Berita Lumajang
Lomba Masak Nasi Liwet Tutup Peringatan Hari Santri Nasional di Lumajang
Para kyai dan pengasuh pondok asal Lumajamg diajak lomba memasak nasi liwet di Jalan Alun-Alun Utara.
Penulis: Tony Hermawan | Editor: Rahadian Bagus
SURYA.CO.ID | LUMAJANG- Sebagian orang mungkin berpikir, jika membahas pondok pesantren adalah sebuah tempat menimba ilmu agama Islam.
Namun, tak sekadar tempat menimba ilmu agama, bagi santri pondok pesantren juga mengingatkan sebuah cita rasa masakan.
Nasi liwet ternyata menjadi hidangan yang sangat populer di kalangan santri.
Budaya itu Sabtu malam (5/11) digaungkan ke publik oleh Pemerintah Kabupaten Lumajang untuk memperingati puncak perayaan Hari Santri.
Para kyai dan pengasuh pondok asal Lumajamg diajak lomba memasak nasi liwet di Jalan Alun-Alun Utara.
Setidaknya, ada 30 kelompok yang terdiri dari berbagai pondok pesantren di Lumajang yang mengikuti lomba ngeliwet ini.
Lomba masak ini mirip seperti kompetisi chef handal. Peserta diberi waktu 1,5 jam untuk memasak. Begitu timer penghitung waktu dinyalakan, semua langsung sibuk bergegas memulai memasak.
Sesuai namanya, nasi liwet dimasak dengan teknik liwet, yaitu memasak nasi dengan cara merebus. Yang istimewa airnya menggunakan santan kelapa.
Kemudian diberi daun salam dan batang serai. Bumbu-bumbu inilah yang membuat nasi liwet berasa gurih.
Setelah matang, nasi liwet ini dihidangkan di atas daun pisang. Lauknya bermacam-macam. Ada ikan lele, telur, ayam, dan lain-lain. Lalu masakan itu disantap bersama-sama.
Bupati Lumajang Thoriqul Haq mengatakan, event kali ini dilaksanakan untuk bernostalgia saat dulu masih menjadi santri.
Menurutnya, ngeliwet ini selain melatih kesabaran, karena proses memasaknya butuh waktu cukup lama.
"Kami ingin nostalgia aja dulu waktu masih jadi aantri jadi para kyai, gus, dan pengasuh pondok kita kumpulkan disini lomba ngeliwet," kata Thoriq.
Pria yang karib disapa Cak Thoriq ini mengatakan lomba memasak nasi liwet cukup seru. Bisa mengajarkan rasa bersyukur.
Sebab, bagaimanapun hasil masakan pasti akan dimakan dan tidak akan tersiksa. "Ada yang gosong, ada yang belum matang. Tapi ya karena namanya santri, tetap saja dimakan," imbuhnya.
