Berita Kota Surabaya

Bersaksi di Sidang Korupsi DAK Dispendik Jatim Rp 8,2 Miliar, Kadisbudpar Jatim Sering Mengaku Lupa

Hudiyono kembali menjawab bahwa kendala yang dialami pihaknya kala itu karena belum lengkapnya berkas keuangan

Penulis: Fikri Firmansyah | Editor: Deddy Humana
surya/fikri firmansyah (fikri)
Mantan Kadispendik Jatim, Syaiful Rachman dan mantan kepala SMK swasta di Jember, Eny Rustiana menjalani sidang lanjutan dugaan kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan (Dispendik) Jatim tahun 2018, di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (24/10/2023). 

Ia bersama Saiful Rachman pernah berkunjung ke sekolah yang dipimpin Eny tersebut, untuk meninjau program SMK mini yang dicanangkan oleh Soekarwo atau Pakde Karwo, Gubernur Jatim kala itu. "(Soal pertemuan dengan Bu Eny), lupa ketemu bu Eny sebelum atau sesudah bimtek. Swakelola itu, sekolah menunjukkan tim seperti komiter. Tim dari sekolah," ujarnya.

Mengenai pembahasan proyek tersebut, Hudiyono mengaku, pernah bertemu dengan Eny sebelum adanya pelaksanaan proyek pada 2018. Dalam pertemuan tersebut, Eny berupaya merayu Hudiyono agar pelaksanaan proyek tersebut dapat dilaksanakan oleh Eny.

Namun Hudiyono mengaku sudah berupaya menegur Eny untuk tidak melakukan hal tersebut. Karena sesuai aturannya, dana tersebut harus diolah dan dikelola oleh pihak sekolah secara swakelola.

Anehnya, lanjut Hudiyono, setelah dari pertemuan tersebut ia malah mendapati adanya laporan dari beberapa kolega kepsek bahwa proses pembangunan sekolah tersebut ditangani oleh Eny.

"Eny kan kepsek, bagaimana kalau itu dikerjakan oleh saya. Tetapi saya bilang; itu gak boleh ibu. Setelah itu gak ada lagi percakapan. Setelah itu saya enggak tahu Bu Eny pergi ke siapa. Tapi tiba-tiba saya dengar dari sebuah sekolah bahwa proyek itu dikerjakan Eny," ungkapnya.

Selain itu, Hudiyono pernah masuk ke ruangan kerja Saiful Rachman, dan sempat diajak berbincang mengenai proyek tersebut. Selama bertemu dengan atasannya itu, Hudiyono mengaku pernah mendengar bahwa pelaksanaan proyek pembangunan fisik bangunan sekolah tersebut dapat dilaksanakan oleh Eny.

Menurut Hudiyono, Saiful Rachman sempat memuji sosok Eny yang mampu melaksanakan proyek pembangunan fisik bangunan infrastruktur.

Kepada majelis hakim, Hudiyono mengatakan sempat berupaya menganulir rencana dari atasannya itu. Karena sifat pendanaan pembangunan tersebut, dilaksanakan secara swakelola. "Kepada atasan saya (kadispendik), saya enggak melaporkan (pertemuan dengan Bu Eny). Saya saat ketemu oleh kadispendik; dikatakan meskipun Bu Eny kepsek, punya keterampilan membuat fisik. Soal pertemuan Bu Eny dengan kadispendik, saya enggak tahu," terangnya.

Hudiyono mengungkapkan, dalam pengadaan proyek DAK tersebut, ia hanya bertindak sebagai pihak penyusun sekaligus melakukan sosialisasi kepada sekolah-sekolah yang terverifikasi menerima dana tersebut.

Namun mengenai proses pencairan anggarannya, ia tidak mengetahui pasti karena masa jabatannya sebagai Kabid SMK Dispendik Jatim, cuma selama Maret hingga Agustus 2018. "Saya belum pernah mengajukan ke bagian keuangan. Karena saya menjabat sampai Agustus. (Yang mengajukan pembayaran bidang siapa) tugas kami," jelasnya.

"Pada waktu itu kenapa kami tidak mengajukan ke keuangan, karena menunggu berkas ini lengkap. Karena bagian keuangan tidak menyetujui kalau tidak lengkap," tambahnya.

Jawaban normatif yang terkesan logis itu, terus menerus disampaikan Hudiyono. Namun pada penghujung sesi pemeriksaan, majelis hakim masih belum 'ngeh' dan paham; bagaimana proses penurunan dana tak kunjung cair pada Agustus 2018, silam.

Hakim Ketua Arwana kembali mencecar Hudiyono agar mengatakan sejujurnya mengenai penyebab pasti dana tersebut tak kunjung cair pada Agustus 2018. "Kendalanya apa di dinas. Atau masing-masing gak tanggung jawab, paling tidak dirapatkan. Apakah keuangan gak ada uang. Anda seharusnya PPK, masa gak ada tindakan," tegas hakim.

Kemudian Hudiyono kembali menjawab bahwa kendala yang dialami pihaknya kala itu karena belum lengkapnya berkas keuangan yang harus dikerjakan oleh pihak sekolah.

Bahkan ia juga berdalih bahwa lambatnya pencairan dana disebabkan adanya peraturan Kementerian Pendidikan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri yang muncul pada tahun itu.

Halaman
123
Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved