Berita Pasuruan

Suku Kamoro Papua Perjuangkan Hak Hingga ke Bangil Pasuruan, Ini Permintaannya pada Presiden

Perjuangan masyarakat adat suku Kamoro yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Adat Kamoro (Lemasko)

surya.co.id/galih lintartika
Polikarpus Owemena bersama rekannya menunjukkan kepengurusan Lemasko. 

SURYA.CO.ID, PASURUAN - Perjuangan masyarakat adat suku Kamoro yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Adat Kamoro (Lemasko) untuk mendapatkan hak - haknya terus dilakukan.

Mereka berhak mendapatkan besi dari perusahaan emas di Timika, sebagai kompensasi karena lingkungan masyarakat di lima kampung rusak akibat aktivitas perusahaan emas itu.

“Bapak presiden harus melihat hal ini. Masalah kami ini. Itu tambang sudah kasih makan dunia,” kata Polikarpus Owemena, anggota Lembaga Masyarakat Adat Kamoro (Lemasko), saat ditemui di Bangil, Kabupaten Pasuruan, Rabu (9/8/2023).

Dia menyebut, limbah perusahaan tambang itu mencemari lingkungan, merusak sungai dan pohon - pohon hijau itu kering.

“Dulu kita cari makan di sungai dengan perahu pun bisa, tapi sekarang semuanya rusak akibat aktivitas tambang. Hak kami dirampas,” jelasnya.

Dia berharap, Jokowi sebagai bapak rakyat, orang tua, bisa minta tolong disampaikan ke perusahaan bahwa hibah dalam bentuk besi itu dicuri dan dirampas oleh orang.

“Jangan lempar tulang saja, tapi masyarakat Kamoro ini diperhatikan,” jelasnya.

Sedangkan hibah perusahaan untuk masyarakat juga dicuri oleh orang tidak bertanggung jawab. Sudah menang di pengadilan tapi masih diganjal.

“Kami ini memperjuangkan hak - hak masyarakat. Tolong pak presiden bantu kami memperjuangkan hak masyarakat. Jangan dicampuri orang berkepentingan,” terangnya.

Sekadar informasi, delegasi Kamoro dari lima desa sudah bertemu dengan pimpinan Freeport di Kona, Hawaii 8 Juni 2007 lalu.

Dan disepakatilah MoU 2000. Salah satunya adalah melibatkan masyarakat 5 desa dalam program-program penanganan lingkungan hidup.

Dalam kerangka pasca tambang yang bernilai ekonomis seperti pengelolaan tailing dan besi bekas sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan.

Itu dilakukan karena semakin meluasnya kerusakan lingkungan hidup tanah Kamoro akibat sisa-sisa pembuangan (tailing).

Itu berarti tata ruang untuk berkebun, berburu, dan berkembangbiaknya fauna dan flora menjadi terhimpit.

Keadaan ini tidak memberi harapan masa depan bagi generasi mendatang dan anak-cucu. Sehingga disepakatilah usulan tersebut.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved