romantis kepada kelompok yang sebagian besar merupakan guru besar Ilmu Hukum Tata Negara di berbagai fakultas hukum di Indonesia. Saya sampai disebut sebagai pakar yuridis romantis,” terangnya.
4. Wahiduddin Adams

Melansir dari WIkipedia, Wahiduddin Adams lahir 17 Januari 1954.
Ia adalah seorang birokrat dan hakim Indonesia. Ia menjabat sebagai Hakim Konstitusi Republik Indonesia mulai 21 Maret 2014.
Sebelum berkarier sebagai hakim, Adams adalah seorang birokrat di Kementerian Hukum dan HAM, menjabat sebagai Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan dari 2010 hingga 2014.
Adams besar di sebuah desa kecil yang bernama Pulau Gemantung dan bersekolah di desa Sakatiga, Kecamatan Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Ia menempuh pendidikan di madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah setempat sebelum masuk ke IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta, di mana ia meraih gelar Sarjana Peradilan Islam pada tahun 1979.
Ia melanjutkan pendidikannya juga di IAIN Syarif Hidayatullah, di mana ia mendapatkan gelar Magister Hukum Islam (1991) dan Doktor Hukum Islam (2002).
Pada tahun 1987, Adams menempuh pendidikan posdoktoral dalam bidang ilmu perundang-undangan di Universitas Leiden.
Selepas menyandang gelar doktornya, ia mengajar sebagai dosen tamu pada mata kuliah ilmu perundang-undangan di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah[2] dan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Adams mendapatkan gelar Sarjana Hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta pada tahun 2005, tiga tahun selepas ia menyelesaikan program doktoralnya.
Adams memulai kariernya sebagai pegawai di Badan Pembinaan Hukum Nasional, di mana ia berkarier selama delapan tahun (1981-89).
Ia kemudian menjadi perancang peraturan perundang-undangan pada Direktorat Jenderal dan Perundang-Undangan (1990-95) dan kepala biro di Sekretariat Jenderal Departemen Kehakiman (1995-2001).
Selama satu tahun (2001-02), ia bertugas sebagai koordinator administrasi di Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Provinsi Sulawesi Tenggara di Kendari.
Adams dua kali menjabat posisi direktur pada lingkungan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, yaitu sebagai Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan (2004) dan Direktur Fasilitasi Perencanaan Peraturan Daerah (2004-10).
Pada tahun 2010, di bawah Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, ia menjadi Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan, jabatan yang ia emban sampai terpilihnya ia ke MK.
Pada saat menjabat Dirjen Peraturan Perundang-undangan, Adams terlibat dalam penyusunan beberapa Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh pemerintah, seperti RUU Peradilan Agama, RUU Zakat, RUU Wakaf, dan RUU Perbankan Syariah.
Ia juga terlibat dalam menyusun rancangan awal revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (tribunnews.berbagai sumber)
Mahkamah Konstitusi (MK)
hakim MK
Hakim MK dilaporkan
Anwar Usman
Saldi Isra
Arief Hidayat
Wahiduddin Adams
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
2 Sosok di Balik Sikap Bupati Pati Sudewo Batalkan Kenaikan PBB 250 Persen, Sama-sama Eks Jenderal |
![]() |
---|
Rekam Jejak Agustiar Sabran, Gubernur Kalteng yang Izinkan Peladang Bakar Lahan, Ini Dasar Hukumnya |
![]() |
---|
Nasib 4 Senior Diduga Aniaya Prada Lucky hingga Tewas, Panglima TNI Didesak, Bakal Dihukum Berat? |
![]() |
---|
Terlanjur Ngotot PBB Naik 250 Persen, Bupati Pati Sudewo Kini Minta Maaf, Ada Intervensi Sosok Ini |
![]() |
---|
3 Pengakuan Terbaru Brigita di Sidang Judol Kominfo: Alasan Tak Seret Budi Arie, Nangis Minta Bebas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.