Viral Seragam Sekolah Mahal

Pengakuan Guru di Tulungagung, Sebut Jualan Kain Seragam Mahal Sudah Lama Jadi Bisnis Dindik Jatim

Setelah berita mahalnya harga seragam SMA negeri di Tulungagung menjadi berita viral, semakin banyak pihak yang memberi informasi kepada SURYA.CO.ID

|
Penulis: David Yohanes | Editor: Cak Sur
Istimewa
Kuitansi pembelian seragam sekolah di SMKN 2 Boyolangu Tulungagung, Jumat (21/7/2023). 

SURYA.CO.ID, TULUNGAGUNG - Setelah berita mahalnya harga seragam SMA negeri di Kabupaten Tulungagung menjadi berita viral, semakin banyak pihak yang memberi informasi kepada SURYA.CO.ID.

Mereka mengungkapkan, fenomena paket kain seragam super mahal ini terjadi di semua SMA/SMK negeri di Tulungagung.

Misalnya di SMKN 1 Tulungagung, harga paket kain seragam ini mencapai Rp 2.700.000.

Di SMAN 1 Boyolangu, harga paket kain seragam bisa tembus Rp 3.000.000.

Baca juga: Viral Harga Seragam SMA Negeri di Tulungagung Capai Rp 2,3 Juta, Ini Tanggapan Kadindik Jatim

Baca juga: Keuntungan Fantastis SMA/SMK Negeri di Tulungagung dari Jualan Kain Seragam yang Harganya Melejit

Baca juga: SMA/SMK Negeri se-Tulungagung Jual Seragam Mahal: Harga yang Dipatok Dindik Jatim Sudah Mahal

Baca juga: Orang Tua Siswa SMA Negeri di Tulungagung Diharuskan Beli Seragam di Sekolah, Harganya Lebih Mahal

Seragam siswi baru SMAN 1 Kedungwaru yang selesai dikerjakan penjahit.
Seragam siswi baru SMAN 1 Kedungwaru yang selesai dikerjakan penjahit. (SURYA.CO.ID/David Yohanes)

Di SMKN 1 Boyolangu, harga paket kain seragam sebesar Rp 2.400.000.

Di SMAN 1 Kauman, harga paket kain seragam sebesar Rp 1.600.000.

SMAN 1 Karangrejo juga mematok harga Rp 1.600.000 untuk paket kasin seragam.

Sebelumnya di SMKN 2 Boyolangu, paket seragam seharga Rp 2.295.000 tanpa rincian.

Siswa yang mau tahu jenis seragam yang dibeli diminta datang ke koperasi.

Sedangkan di SMKN 1 Tulungagung ada yang menebus seragam hingga Rp 1.600.000.

Sejumlah guru pun mengungkapkan, fenomena harga paket kain seragam mahal ini sudah terjadi beberapa tahun lalu.

Seluruh kain seragam dikirim dalam bentuk gelondongan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur (Dindik Jatim).

Disebutkan, Dindik Jatim pula yang mematok harga dasar, kemudian pihak sekolah bisa menaikkan harganya sendiri.

Kenaikan harga ini biasanya untuk ongkos potong kain.

“Sekolah masih dibebani memotong kain sesuai kebutuhan para siswa. Makanya ada perbedaan harga di setiap sekolah, karena biaya potongnya juga beda-beda,” ungkap seorang guru sebuah SMA, sebut saja Oki (nama samaran), Sabtu (22/7/2023).

Masih menurut Oki, sebenarnya tidak ada kewajiban dari Dindik Jatim untuk menjual kain itu kepada siswa baru.

Namun, para kepala sekolah juga tidak mau dianggap tidak patuh jika kainnya sama sekali tidak laku.

Karena itu, kepala sekolah yang biasanya berupaya agar kain kiriman dari Dindik Jatim ini terbeli oleh siswa baru.

“Akhirnya muncul intimidasi, jika membeli di luar warna kainnya tidak sama,” ucap Oki.

Kain seragam yang pasti terbeli adalah seragam khas sekolah, batik dan almamater.

Hebatnya lagi, lanjut Oki, Dinas Pendidikan Provinsi melayani ketiga jenis kain seragam itu. Padahal di setiap sekolah warnanya berbeda-beda.

Hal ini, menunjukkan jika Dindik Jatim memang bertujuan mencari keuntungan dari pengadaan seragam ini.

“Kalau benar dinas membantu pengadaan seragam, harganya pasti dibuat sewajarnya. Bukan dipatok sampai dua kali lipat seperti saat ini,” ucap Oki.

Oki pun mengakui, pengadaan seragam dari Dinas Pendidikan Provinsi ini sudah berlangsung beberapa tahun lalu.

Sekolah hanya diperalat untuk menyalurkan dan menjadi pihak penjual ke siswa baru.

“Menurut saya ini sudah jadi bisnis orang-orang dinas sana. Kami yang di sekolah tidak bisa menolak,” keluhnya.

Salah satu mantan komite salah satu SMK negeri di Tulungagung, JG mengakui praktik ini sudah lama.

Menurutnya, kepala sekolah tidak berani menolak kebijakan Dinas Pendidikan Provinsi ini, karena ingin mengamankan posisinya.

Sebab, mereka yang dianggap tidak bisa mengamankan kebijakan ini, risikonya digeser dari posisi kepala sekolah.

“Kepala sekolah akhirnya yang repot. Kalau tidak nurut, risikonya kehilangan posisi,” ungkap JG.

Pihak kepala sekolah ada yang mengelak, pengadaan itu dilakukan oleh koperasi.

Alasan ini bisa dipatahkan dengan menanyakan sumber dana yang dipakai oleh koperasi.

Sebab kain untuk seragam ini, jenisnya banyak dan butuh dana besar seandainya pengadaan dilakukan koperasi.

“Realitanya memang kain itu dikirim gelondongan dari provinsi. Tidak ada yang beli sendiri di Tulungagung,” ungkap JG.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved