Sosok Rasya Atahiya, Dalang Cilik dari Jombang yang Hidupkan Kembali Wayang Potehi

Rasya Atahiya, dalang cilik asal Jombang, Jatim, hidupkan kembali seni Wayang Potehi di Museum Gudo. Setahun belajar, sudah tampil memukau

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Anggit Puji Widodo
DALANG CILIK - Rasya Muhammad Atahiya, dalang cilik Wayang Potehi saat berada di Museum Wayang Potehi, Desa Gudo, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Sabtu (1/11/2025). Tertarik setelah berulang kali diajak melihat pertunjukkan Wayang Potehi. 

Ringkasan Berita:
  • Rasya Atahiya,  dalang cilik asal Jombang, Jatim, tampil memukau di Museum Potehi Gudo.
  • Belajar langsung dari maestro, ia kuasai musik dan dialog berbahasa Tionghoa.
  • Museum Potehi jadi ruang lintas budaya, Rasya simbol harapan pelestarian seni.

 

SURYA.CO.ID, JOMBANG - Di balik panggung kecil Museum Potehi Gudo, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur (Jatim), denting gamelan mungil berpadu dengan suara lembut seorang bocah. 

Dialah Rasya Muhammad Atahiya (10), dalang cilik asal Desa Cukir, Kecamatan Diwek, yang kini mencuri perhatian publik karena kepiawaiannya memainkan Wayang Potehi, seni teater boneka khas Tionghoa yang telah berusia ratusan tahun.

Meski baru setahun belajar, Rasya Atahiya sudah tampil percaya diri di depan penonton. 

Ia kerap membawakan kisah Kerajaan Tai Tong, tentang seorang pendekar yang menuntut balas atas kematian keluarganya. 

Dengan gerakan tangan lentur dan penghayatan mendalam, Rasya mampu menghidupkan karakter dalam waktu singkat, memukau penonton dan menuai tepuk tangan.

“Awalnya saya cuma sering nonton di Klenteng Gudo. Terus diajak teman ikut latihan, akhirnya suka,” ujar Rasya, Sabtu (1/11/2025).

Belajar Langsung dari Maestro, Kuasai Musik dan Bahasa Tionghoa

Rasya belajar langsung dari dua seniman senior, Toni Harsono dan Widodo, yang selama ini menjaga eksistensi Wayang Potehi di Gudo. 

Selain menjadi dalang, Rasya juga belajar memainkan musik pengiring dan menghafal dialog dalam bahasa Tionghoa.

“Bahasanya agak susah, tapi saya dibantu mentor. Lama-lama jadi bisa,” katanya sambil tersenyum.

Bagi Rasya, menjadi dalang bukan sekadar hobi, melainkan tanggung jawab untuk melestarikan tradisi yang mulai jarang diminati anak-anak seusianya.

“Saya ingin terus jadi dalang Wayang Potehi, biar seni ini nggak hilang,” tuturnya mantap.

Simbol Harapan Baru di Museum Potehi Gudo

Toni Harsono, pengelola Museum Potehi Gudo, menyebut semangat Rasya sebagai simbol harapan baru bagi kelangsungan seni Wayang Potehi.

“Anak-anak seperti Rasya, adalah bukti bahwa Wayang Potehi masih punya masa depan. Di museum ini, kami tidak hanya menjaga sejarah, tapi juga menumbuhkan generasi penerus,” ujarnya.

Kini, Museum Potehi Gudo menjadi ruang pertemuan lintas budaya, tempat tradisi Tionghoa berpadu dengan kearifan lokal Jawa dan semangat para santri. Di sinilah seni boneka Potehi diajarkan, dan dihidupkan kembali melalui tangan-tangan muda seperti Rasya.

“Kalau besar nanti, saya ingin punya panggung sendiri. Biar banyak orang bisa nonton Wayang Potehi lagi,” pungkas Rasya.

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved