Berita Pamekasan

Pemda Diminta Turun Tangan, Petani Tembakau Bakal Terpukul Kenaikan Cukai Rokok 10 Persen,

Suli yang juga pengusaha tembakau ini berharap kepala daerah dan DPRD di daerah penghasil tembakau tidak tinggal diam

Penulis: Muchsin | Editor: Deddy Humana
surya/muchsin
Petani di Desa Konang, Kecamatan Galis, Pamekasan memeriksa kondisi daun tembakau. 

SURYA.CO.ID, PAMEKASAN – Langkah pemerintah yang menetapkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok, naik rata-rata sebesar 10 persen mulai Januari 2024, dipastikan berdampak buruk terhadap para petani tembakau.

Sebab dengan kenaikan ini, yang paling terpukul petani tembakau. Karena tidak mungkin, pabrik rokok akan mengurangi laba penjualan rokok bahkan menurunkan gaji karyawannya. Selain itu pabrik rokok tidak akan menekan seluruh harga komponen dalam produksinya.

“Maka satu-satunya cara yang dilakukan pabrik rokok adalah menekan harga pengadaan bahan baku, berupa tembakau dan cengkeh. Karena tembakau dan cengkeh merupakan produk petani dan harga ecerannya terendahnya tidak diatur pemerintah," kata pemerhati tembakau Madura di Pamekasan, Suli Faris kepada SURYA, Rabu (27/12/2023).

Suli juga menilai pemerintah bukannya tidak mengerti, malah sangat paham dengan kondisi ini. Mantan pimpinan DPRD Pamekasan dua periode ini menjelaskan, stabilitas harga rokok nanti tergantung pada kehendak pemilik modal yaitu pabrik rokok.

Padahal dari sisi hubungan kemitraan yang seharusnya kedudukannya antara pabrik dengan petani tembakau, berada dalam satu garis lurus. Bukan sebagai atasan dan bawahan, bukan pula sebagai buruh dan majikan. Sehingga keduanya saling membutuhkan.

Menurut Suli, tindakan pemerintah menaikkan cukai rokok karena empat faktor. Di antaranya, aspek pengendalian konsumsi rokok, optimalisasi penerimaan negara, keberlangsungan tenaga kerja di industri rokok, dan peredaran rokok ilegal.

“Empat alasan yang disampaikan pemerintah, antara yang satu dengan yang lain saling bertentangan. Sehingga tidak tepat bila dijadikan patokan pembenaran dalam merumuskan kebijakan menaikkan cukai rokok," kata Suli.

"Misalnya, aspek mengendalikan konsumsi rokok dengan aspek optimalisasi penerimaan negara dan aspek penyerapan dan keberlangsungan tenaga kerja dengan aspek pemberantasan peredaran rokok ilegal. Ibarat pepatah, jauh panggang dari bara api," imbuhnya.

Namun tegas Suli, tepat atau tidaknya alasannya, pemerintah tetap akan menaikkan cukai rokok. Sebab sudah dimasukkan dalam estimasi penerimaan negara sejenis pajak dalam APBN 2024.

Dengan begitu dapat diartikan bahwa kenaikan cukai rokok itu tujuan utamanya semata-mata untuk meningkatkan pendapatan negara. Karena menjadikan cukai rokok sebagai bagian dari sumber pendapatan negara.

Suli yang juga pengusaha tembakau ini berharap kepala daerah dan DPRD di daerah penghasil tembakau tidak tinggal diam begitu saja. Tetapi bagaimana agar pemda melindungi dan memberi advokasi pada para petani.

Misalnya membuat struktur kelembagaan petani tembakau di masing-masing daerah. Agar para petani dan pedagang bisa berkoordinasi, membangun negosiasi untuk tawar-menawar. Karena selama ini posisi petani lemah ketika berhadapan dengan pemilik modal.

“Sudah saatnya sekarang ada pihak yang bisa membantu petani, membangun suatu kekuatan perniagaan seperti gerakan yang dimotori oleh HOS Tjokroaminoto. Di mana sekitar tahun kisaran 1905, beliau mendirikan syarikat dagang Islam. Tujuannya membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara Muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat,” pungkas Suli. *****

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved